MG ~ 38

8.4K 541 35
                                    

Hara ingin muntah saat namanya disebut oleh perempuan yang dipilih ayahnya untuk menjadi istri laki-laki itu.

"Maaf, saya tidak kenal kalian dan juga maaf, saya tidak bisa lama-lama karena masih ada kelas yang sedang saya ajar", Hara memberi kode terang-terangan kalau dia sedang tidak ingin berbasa basi dengan kedua orang itu. Bahkan untuk menanyakan ada keperluan apa, Hara juga malas. Bukankah mereka duluan yang telah menolaknya?

Sekuat mungkin Hara mempertahankan wajah datarnya. Dia tidak ingin kedua orang didepannya tahu kalau sekarang jantung Hara deg-degan. Harapan yang tadi bantet, mengembang lagi saat melihat Harya menatapnya intens. Apakah saat ini Ayahnya akan mengakuinya?

"Okay, lupakan basa-basi. Kita ga butuh itu. Terserah kalau kamu memilih pura-pura tidak mengenal kami. Itu justru bagus. Saya dan suami saya kemari, hanya ingin kamu menandatangani ini", Monik, istri Harya menjawab dengan santai lalu mengulurkan secarik kertas yang dibawahnya telah ditempeli materai.

Hal itu jelas memancing kecurigaan sekaligus keingintahuan Hara. Tanpa ragu Hara mengambilnya.

Seharusnya Hara tidak perlu terkejut saat membacanya. Wanita didepannya sudah terbaca jelas watak dan kepribadiannya, namun tetap saja Hara merasa terkejut karena ayahnya ikut andil didalamnya.

SURAT PERNYATAAN

Bahwa saya, yang bernama Hara Chemistria dengan ini menyatakan :

1. Tidak akan menerima sepeserpun harta yang diwariskan oleh Rama Juanda.

2. Jikapun tetap dipaksa untuk menerimanya, maka saya melimpahkannya kepada Haryaduta Juanda, sebagai wali saya yang sah.

3. Tidak akan kembali dan berniat menguasai rumah yang ada di Pondok Indah.

Hara tidak kuat membaca semuanya, hatinya terlalu sesak, rasanya nyeri seperti ditusuk-tusuk. Kedua pasangan suami istri yang ada didepannya ini takut kalau dirinya lah yang akan menerima harta warisan Rama Juanda. Sampai-sampai mereka harus bersusah payah mendatanginya kemari.

Hara tidak menyangka kalau ayahnya berpikiran picik terhadap dirinya. Dia tidak menginginkan harta milik siapapun. Uang bisa dicari, ilmu bisa digali tapi merasakan kasih sayang orang tua, tidak bisa terulang kembali. Boro-boro terulang kembali, Hara bahkan belum pernah merasakannya sama sekali.

Ayahnya sama sekali tidak memikirkan nasibnya yang baru saja ditinggal mati oleh satu-satunya keluarga ibunya. Tidak penasarankah laki-laki itu, bagaimana dia menjalani hidupnya selama ini? Harapannya bukan hanya bantet lagi tapi hancur, porak poranda. Rasanya tidak ada lagi jalan untuk memperbaiki hubungan mereka.

"Maaf, saya tidak bisa menandatanganinya", Hara menyodorkan surat itu kembali ke tangan Monik dengan wajah kaku.

"Kamu lihat kan!? Dia memang menginginkan harta papa!", sentak Monik yang sudah tidak bisa lagi menahan kegeramannya. Ucapan Hara menyulut emosinya yang sebenarnya. Bisa-bisanya gadis itu menolaknya. Hara sungguh membuatnya geram.

Monik menatap Harya, berharap Harya mengambil alih keadaan. Namun laki-laki itu hanya diam saja.

Kedua wanita itu tidak menyadari kalau Harya sedang dilanda dilema. Berdiri dekat dengan Hara, berhasil membangkitkan kenangannya dengan Yura, mama Hara.

"Saya tidak menginginkan harta siapapun!", bentak Hara tak mau kalah.

"Halah! Kamu bilang begitu karena kamu ga tahu kan kalau papa mertua saya akan memberikan kamu 45% dari total warisannya! Dan kami..kami hanya diberi 10% saja!!", ujar Monik seraya menunjuk wajah Hara dengan emosi, membuat Hara mau tidak mau melangkah mundur. Wanita didepannya sudah menunjukan wujud aslinya, ucap Hara dalam hati.

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang