MG ~ 2

11.6K 656 3
                                    

Hara merasa terenyuh saat tiba dirumah kecil milik Maylan. Walaupun dia sudah berada di desa ini selama hampir tiga bulan namun tetap saja Hara masih sulit membiasakan diri untuk masuk ke rumah yang menurutnya sangat tidak layak huni.

Bagaimana tidak, rumah Maylan hanya dibangun dari geribik dan lantainya pun masih tanah liat. Hara tidak bisa membayangkan bagaimana jika hujan lebat datang. Apakah Maylan sekeluarga masih bisa tidur nyenyak?

"Rumah saya jelek ya, Bu?", tanya Maylan tidak enak. Mau bagaimana lagi, bimbingan olimpiade yang sudah satu bulan ini dia ikuti di sekolah, terpaksa harus diadakan dirumahnya. Pasalnya, orang tuanya sedang berada di kota, menjual kopi yang baru saja dipanen dan adik-adiknya tidak ada yang menjaga.

Tadinya Maylan sudah bilang agar bimbingan ditunda tapi Hara bersikeras karena memang tinggal tiga hari guru muda itu berada di desa ini. Jadilah Hara sendiri yang mengusulkan untuk ikut ke rumahnya yang berada cukup jauh dari sekolah.

"Hah? Ga begitu kok, ayo kita masuk. Adik-adik kamu mana? Kamu boleh ganti baju dulu atau mau ngapain dulu juga boleh kok", Hara salah tingkah saat Maylan menangkap basah dirinya yang sedang menatap rumahnya lama. Dia jadi merasa bersalah dan juga miris. Harusnya orang-orang seperti Maylan lah yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Bukan hanya yang ada dikota.

"Kalau gitu Ibu duduk disini dulu ya, saya liat adik saya sebentar", Hara mengangguk dan mengeluarkan buku-buku kimia yang ada dalam tas nya. Dalam hati dia berdoa agar Maylan bisa memenangkan olimpiade kimia ini hingga ke kancah Internasional, sehingga Maylan juga bisa membantu perekonomian keluarganya.

Hara sedikit banyak paham kalau masyarakat disini memiliki mata pencaharian sebagai petani kopi. Kebanyakan orang pasti bilang kalau petani kopi sekarang sukses karena kopi sudah menjadi trend, bahkan setiap cafe suka menyematkan embel kopi kekinian agar banyak pengunjung yang penasaran ingin mencicipi kopi tersebut.

Tapi tidak demikian nyatanya, kebanyakan petani kopi termasuk orang tua Maylan tidak mendapat untung yang banyak, apalagi dengan jarak tempuh antara rumah dan tempat penampungan kopi. Kopi yang dijual petani desa ini juga bukanlah kualitas terbaik, tidak heran jika harga jualnya juga cukup rendah.

"Maaf ya Bu, lama. Cuma ada ini Bu, dimakan ya", Maylan meletakan sepiring singkong rebus dihadapan Hara. Ah ingin sekali Hara mendengus kuat-kuat dan mencurahkan protesnya, kalau dia sudah muak makan singkong tapi tentu dia tidak bisa mengatakannya di depan anak muridnya bukan? Bisa-bisa Maylan mengatainya guru yang sombong.

"Iya, nanti pasti Ibu makan. Sekarang masih belum lapar. Adik-adik kamu mana?", tanya Hara mengalihkan pembicaraan tentang singkong.

"Oh si bungsu sudah dititipkan dengan tetangga, kalau sudah selesai bimbingan nanti saya akan ambil dia. Sedangkan dua yang lain main, itu mereka", Maylan menunjuk ke arah kedua anak perempuan yang sedang main benteng di sebrang rumah itu.

Hara tersenyum, "Orang tua kamu pasti bangga punya anak seperti kamu, May", ucap Hara tulus.

"Terima kasih, Bu. Orang tua Ibu juga pasti bangga sama Ibu, Ibu cocok jadi guru, saya suka diajar sama Ibu", balas Maylan polos.

"Ihh kamu dari tadi muji-muji Ibu terus, nanti Ibu terbang lho, ga balik lagi. Hahahahahaha, ya udah yuk kita belajar, nanti ga selesai-selesai materi yang mau kita bahas", Hara tersipu, dia berusaha keras menghilangkan raut bahagianya. Dirinya memang tidak tahan dipuji, itu juga yang menjadi salah satu kelemahan Hara selain berat badannya.

Maylan ikut terkekeh namun tak ayal dia mengikuti instruksi Hara yang sudah mulai mengeluarkan kertas soal.

Bimbingan yang dilakukan Hara sendiri terdiri dari dua bagian, yang pertama Hara dan Maylan sering mengadakan pratikum, kadang Maylan melibatkan teman-teman sekelasnya dan kadang hanya Maylan saja, terutama jika materinya sudah diluar bahasan tingkatannya. Karena mengerjakan soal olimpiade Kimia, Maylan tidak hanya dituntut untuk menguasai materi kelas sepuluh ataupun kelas sebelas, tapi juga kelas dua belas dan pembahasan-pembahasan umum yang kesannya sepele namun mematikan.

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang