Thirteen

1.4K 250 70
                                    

"Kembalilah padaku, Namjoon-ah.. "

Butuh tiga detik bagi Namjoon untuk mencerna ucapan yang ke luar dari mulut pemuda berbahu lebar itu. Napasnya yang sempat tertahan akhirnya ia buang dengan kasar.

"Kembali padamu?", Namjoon menoleh sembari tersenyum miring, "Maaf, Sunbae. Sepertinya penggunaan kalimatmu tidak tepat."
"Namjoon-ah.. "
"Bisakah kau berhenti? Aku tidak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut", Namjoon menggelengkan kepalanya.
"Salah paham? Dari mananya salah paham, hah? Bukannya kauㅡ"
"Apa perlu kukatakan sekali lagi bahwa alasanku pernah mendekatimu bukan karena aku menyukaimu, Seokjin Sunbae?"

Kim Seokjin, pemuda tinggi itu tertegun mendengar pernyataan tegas Namjoon. Tapi ia menggeleng pelan, menampik bahwa yang dikatakan Namjoon hanyalah omong kosong.

"Kauㅡ"
"Sudah kubilang bahwa kau salah paham. Aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Sunbae", tegas Namjoon sekali lagi. "Aku menyukai orang lain."
"Siapa?"
"Bukan urusanmu."
"Jika kau tidak tertarik denganmu, lantas kenapa kau repot-repot mendekatiku?"
"Mungkin ini terdengar jahat, tapi aku sedikit memanfaatkanmu waktu itu", ucap Namjoon dingin. Meski sebenarnya dalam hati ia tidak ingin begini, tapi sikap Seokjin yang ngotot membuatnya tak punya pilihan lain.

"Apa?", mata Seokjin membola. "Katakan sekali lagi."
Namjoon menghela napas lelah, "Aku memanfaatkanmu."
"Namjoon-ah, kauㅡ"
"Aku memang brengsek, Sunbae. Kau boleh memakiku sepuas hati."
Seokjin tersenyum miring, dengan matanya yang menatap Namjoon lekat-lekat. "Benar, kau memang brengsek."

"Tapi aku menyukaimu."

Namjoon tidak terkejut, ia tau sejak lama seniornya itu memendam perasaan untuknya. Sebagai orang dengan tingkat kepekaan tinggi, Namjoon bisa dengan mudah menyadarinya. Namun yang amat disayangkan, Namjoon tidak pernah bisa membalas perasaan Seokjin. Hatinya sudah terpaku pada Yoo Jiae sejak dulu.

Meski ada satu nama yang juga terselip di dalam sana.

"Kalau begitu berhentilah menyukaiku."
"Apa?"
"Kurasa tidak ada yang perlu kujelaskan lagi kan? Aku permisi."
"Na-Namjoon! Ya, Kim Namjoon!"

Tanpa memedulikan panggilan Seokjin, Namjoon berlari kecil menuju kelasnya. Membawa banyak perasaan bersalah yang menumpuk dalam dada.

Maafkan aku. Maaf. Maafkan aku.

.

Dengan keterpaksaan yang amat sangat, Yoongi membiarkan Jungkook membawanya ke klinik. Bukannya ia tidak suka terhadap sikap Jungkook, melainkan ia malas ke klinik dan bertemu kakaknya yang protektif itu.

"Ya, ya, ya! Kenapa lagi ini?"

Baru saja Jungkook menuntun Yoongi duduk di atas ranjang, Im Jaebum muncul membawa keranjang berisi peralatan p3k. Matanya kemudian menatap Yoongi seduktif, diamatinya wajah dan bagian tubuh Yoongi yang lain.

"Kau pingsan lagi? Mimisan? Atauㅡ"
"Hanya sedikit berdarah di hidung", ucap Yoongi malas.
Jaebum berdecak sebal, "Akan kuambilkan obat. Hey, kau bisa bantu aku?", lirik Jaebum pada Jungkook.
"Eoh? Ne, Ssaem."
"Bawakan kompres dingin untuknya, kurasa pendarahannya belum berhenti total", tunjuk Jaebum pada hidung Yoongi yang mulai terlihat merah lagi.

Jungkook mengangguk mengerti lalu segera mengambil kompres berisi air es.

"Sunbae", panggil Jungkook di tengah mengompres hidung Yoongi.
"Hm?"
"Apa kau sering mengalami hal ini? Sepertinya Im-Ssaem sudah hapal denganmu."
"Tidak sering, hanya sesekali", dusta Yoongi. Ya karena nyatanya hampir setiap hari dia mimisan dan membuat sang kakak kalang kabut.
"Sakit tidak?", tanya Jungkook lagi.
Yoongi menggeleng, "Hanya sedikit pusing."
"Apa tadi kepalamu terbentur sesuatu?"
"Aku hanya bermain basket tadi."

4 in LOVE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang