MG ~ 10

10.4K 630 5
                                    

Mata Hara mengerjap beberapa kali, dia berharap pandangannya salah. Namun matanya tidak bisa lepas dari foto yang sudah berada dalam tangannya.

"Ma-maksutnya apa ini tante? Aku ga ngerti", Hara bingung, kenapa tantenya menyodorkan foto adiknya, adik yang belum pernah dikenalkan kepadanya.

Sepengetahuannya, adik satu-satunya tantenya adalah mamanya. Tapi foto mamanya tidaklah seperti ini karena tantenya sempat menunjukan foto mamanya yang berbeda dengan foto yang ada ditangannya.

"Dia, mama kamu yang sebenarnya, Ra. Adik kandung tante yang sebenarnya.. Dia..dia meninggal saat melahirkan kamu dan tante terpaksa harus mengarang cerita kalau mama kamu masih ada.. Maafkan tante", Aura meneteskan airmata sambil meremas tangan keponakannya.

Namun keponakannya itu tidak merespon. Hara hanya diam terpaku. Otaknya mengulas semua kejadian dimana saat-saat mama karangan tantenya sedang menelponnya. Pantas saja, mamanya itu hanya menelponnya hanya beberapa menit saja. Pantas saja, Hara tidak pernah diijinkan menelpon mama dan papanya. Pantas saja mama dan papanya tidak pernah datang menjenguknya.

Harusnya Hara sadar kalau keberadaan mama dan papanya adalah cerita karangan tantenya saja.

Sekarang yang menjadi pertanyaan Hara adalah kenapa. Kenapa tantenya tega mengarang cerita? Kenapa tantenya tega membohonginya?

"Maafkan tante, maafkan tante. Tante ga bermaksut membohongi kamu. Tapi, tapi semua diluar rencana tante. Semuanya ga berjalan sebagaimana mestinya. Maafkan tante", air mata Aura berderai. Isakan tangis yang tadi ditahannya pecah sudah.

"Ren-rencana? Tante jangan bercanda, tante sendiri yang bilang kalau mama dan papa Hara sedang di Australia. Mereka akan menyusul Hara kesini. Kenapa sekarang omongan tante beda?", Hara menahan suaranya agar tidak histeris. Dia menahan dirinya agar tidak mendesak tantenya tapi rasanya mustahil. Apalagi melihat tantenya yang hanya terus menangis tanpa menjawab pertanyaannya.

"Tante harus jelasin, jangan bikin aku bingung tante", Hara meremas kembali tangan Aura. Sedang Aura hanya menunduk, mengelak untuk menatap keponakannya.

"Tante, please..", Hara memohon, namun Aura malah pingsan. Membuat Hara menjerit panik.

"Tante..tante! Tante, bangun tante!", Hara mengguncang bahu tantenya, namun tidak ada reaksi. Hara yang kalut segera keluar ruangan dan menjerit histeris, memanggil suster. Dia bahkan lupa kalau setiap ruang inap sudah disediakan tombol untuk memanggil perawat.

"Tolong, geser sebentar. Ibu Aura akan diperiksa sebentar sama dokter", ucap salah satu suster yang datang tergopoh-gopoh bersama seorang dokter.

Hara pun menyingkir, tidak disangka dokter di Rumah Sakit itu cepat bereaksi, membuat Hara sedikit lega.

Namun saat dokter itu selesai memeriksa, ekspresinya tidak disukai Hara. Kening dokter tua itu berkerut dalam dan tampak wajahnya menggambarkan beban yang berat.

"Tante saya kenapa dok?", cepat Hara menyambar kesempatan itu. Saat tiba di ruang inap tantenya, tantenya sama sekali belum mengatakan apa penyakitnya.

"Tante anda mengidap kanker serviks stadium 3. Apa tante anda belum memberitahu anda?", jawab dokter itu lesu dengan pandangan prihatin.

"Dokter bercanda kan?", Hara terkekeh, menampik kabar bak petir dipagi harinya yang cerah ini. Oh, apakah ini semua karena Hara mulai bolong-bolong berdoa Tuhan? Makanya petir-petir itu datang dan menyetrumnya hingga membuat otak Hara mampet.

"Seandainya saya bisa bercanda dengan penyakit seseorang, maka saya akan beralih profesi", ujar dokter itu dengan wajah serius. Seandainya dalam kondisi normal, mereka berdua pasti akan tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban si dokter. Sayang wajah dokter itu terlalu serius untuk bercanda. Membuat kaki Hara lemas, dan membuatnya mundur tiga langkah, terduduk di kursi yang ada sebelah ranjang pasien.

"Ta-tapi selama ini tante Aura baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kalau dia sakit kanker", elak Hara lagi. Dia pernah membaca sebuah artikel, yang berisi tentang ciri-ciri orang yang terserang kanker.

"Kanker serviks dikenal sebagai silent killer. Kanker yang sangat berbeda dengan kanker yang lain. Kalaupun gejalanya terlihat maka itu artinya kankernya sudah parah", lanjut dokter tersebut.

