MG ~ 6

10.6K 695 5
                                    

Apa yang tidak diharapkan Hara terjadi juga. Pernikahan mereka sudah terlaksana. Dengan berat hati Hara menandatangani berkas-berkas di depan para pendeta dan penatua gereja.

Iya, ternyata mereka memiliki agama yang sama. Duh, padahal Hara berharap agama mereka berbeda, kan jadinya bisa batal nikah. Tapi yang namanya takdir Tuhan siapa yang tahu 'kan? Jadi Hara cuma bisa mengikuti kemana Tuhan akan membawanya.

Lingga, si naga api juga tidak bisa berbuat apa-apa. Wajahnya sebelas dua belas dengan Hara. Tidak ada raut bahagia sama sekali. Yang berbahagia malah para tetua adat.

"Nah, besok pagi pernikahan kalian didaftarkan ke catatan sipil. Jadi pernikahan kalian sah dimata hukum juga", ujar salah satu penatua gereja, membuat Hara melotot, begitu juga Lingga. Namun lidah mereka sama-sama kelu. Dohhh, membantah orang tua kan dosa, rutuk Hara dalam hatinya. Sungguh dia hanya bisa pasrah.

"Malam ini kalian sudah boleh tidur bersama. Pak Kepala Desa juga sudah menyiapkan kamar khusus untuk kalian. Kan ga mungkin jika Mbak Hara ikut ke puskes dan tidur disana bersama dokter laki-laki yang lain. Begitu juga Dokter Lingga ga mungkin tidur bersama teman-teman sekamar Mbak Hara.. Hahahhaaha", ujar salah satu tetua adat sembari bercanda.

"Sinting!", bisik Hara pelan.

"Apa Mbak Hara? Mbak Hara pasti pengennya honeymoon di hotel ya. Duh maafkan kami, disini ga ada hotel soalnya. Jadi seadanya saja ya", tambah Bapak itu lagi dengan raut wajah sedih.

"Eh bukan-bukan Pak, ga begitu. Duhh..", Hara jadi gelagapan sendiri. Mau jawab yang sebenarnya kalau dia tadi sedang mengumpat, pasti dia kena tampol. Tapi mau mengiyakan omongan bapak itu kan, salah. Hara sama sekali ga kepikiran buat tidur bareng orang yang baru dilihatnya kurang dari 24 jam. Benar-benar edan!!

Sedangkan si naga api ikut melotot kearahnya, membuat Hara melotot balik.

"Nah, ini dokumennya bisa kalian pegang. Setelah itu kalian boleh pulang", ujar salah satu penatua gereja.

Hara dan Lingga sama-sama kompak, tidak ada dari mereka yang mau mengambil dokumen yang sudah disodorkan oleh salah satu penatua gereja itu. Membuat Penatua itu mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak tahu kalau Hara dan Lingga belum saling kenal. Yang dia tahu Hara dan Lingga adalah pasangan mesum yang terciduk dan harus secepatnya dinikahkan. Jadi dia merasa aneh saat melihat pelototan Hara dan Lingga satu sama lain.

"Kalian harus akur-akur, bagaimanapun kalian sudah sah sebagai pasangan suami istri. Seharusnya kalau kalian belum siap menikah, jangan berbuat mesum ditempat umum, eh ditempat tertutup juga ga boleh, dosa!", nasehat penatua gereja itu, membuat Hara dan Lingga lagi-lagi melotot. Sepertinya citra mereka dimata orang-orang sudah tidak terselamatkan.

Penatua gereja itu meletakan dokumen pernikahan mereka dimeja. "Saya akan keluar dulu, kalau kalian ingin berbicara atau bermesraan, sekarang sudah boleh", goda penatua gereja itu lagi.

"Kamu ga bermimpi kalau saya akan tidur sama kamu kan?", yeah, si naga api mulai menyerang, membuat Hara kembali bertanya-tanya, apa benar laki-laki yang mirip Miller Khan ini seorang dokter? Soalnya kebanyakan dokter yang dikenal Hara, tidak nyinyir seperti Lingga. Semuanya ramah dan bertutur kata baik.

Hara hanya mendengus lalu melewati Lingga sambil menahan rasa kesal juga lelahnya. Hari sudah semakin malam, namun mereka masih berada diluar rumah, bahkan tidak ada seorangpun yang peduli pada kaki Hara yang luka dan terkilir. Lagi-lagi Hara merutuki dirinya yang tak cantik pun lagi gendut. Sehingga orang seringkali menganggapnya kuat dan bertenaga kuda. Tak seperti wanita cantik nan langsing, yang pasti akan diperhatikan dan dianggap perlu dilindungi.

"Hei, saya sedang bicara sama kamu!", rutuk Lingga kesal karena diabaikan Hara.

"Kamu siapa?", tanya Hara pura-pura tak mengenal Lingga, lagipula dia ingin menguji apakah Lingga akan mengakui dirinya sebagai suami Hara atau tidak.

"Kamu!!", geram Lingga yang nampaknya mengerti maksut Hara.

"Kamu ga bermimpi untuk mengakui saya sebagai istri kamu yang penurut kan?", balas Hara telak.

Lingga mendesis, nafasnya terengah-engah, matanya menatap Hara tajam. Dia seperti sosok naga sungguhan saat ini bagi Hara.

"Dengar, walaupun semua orang disini menganggap pernikahan kita sah tapi tidak bagi saya. Saya tekankan sekali lagi, saya dan kamu bukan siapa-siapa dan saya akan mengurus pembatalan pernikahan ini secepatnya!", ujar Lingga geram.

Hara yang mendengarnya hanya memasang wajah datar dan tersenyum meremehkan. "Setuju", sahutnya singkat. Dia benar-benar lelah dan tidak ingin lagi berdebat lagi dengan pria arogan yang baru dikenalnya.

"Sudah itu saja kan? Saya duluan", sambungnya lagi, lalu membalikan badan. Meninggalkan Lingga dengan langkah terseok-seok dibantu tongkat seadanya yang tadi dibuatkan oleh warga.

Lingga berdecak, baru kali ini dia menemukan wanita seaneh dan sesial Hara.

"Sial", umpatnya kesal. Sayangnya suara umpatan itu masih terdengar ditelinga Hara dan membuatnya sedih.

Ah, andaikan hari ini tidak pernah ada. Rutuk Hara dalam hati.

***

Saat Hara tiba dirumah Kepala Desa, dia disambut dengan heboh oleh teman-teman sekampusnya. Tadinya mereka ingin memberi selamat pada Hara, namun melihat wajah Hara yang kusut dan mendung, membuat mereka segera memberi jalan pada Hara yang nampaknya juga tidak ingin bertukar kata dengan mereka.

Namun tidak dengan Shella, dia mengabaikan wajah kusut Hara dan mengelayuti lengan besar Hara.

"Eh, suami baru lho mana? Dia jadi tidur disini kan malam ini? Kami udah disuruh pindah ke kamar anaknya, duhhh makin sempit aja jadinya. Kamu enak tidur berdua sama suami baru, bisa ena-ena juga. Kalian selama ini kenal ya? Kamu bilang kalian ga kenal", cerocos Shella tanpa henti.

"Aku masuk dulu, pengen istirahat", dan Hara langsung menutup pintu kamarnya tepat di depan Shella, membuat wajah Shella syok dan langsung misuh-misuh ga jelas.

"Dasar gendut ga tahu diri, aku nanya malah dicuekin. Mentang-mentang udah punya suami ganteng sekarang jadi songong gitu!", Shella nampak sengaja memperbesar suaranya, dia tidak peduli melihat wajah-wajah kaget teman sekampusnya, juga tidak peduli dengan Hara yang sekarang sedang meneteskan air mata di dalam kamar dan tertidur tanpa membersihkan diri dan mengisi perutnya yang kosong seharian.

Saat bangun dipagi hari, Hara sangat bersyukur kalau laki-laki yang terpaksa menjadi suaminya itu memegang perkataannya dan tidak memasuki kamarnya.

Hara keluar kamar dan terkejut melihat Kepala Desa yang sudah berdiri didepannya.

"Ada apa, Pak?", ujar Hara bingung. Sebenarnya Hara berniat ijin untuk tidak pergi ke sekolah. Kakinya masih sangat sakit. Tadinya dia malas keluar kamar, namun perutnya sudah sangat perih akibat tidak makan hampir delapan belas jam.

"Dokter Lingga tidak tidur disini semalam?", tanya Pak Kepala Desa yang melirik ke dalam kamar Hara yang terbuka.

Hara gelagapan, namun dia tidak bisa mengelak akhirnya Hara cuma bisa mengangguk, membuat Kepala Desa menghela nafas.

"Sebenarnya Bapak cuma mau bilang kalau Dokter Lingga mau pulang hari ini juga. Katanya kakeknya sekarat dan dia diminta untuk pulang. Bagaimanapun juga kalian sudah menikah sekarang. Ada baiknya Mbak Hara menghampiri suaminya, kalau bisa Mbak Hara juga ikut pulang bersama suami Mbak", lanjut Kepala Desa tanpa merasa ada yang salah dengan perkataannya.

Hara sendiri sudah membelalakan matanya mendengar perkatan Kepala Desa itu. Dia kaget dan ngeri. Ikut si naga api itu pergi menemui keluarganya? Ya Tuhan, apalagi ini? Rasanya Hara benar-benar mau menghilang saja.

Ttd,

lucyro
23052018

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang