"Gak! Bunda gak bakal kasih restu sampe kapanpun!", jawab Widya tegas sambil melotot ke arah Hara.
Bahu Lingga merosot, dia menjauhkan diri dari ayahnya lalu menatap Widya dengan sedih. Sedang Hara tidak kaget lagi mendengar jawaban Widya.
"Jangan natap Bunda kayak gitu! Ga ngefek! Keputusan Bunda ga akan berubah dan Bunda ga mau dia disini lama-lama! Paling gak besok, cewek gendut itu harus angkat kaki dari rumah ini!", Widya memberi ultimatum tanpa mempedulikan wajah Lingga yang semakin nelangsa. Lalu Widya pergi meninggalkan ruang tamu tanpa menatap Dewo. Dia takut akan luluh jika suaminya itu membujuknya lagi.
"Ayah", Lingga merajuk, menatap Dewo penuh permohonan.
"A..yah a..kan bi..cara de..ngan Bunda ka..mu", ucapan Dewo membawa binar bahagia dari Lingga. Dengan sigap dia mendorong kursi roda Dewo ke dalam, menuju kamar milik Dewo dan Widya.
"Kamu tunggu sebentar ya atau kamu mau makan? Ayo, kita sekalian ke belakang", ajak Lingga yang tiba-tiba teringat kalau mereka belum makan siang.
"Boleh?", tanya Hara yang memang merasa lapar. Dia sudah tidak makan dari kemarin saat tantenya meninggal, tepatnya tidak merasa lapar.
"Boleh apa? Makan?", tanya Lingga geli.
Hara mengangguk dengan binar dimatanya. Mendengar kata makan membuat perutnya bersorak riang padahal Hara sudah berhasil mengabaikan perutnya tapi sekarang tidak lagi.
"Ya boleh lah. Ayah juga makan dulu ya. Ayah juga kan belum makan", tawar Lingga pada ayahnya yang dibalas anggukan.
Mendengar perhatian Lingga padanya, jelas membuat Dewo senang dan tidak menolak. Dia bahkan berniat membujuk Widya untuk merestui Lingga dan Hara, jika itu bisa membuat Lingga bahagia.
Mereka pun melangkah ke dalam dan saat tiba di ruang makan, Hara duduk tanpa dipersilahkan lebih dulu. Menatap makanan yang sudah terhidang dimeja, membuat Hara lupa tata krama. Untung saja tidak ada Widya, jika tidak poin Hara berkurang lagi. Bagaimana bisa diterima jadi menantu kalau Hara tidak mengindahkan tata krama saat makan.
"Tolong sendokin nasi buat aku juga donk sekalian punya ayah juga!", pinta Lingga saat melihat Hara sudah selesai menyendokan nasi ke piring gadis itu sendiri.
Hara melotot, merasa kesal dengan sikap Lingga yang manja-manja ga jelas dengannya. Rasanya Hara ingin menolak, namun melihat tatapan Dewo yang terarah padanya, membuatnya menuruti kemauan Lingga.
"Setelah nikah, kita tinggal disini atau beli rumah baru aja, yang?", tanya Lingga sambil menatap Hara yang sedang mengisi piringnya dengan lauk yang ditunjuknya.
Hara mendelik, lama-lama dia merasa jengah dengan sikap Lingga yang overkepedean. Dia kan belum memutuskan apakah akan menikah 'lagi' dengan Lingga atau tidak, tapi laki-laki itu terus saja bersikap seolah-olah Hara sudah bersedia.
"Sssssttttttttt", Hara meletakan telunjuk tangannya didepan bibir seraya mendesis. Dia tidak ingin selera makannya hilang gara-gara perkataan Lingga. Hara sama sekali tidak menyadari kalau air ludahnya ikut muncrat akibat terlalu bersemangat menyuruh Lingga diam.
"Kok kamu gitu.."
"Sssstttt",
"Aku beneran...",
"Sssttttt",
Kedua orang itu tidak ada yang mau mengalah. Lingga masih tetap ingin bicara dan Hara masih tetap tidak ingin dengar.
"Su..dah.. Ay..o ki..ta ma..kan", Dewo melerai keduanya. Jika dibiarkan entah sampai kapan mereka berdua akan seperti itu.
Hara melotot, sedang Lingga manyun. Ketiganya makan dengan tenang tanpa menyadari Widya yang sedang mengintip dari pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)
RomansaApa jadinya jika kamu terpaksa dinikahkan dengan pria yang tidak kamu kenal sama sekali, hanya karena kesalahpahaman? Itulah yang dialami Hara, si wanita gendut yang tragisnya sedang menjalankan program pengalaman lapangan terpadu alias KKN dengan...