"Ta-tapi masih bisa sembuh kan dok?", Hara benar-benar syok mendengar berita mengejutkan yang bertubi-tubi.

"Kemungkinannya sangat kecil tapi saya dan rekan-rekan dokter yang lain akan berusaha semaksimal mungkin. Tolong jangan berhenti berharap dan berdoa. Dan jangan terlalu membebani pasien. Pikiran pasien harus tenang.", dokter tersebut menerangkan namun Hara hanya bisa terpaku mendengar penjelasan dokter. Hara bahkan tidak menyadari kalau dokter beserta suster sudah keluar dari ruang inap tersebut.

"Bagaimana ini? Kenapa semuanya bisa seperti ini?", ucap Hara dengan lirih.

Lama Hara berdiam diri sambil memandangi tantenya yang tertidur, sampai pria pasangan tantenya itu datang.

"Saya tidak bisa menunggui Aura, saya harap kamu bisa menjaganya. Saya sudah membayar tagihan biaya rumah sakit, jadi kamu tidak perlu cemas. Besok saya akan kembali lagi", jelas laki-laki yang bernama Dewo itu. Dia menundukan kepala lalu mencium kening tantenya. Nampak sekali kalau lelaki itu sayang pada tantenya. Namun Hara tetap tidak menyukainya. Secinta apapun laki-laki itu pada tantenya, dia tetap laki-laki beristri. Hara tahu karena tantenya lah yang memberitahunya.

Menurut Hara, kedua pasangan itu sedang memaksakan diri, memaksakan cinta yang hanya menyakiti orang-orang disekeliling mereka. Namun Hara tidak bisa mengatur tantenya. Semua orang bilang, cinta bisa membuat orang jadi bodoh. Dan memang seperti itulah tantenya sekarang.

Hara sendiri sudah pesimis dengan yang namanya cinta. Walaupun nantinya dia diberikan kesempatan untuk jatuh cinta lagi, dia tidak akan menjadi budak cinta. Itu tekadnya.

Hara mengalihkan pandangan saat melihat laki-laki itu mencium tantenya dan membiarkan laki-laki itu beranjak meninggalkannya.

Namun saat Dewo hendak membuka pintu, Hara mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi ditahannya.

"Apa tante Aura pernah menceritakan siapa orang tua saya pada anda?", tanya Hara tanpa memandang pria itu.

Dewo yang mendengarkan pertanyaan Hara itupun membalikan badannya, dan menghela nafas. Dia diam namun tatapannya tidak lepas dari Hara yang sekarang sedang membalas tatapannya, menuntut jawaban.

"Maaf, Aura memang pernah cerita. Namun tidak secara mendetail, sebaiknya kamu menunggu Aura siap menceritakannya pada kamu. Karena saya sendiri tidak berhak dan tidak tahu banyak", Dewo menatap Hara penuh penyesalan.

"Tapi, apakah itu betul kalau orang tua saya bukan sedang berada di Australia?", lanjut Hara.

Anggukan Dewo semakin membuat perasaan Hara porak poranda. Semua pertanyaan mengerubungi kepalanya dalam sekejap. Dia terdiam membeku, mengabaikan Dewo yang saat ini pergi setelah Hara tidak melanjutkan pertanyaannya.

Setelah pintu tertutup, Hara menangis. Semua kilasan peristiwa itu masuk akalnya sekarang.

Hara meraih ponselnya dengan tangan gemetar, kali ini dia akan mencoba menelpon orang tuanya. Namun, lagi-lagi nomor orang tuanya tidak dapat dihubungi. Semuanya jadi jelas sekarang, kenapa Hara punya orang tua tapi tidak pernah bertemu muka.

Hara memandang tantenya yang terbaring di brankarnya dengan perasaan kalut. Ingin rasanya dia membangunkan tantenya secara paksa. Dia tidak bisa digantung seperti ini. Rasa penasaran itu menggerogotinya. Tapi, dia bisa apa? Tantenya sedang sakit parah sekarang dan lagi-lagi Hara terpaksa menerima semua yang dialaminya dengan lapang dada.

"Tante, tante lagi ga nge-prank aku kan?", Hara terkekeh sendiri, berharap kalau tantenya hanya sengaja mengerjainya.

"Kenapa tante ga jujur aja sama aku dari dulu? Kenapa tante malah bilang orang tuaku di Australi? Kenapa setega ini sama aku?", air mata Hara menetes tanpa bisa ditahan-tahan.

Hara merosot dan terduduk dilantai. Dipeluknya kedua lututnya dan ditenggelamkannya wajahnya kesana. Dia menangis terisak-isak, tidak disangka kalau dirinya seorang anak yatim piatu.

Rasanya Hara ingin marah dan pergi meninggalkan tantenya agar tantenya itu tahu kalau ia kecewa. Tapi  dia tak bisa, bagaimanapun tantenya adalah satu-satunya keluarga yang sekarang dia miliki. Lagipula Hara harus bisa membuat tantenya bicara jujur padanya.

TTd,

lucyro
19042019

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang