MG ~ 11

10.3K 668 1
                                    

Perut Hara berbunyi, membuatnya mau tidak mau beranjak dari ruang inap tantenya. Perutnya terasa perih karena dari semalam Hara tidak makan.

Begitu juga tadi pagi, telpon dari rumah sakit membuatnya tidak punya waktu untuk sarapan, yang ada sarapan lantai kamar alias kejedot lantai sangking paniknya.

Semua kejadian yang menimpanya secara tiba-tiba ini membuatnya tidak nafsu makan. Tapi apa daya, perutnya sudah protes minta diisi. Dan bila dia lebih lama mengabaikan perutnya, Hara takut akan jatuh sakit dan menjadi beban tantenya. Jika mereka berdua sakit, siapa yang akan menjaga mereka berdua?

Hara mendekati tantenya, mengecek apakah tantenya sudah sadar atau belum, dan ternyata belum.

Setelah mengusap kening tantenya, Hara keluar untuk mencari makanan yang bisa dimakannya.

Saat berjalan melewati ruangan laboratorium, Hara terkejut mendapati seorang laki-laki yang dia kenal keluar dari sana. Begitupun laki-laki itu.

Mata keduanya saling memandang, tapi Hara memutuskannya untuk memaksakan senyumannya lalu mengangguk, dan kemudian pergi.

Melihat laki-laki itu, mengingatkannya pada peristiwa yang baru-baru dialaminya. Dan Hara takut jika penjaga laki-laki itu akan memaki dirinya lagi.

"Hara, tunggu!", langkah Hara berhenti dan tubuhnya menegang saat laki-laki itu berdiri menghalangi kakinya. Baru kali ini mereka ngobrol berdua seperti ini. Jelas saja, perasaan Hara campur aduk jadinya.

"Ada apa ya, Mas?", tanya Hara sambil menundukan pandangannya. Jujur, dia takut menatap laki-laki itu lagi. Perasaan sukanya sudah dia kubur dalam-dalam saat laki-laki itu berpacaran dengan sahabatnya.

"Saya ingin bicara, bisa?", pinta Bramantyo Eka Juanda alias Tio berdiri dan menatap Hara dengan wajah yang sulit ditolak.

"Ya ampun, gimana ini. Hara ga kuat melawan godaan ini, Tuhan. Tapi kalau Shella tahu aku dekat-dekat pacarnya gimana? Hara ga mau disalah-salahin lagi, Tuhan!", jerit Hara dalam hati.

"Please, Hara", pinta Tio sekali lagi.

kriuuukkkkk...

Belum sempat Hara menjawab, perutnya sudah duluan berteriak. Sungguh memalukan.

Wajah Hara berubah merah padam, dia jadi tidak berani memandang Tio. "Ya ampun, peruttt! Gue kempesin besok lo ya!", lagi-lagi Hara menjerit di dalam hati.

Sedang Tio hanya terkekeh geli.
"Udah, kamu ga usah malu! Perut kamu udah jujur itu. Kita makan sambil ngobrol ya", pinta Tio sambil menjulurkan tangannya ke depan, mempersilahkan Hara untuk mulai berjalan.

"Duh gimana Hara mau move on coba kalau Mas Tio baik begini", pikirnya lagi.

Dengan rasa malu yang kental, Hara mau tidak mau menerima ajakan Tio. Dia sudah tidak punya muka dan harga diri di depan laki-laki pujaannya ini. Bahkan saat ini Hara merasa tidak pantas berjalan disisi Tio, apalagi dengan tatapan orang-orang ke arah mereka.

Sebenarnya ini bukan kali pertama mereka ngobrol, tapi ini pertama kalinya mereka hanya berdua saja. Biasanya Hara punya kesempatan bertemu Tio jika Shella sedang bersama Tio dikampus. Diluar itu tidak pernah sama sekali. Hara sendiri dibuat bingung dengan perasaannya, mau senang tapi rasanya salah. Mau menolak tapi sang pujaan hati memaksa.

"Kita makan di kantin ini aja ya, Ra. Soalnya saya masih ambil hasil lab", ujar Tio sambil menarik salah satu kursi yang kosong di kantin yang tidak jauh dari laboratorium.

"Mas Tio sakit apa?", tanya Hara akhirnya. Mendengar kata lab, membuat Hara gusar. Ya namanya cinta, pasti ga mau sang pujaan hati kenapa-napa. Betul tidak?

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang