CHAPTER 10: It's Okay

758 52 0
                                    

Waktu kian beranjak. Humaira kini duduk di salah satu kursi kosong sebuah kedai mie. Tak berselang lama, Hyunsik datang dengan membawa dua mangkuk berisi mie kacang hitam yang masih mengepulkan asap. Dia kemudian duduk di kursinya dan bersiap menyantap mie itu.

"Selamat makan!" ujarnya sembari mengaduk mie miliknya.

Namun, baru satu suapan. Ia mendapati Humaira yang hanya mengaduk mie miliknya,"kau tidak makan?"

"Tidak... aku... hanya tidak tahu cara memakai sumpit..." gadis itu tersenyum malu.

Hal itu membuat Hyunsik terkekeh,"sebentar, biar kuambilkan garpu..."

"Andwaeyo. Akan kuambil sendiri saja. Kau hanya tunjukkan di mana aku bisa mendapatkannya."

"Baiklah. Minta saja pada kasir..."

Segera Humaira bangkit dan bergerak ke meja kasir. Usai mendapatkan sendok dan garpu, gadis itu makan dengan lahap hingga mie dalam mangkuk tandas seluruhnya.

Selepas makan, mereka pun bergegas untuk pulang ke apartemen. Logat kaku milik Hyunsik terlihat cair, mereka saling bergurau dengan hangat. Sesekali membicarakan tentang tugas kelompok yang akan dikumpulkan.

Mereka berpisah saat Humaira lebih dulu sampai di depan pintu apartemennya,"Hyunsik-ssi, maksudku... Hyunsik-a, terima kasih... lain kalo aku yang akan mentraktir..."

"Ne, sampai jumpa."

Humaira membuka pintu rumahnya dan masuk. Begitu hendak melepas sepatu, ia mendapati sepasang sepatu tinggi berwarna hitam tergeletak begitu saja. Ia dapat mengira siapa yang datang.

Ia bergegas melepas sepatunya dan melangkahkan kaki lebih ke dalam. Di dengarnya suara isak tangis. Gadis itu pun terkejut saat mendapati Junhee yang duduk meringkuk dengan rambut acak-acakan.

Humaira mendekat dan menepuk pelan pundak gadis itu. Hati-hati, ia mendongakkan kepala Junhee dan di sana sudah ada bercak darah menghias sudut bibirnya.

"Junhee-ya, apa yang terjadi..." Humaira merengkuh gadis itu dan menepuk punggungnya pelan.

"Ju... Ju... Junmyeon, me... meemukul..." ujar gadis itu di sela isak tangis.

Humaira telah mengerti,"apa kau membuat kesalahan?"

"Mmolla... aku menolak perjodohan itu. Aku tidak mau... dan mereka masih memaksaku... mereka bilang, aku jalang tak tahu malu. Hidupku adalah aib, dan... jika tak menurut..." gadis itu tak dapat melanjutkan ucapannya dan menangis lebih keras.

"Tenangkan dirimu dulu. Kakakmu hanya marah, mungkin karena penolakan itu..."

Humaira membiarkan Junhee menangis dan meluapkan semua rasa sakitnya. Ya, ia hanya perlu diam sembari menepuk pundaknya pelan-pelan. Sekilas terpintas, inilah takdir yang digambarkan Tuhan dan ditunjukkan oleh waktu. Lagi-lagi waktu berperan antagonis, barangkali itu memang perannya.

(***)

Kedua gadis berbeda keyakinan itu kini tengah berboncengan dengan sepeda Humaira. Terlihat Junhee dengan semangat mengayuh. Benar, gadis berkuncir kuda itu terlihat lebih segar. Dia pun telah berganti pakaian dengan setelan hoodie milik Humaira. Keduanya terhenti di sebuah kedai dan memesan makanan.

Humaira ternganga saat menatap Junhee yang menyantap lahap semangkuk samgyetang. Gadis yang merasa diperhatikan itu mengulurkan sepotong paha ayam pada Humaira,"kau mau?"

Humaira menelan salivanya sendiri,"tidak. Aku makan ini saja." Tolaknya dan memilih menyantap nasi gulung yang dipesannya.

"Kau akan gendut karena karbohidrat." Balasnya dan menggigit paha ayam itu.

"Lalu bagaimana denganmu? Seekor ayam di mangkukmu?"

"Tidak masalah. Proteinku akan habis saat mengayuh sepedamu..." acuhnya dan tetap fokus makan.

Usai makan, mereka kembali berjalan-jalan di sekeliling sungai Han. Merasa lelah, mereka pun duduk di salah satu bangku taman.

"Dijah-ya. Haruskah aku mencari tahu tentang pria yang dipasangkan denganku?"

"Tentu saja. Sebaiknya tanyakan dulu pada kakakmu, katakan jika kau akan belajar mengenalnya." Terang Humaira.

"Tapi... aku takut kakakku... lalu bagaimana tentang Sehun Sunbae..."

"Hei! Apa itu penting? Sehun-i... kau tahu perasaannya?" tanya Humaira membuat temannya itu menggeleng.

"Jangan terlalu dalam menyukai seseorang. Nanti jika terjatuh, kau akan kesakitan sendiri... jika memang dia untukmu, maka dia akan menjadi milikmu dengan cara yang tak pernah kau sangka, dan juga sebaliknya..."

Ucapan Humaira membuat Junhee tersenyum. Ya, mungkin ada benarnya. Berkali-kali gadis itu menyenggol Humaira dengan wajah tersipu. Sedang Humaira memilih menyingkir dari temannya yang terlihat aneh itu.

(***)

HOW WE MEET ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang