MG ~ 48

8.1K 549 45
                                    

"Kamu mau kemana sekarang? Pulang ke rumah kakek?", tanya Tio saat mereka sudah berada di dalam taksi.

Hara menggeleng, dia jelas belum siap pulang ke rumah kakeknya sekarang. Meskipun dia dan kakeknya sudah berbaikan namun dia belum siap bertemu Harya. Kata-kata pria yang menjadi ayah kandungnya itu masih membekas dalam ingatannya.

Jujur saja dia bingung mau pulang kemana sekarang, ingin pulang ke kosannya tapi dia takut sendirian.

Kadang saat malam tiba, kesedihannya muncul kembali seperti pusaran air yang menyedotnya kuat sampai rasanya dia ingin menyerah bahkan membuat keinginan untuk mati itu datang kembali.

Rasanya hidup Hara memang tidak ada manis-manisnya. Semuanya pahit, lebih pahit dari minum brotowali.

Mengenai kesedihannya dikala malam, memang tidak Hara katakan pada dokter Fani, psikiaternya karena perasaan ini hanya muncul saat malam hari tiba. Sedang saat bertemu dokter Fani, dia merasa baik-baik saja.

Lagipula semenjak menyadari tatapan cinta wanita itu untuk Lingga, membuat Hara enggan berkomunikasi dengannya. Dia lebih banyak diam saat ditanya dan mengatakan sudah baik-baik saja.

Yang jelas keinginannya untuk pergi dari Rumah Sakit sangat besar. Kebersamaan Lingga dan Lita juga membuat Hara kecewa dan merasa dibodohi.

Dia tidak sanggup bertemu Lingga saat ini. Dirinya belum cukup imun untuk menangkis serangan kata-kata manis Lingga yang membuat dirinya luluh dan Hara tidak menginginkan hal itu terjadi. Hara perlu berpikir jernih dan menata kembali hidupnya.

Maka dari itu Hara ingin mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi di antara Lingga dan Lita, apakah benar mereka sudah benar-benar putus atau tidak.

Lalu, sudah sejauh apa proses pembatalan pernikahan antara Lingga dan dirinya? Apakah benar laki-laki itu tidak melanjutkan proses pembatalan mereka atau Lingga hanya menyembunyikannya.

Ah, rasanya Hara ingin membekukan otaknya. Dia lelah memikirkan masalah hidupnya yang tidak kunjung selesai.

"Sementara tinggal di apartemen Mas aja, gimana? Kebetulan Mas juga baru pindah ke tempat baru. Tenang aja kamarnya ada dua kok", Tio mencoba kembali peruntungannya.

Hara menggigit bibir, galau, itu yang dia rasakan sekarang. Apa sementara dia menginap di hotel saja? Tapi apa bedanya dengan kosan? Saat malam tiba, dia akan kembali merasa sendiri.

"Kalau kamu takut sama Mas, wajar kok, Ra. Atau kamu mau Mas anterin ke tempat temen kamu yang cewek?", tawar Tio dengan nada santai padahal dalam hatinya dia sangat berharap Hara mau tinggal di apartemennya yang baru saja kemarin dia tempati. Rencananya akan berjalan mudah jika Hara menerima tawarannya.

Orang pertama yang Hara ingat adalah Nice. Tapi sayang, sampai detik ini Hara masih belum tau dimana Nice tinggal. Sedangkan teman yang lain, Hara tidak punya. Teman baiknya hanya Shella, itupun dulu.

Mengingat kembali nama Shella hanya membuat Hara semakin ragu untuk menerima tawaran Tio.

"Shella..", baru menyebut namanya saja Hara sudah merasa tidak enak, tapi dia harus mengkonfirmasi agar dia tidak lagi disebut sebagai pelakor.

"Kami udah putus, ga lama habis kamu wisuda", Tio memasang wajah yang biasa saja. Laki-laki itu justru tersenyum saat melihat wajah kaget Hara.

"Kok bisa?", tanya Hara tak percaya. Padahal waktu itu Shella mengamuk padanya karena takut Tio diambil olehnya, lalu kenapa sekarang putus?

"Dia selingkuh", jawab Tio dengan nada muram. Pengalaman diduakan pasti membuat siapa saja merasa kesal.

"Dia bilang, dia sudah bosan dengan Mas dan dia juga mengaku kalau dia mendekati Mas hanya untuk membuat kamu sadar diri", sambung Tio seraya meringis. Dirinya begitu bodoh saat itu, dia tidak menyangka kalau Shella hanya memanfaatkannya saja.

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang