Lingga duduk disamping Hara dengan malas. Dia membuka tas berisi obat-obatan dan mencari sarung tangan lateks yang biasa digunakan dokter. Seharian ini Lingga belum cuci tangan dengan benar, makanya dia memilih untuk memakai sarung tangan agar kuman yang ada ditangannya tidak menempel diluka Hara.
Namun sepertinya Hara berpikiran lain. "Dokter harus tulus dan ikhlas saat mengobati pasiennya", celetuk Hara yang masih kesal dengan perdebatan Reza dan Lingga tadi.
Pada akhirnya Reza tetap pergi mencari pertolongan dan Lingga bertugas mengobatinya.
Lingga menghela nafas lalu menatap wajah Hara dengan datar. "Terserah kamu mau bilang apa, saya capek. Sekarang cepat bilang, luka kamu dimana? Biar bisa saya obati."
Lingga mengangkat kedua tangannya yang telah dilapisi sarung tangan tepat seperti seorang dokter bedah yang akan melakukan operasi, membuat Hara bergidik ngeri.
Tanpa sadar, Hara menelan ludahnya, dia merasa takut dan dilema. Haruskah Hara memberitahu Lingga kalau lukanya itu berada disana?
"Ehm, kalau Pak Dokter capek lebih baik ga usah saja, biar saya nanti diobati setelah sampai di rumah kepala desa saja. Rekan sejawat Pak Dokter ada yang perempuan kan?", tanya Hara dengan canggung.
"Kamu bilang tadi seorang dokter harus tulus dan ikhlas mengobati pasiennya, sekarang saya dalam posisi tulus dan ikhlas, kenapa malah kamu yang ga mau?", Lingga berkata dengan cepat tanpa jeda, persis seperti Ruben Onsu atau Ivan Gunawan kalau sedang nyinyirin seseorang.
Seketika itu juga, pesona Lingga yang cool roboh dimata Hara. Hara yakin kalau dia harus berhati-hati dengan Lingga, karena Lingga pandai bersilat lidah. Semua perkataan Hara dikembalikan lagi kepadanya. Mengerikan.
"Kenapa malah bengong, cepet kasih tahu saya luka kamu dimana? Saya atau temen saya yang ngobatin sama saja, ga ada bedanya. Tapi kalau kamu mau luka kamu terinfeksi kuman lebih lama ya ga apa-apa", Lingga membuka salah satu sarung tangannya, namun teriakan Hara menghentikannya.
"Jangan dibuka, saya-, saya mau diobati!", Hara gelagapan, menyadari kalau apa yang dikatakan Lingga itu benar. Bagaimana jika dia sampai kena tetanus lalu dia meninggal dunia, duhhh serem yesss. Mana mama dan papanya sedang berada di luar negeri. Duhhh, Hara jadi merutuki kebodohannya yang sedari tadi cuma duduk pasrah menunggu pertolongan.
"Hei, cepetan! Dimana lukanya?", ketus Lingga tidak sabaran.
"Itu, itu di-, di..",
"Dimana?! Lama banget deh?!", rutuk Lingga kesal.
"Di paha bagian dalam", jawab Hara lemas plus malu.
"Ya udah buka roknya atau mau saya yang bukain?", Lingga menghembuskan nafasnya kuat-kuat. Berusaha sesabar mungkin namun gadis bertubuh besar dihadapannya ini benar-benar pintar memancing emosinya.
Kalau boleh jujur, Lingga kaget kalau lukanya berada dibagian intim. Tapi namanya dokter, dia sudah disumpah untuk membantu pasien dalam keadaan apapun serta menjalankan profesinya dengan terhormat dan bersusila, jadi pikiran-pikiran nakal lelaki sudah dirantai kuat, saya dia mulai kuliah di kedokteran.
"Saya-, saya..", Hara tergagap, mau membuka roknya didepan Lingga dia malu, membiarkan Lingga yang membuka roknya pun rasanya dia ga kuat, kayak mau diapain aja gitu kesannya, duhhh Hara jadi mikirin apa sih!
"Kamu ga usah takut, saya ga doyan sama cewek yang badannya bengkak-bengkak model kamu gini", ujar Lingga kalem namun mematikan.
Ouchhhh, Hara merasa ada yang melempar batu ke hatinya, sakit tapi ga berdarah. Oke fix, Lingga adalah perempuan berwujud laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)
RomansApa jadinya jika kamu terpaksa dinikahkan dengan pria yang tidak kamu kenal sama sekali, hanya karena kesalahpahaman? Itulah yang dialami Hara, si wanita gendut yang tragisnya sedang menjalankan program pengalaman lapangan terpadu alias KKN dengan...