MG ~ 41

8.1K 537 49
                                    

Hara tersentak dalam tidurnya, dia bermimpi kalau dia jatuh dari bangunan yang tinggi. Benar-benar mimpi yang menyeramkan, sampai-sampai Hara terbangun dari tidurnya.

Dia memijit pelipisnya, berusaha mengurangi pusing yang menderanya. Efek bangun tiba-tiba rasanya selalu seperti ini.

Lalu Hara merasa ada yang aneh dengan ruangan itu. Dia menyadari kalau ranjang yang ditidurinya tidak sama dengan ranjang yang ada dikosannya. Ranjang dikosannya bahkan belum dialasi sprei.

Sontak saja ingatan semalam melintas di otaknya. Saputangan dengan bau menyengat itu terasa masih tertinggal jelas diujung hidung Hara.

"Astaga, astaga.. Gue diculik, ini.. ini dimana?", Hara gelagapan dan segera menyibak selimut yang menutupi tubuh gempalnya.

Dia shock saat mendapati pakaiannya sudah berganti dengan gaun tidur berwarna abu mengkilat.

"Enggak, gak mungkin. Gue ga mungkin diperkosa penculiknya kan?!", ujar Hara sambil berjalan mondar mandir. Gelisah, bingung, sedih, takut, marah, semua perasaan itu campur baur, membuat dia tidak bisa berpikir jernih.

"Hape, hape gue mana.. Gue harus lapor polisi, iya gue harus lapor polisi. Tapi hape gue mana????", Hara teringat barangnya lalu mulai mencari.

Disibaknya selimut yang tadi menutupi tubuhnya, namun nihil hapenya tidak ada ditempat tidur itu.

Hara berjalan menuju sofa yang ada didekat tempat tidur itu saat matanya melihat tasnya ada disana.

Dia menghela nafas lega dan langsung membawa tasnya ke tempat tidur dan membalik tasnya dengan brutal, membuat semua isinya jatuh termasuk hapenya. Segera dia mencoba mengaktifkan ponselnya, tapi sial, hapenya tidak berfungsi karena habis baterai.

"Ya elah, kenapa harus pake acara mati sih?! Duh gimana ini? Gimana kalau penculiknya tiba-tiba masuk? Apa gue keluar aja yah? Iya, gue harus keluar dari sini secepatnya", Hara berbicara pada dirinya sendiri sangking kalutnya.

Mengabaikan penampilannya, Hara kembali menyusun barang-barangnya yang tabur kembali kedalam tasnya. Dia merutuki sikapnya yang brutal tadi, sekarang Hara membutuhkan waktu lebih lama untuk memasukannya ketimbang mengeluarkan isi tasnya tadi.

"Eh, masak ranjang kasurnya empuk banget. Ruangannya juga adem, ada AC-nya, ada TV-nya juga. Biasanya kan kalau orang yang diculik itu disekapnya kalau ga gudang ya rumah kosong. Masak dikamar bagus kayak gini, sih? Apa trend-nya sekarang udah ganti? Apa yang nyulik gue cucu sultan? Apa diam-diam ada seorang Pangeran yang jatuh cinta sama gue terus dia pengen nikahin gue?", Hara menggelengkan kepala, seraya terkekeh geli akan kehaluannya itu. Sempat-sempatnya dia berpikir yang tidak-tidak di situasi genting seperti itu.

"Gila lu, Ra.. Pagi-pagi halu.. Iya kalau beneran Pangeran nah kalau psikopat, gimana? Duh, pokoknya harus kabur! Kabur!!", Hara mengoceh sendiri, salah satu kebiasaan jelek Hara ya begini. Kalau terlalu panik, biasanya dia mengoceh sendiri kayak orang gila.

"Ternyata lo udah bangun, Ra?", Hara tersentak kaget. Suara pintu yang terbuka disertai suara laki-laki membuat semua sarafnya menegang waspada.

"Apa penculiknya kenal sama gue?", tanya Hara dalam hati. Dia bahkan tidak berani menoleh, sangking tegangnya.

Dengan refleks Hara mengambil payung lipatnya yang belum dia masukan dalam tas. Sengaja Hara akan memakainya sebagai senjata.

Mendengar langkah kaki yang mendekat, membuat Hara bersiap-siap. Hara membalikan badan dan hampir saja memukul laki-laki itu jika saja laki-laki itu bukan orang yang dikenalnya.

"Marezzzz!!! Jadi elo yang nyulik gue?!", Hara yang terlanjur kesal kembali meneruskan pukulannya ke arah Reza.

"Bisa-bisanya lo nyulik gue! Sepupu apaan lo! Gue udah ketakutan setengah mati! Bisa-bisanya lo bius gue! Gue kirain gue udah diperkaos! Lo dendam sama gue?! Lo mau nge-prank gue?! Kenapa pake maen culik-culikan segala sih?! Gak lucu, tauk!!",

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang