MG ~ 39

7.9K 490 12
                                    

"Tunggu..", setengah berteriak Arsen menghentikan Hara yang sudah mulai menjauh.

Arsen yang tadinya sudah bertekad untuk menjauhi Hara, merasa tidak berdaya saat melihat wajah Hara saat meninggalkannya tadi. Apalagi dia sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan Hara padanya.

Sedang Hara yang mendengar suara Arsen segera menghentikan langkahnya. Dia berbalik, namun menoleh ke kanan dan kirinya. Siapa tahu saja Arsen bukan bicara padanya kan? Dia ga boleh merasa kegeeran.

"Saya, Pak?", tanya Hara dari kejauhan seraya menunjuk dirinya sendiri.

Arsen berjalan tertatih, mendekat sambil mengangguk.

"Iya, kamu. Apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya?", tanya Arsen dengan wajah yang dibuat sedatar-datarnya.

"Kalau Bapak lagi buru-buru mendingan besok saja, Pak. Takutnya cerita saya malah lama, kayaknya Bapak juga lagi ga mood", ujar Hara yang masih enggan bercerita.

"Ya sudah kamu cerita intinya saja", soalnya saya sudah terlanjur penasaran, lanjut Arsen dalam hati.

"Hmmm, begitu ya, Pak.. Hmm, intinya sih saya mau bilang kalau saya tidak memalsukan identitas waktu melamar ke sekolah ini, Pak", Hara benar-benar menceritakan inti dari inti perkataannya. Bukannya mengerti, Arsen malah makin bingung.

"Maksutnya bagaimana?", Arsen mengerutkan keningnya. Hara bicara tanpa pembukaan, Arsen sama sekali tidak mengerti apa yang sedang Hara bicarakan.

Hara menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. Menurutnya apa yang dia sampaikan sudah pada intinya, tapi mengapa Arsen belum nyambung. Kalau begini kan mau ga mau dia harus menceritakan keseluruhan cerita. Belum lagi kalau Arsen bertanya kenapa bisa menikah. Uhh, Hara males harus mengulang cerita memalukan itu.

"Maksut saya, haduh, ini bakalan lama lho, Pak kayaknya. Bapak buru-buru, kan?", Hara galau sendiri. Kalau dia nyerocos kira-kira Arsen tambah marah ga ya? Hara ga mau dibentak dan dia benci dibentak.

"Sebenarnya kamu niat cerita ga sih? Atau kamu cuma mau main-main dengan saya?!", tuh kan belum apa-apa Arsen sudah marah lagi.

"Sudah lah, kapan-kapan saja", Arsen yang sudah terlanjur kesal berbalik badan dan berjalan meninggalkan Hara.

Hara menggigit bibirnya, sepertinya dia semakin membuat Arsen marah.

"Pak, tunggu, Pak!", Hara mengejar Arsen. Dia tidak mau laki-laki itu kesal padanya.

Tanpa sadar, Hara memegang lengan laki-laki itu, membuat sang pemilik lengan berhenti kaku. Gadis didepannya ini memang paling bisa menjungkirbalikan perasaannya. Yah, namanya juga juga bucin, dipegang dikit pasti luluh.

"Jadi sebenarnya saya cuma mau bilang, kalau saya nulis dilamaran kemarin, saya belum nikah tapi sebenarnya saya itu udah menikah, tapi ga nikah beneran gitu lho, Pak", Hara buru-buru menyerocos, takut kalau Arsen marah lagi karena gara-gara dirinya dianggap bertele-tele.

"Ya Tuhan, Hara.. ngomongnya pelan-pelan.. Kamu kenapa sih ngomongnya kayak diuber setan kayak gitu? Saya ga ngerti kamu bilang apa", Arsen frutrasi sekaligus gemas dengan gadis yang ada didepannya ini. Benar-benar polos.

"Hehehehe, abis Bapak bilangnya saya harus ngomong intinya aja", ujar Hara sambil menunjukan cengirannya.

Arsen yang mulai luluh melihat tingkah laku Hara yang menggemaskan, menghela nafas lalu mengajak Hara untuk duduk di taman.

"Kita duduk disana, kamu ngomongnya pelan-pelan aja biar saya nyambung", ujar Arsen sembari melangkah menuju taman.

"Tapi katanya Bapak buru-buru", protes Hara.

Miss Gendut (2# Teacher Series) - (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang