CHAPTER 11: Piece Of News

787 53 0
                                    

“HUWAAAAA…. HEBAT…. AH AKU TIDAK MENYANGKA INI!!!!”

Terlihat mahasiswa bernama Sungjae itu melompat-lompat kegirangan usai melihat papan pengumuman yang ada di kelas. Ia menghampiri tempat duduk Hyunsik dan membungkuk hormat di samping Hyunsik yang duduk dengan tenang.

"Hyung-nim... aku sangat menghormatimu..."

Humaira yang baru datang pun menghampiri,"apa dia sakit? Kau baik-baik saja?" tanyanya serius pada Sungjae.

Bukannya merespon. Lelaki itu justru mendorong Humaira ke belakang dan menyeret kursi kosong. Dia pun duduk di samping Hyunsik dan memeluk lengannya.

Merasa risih, Hyunsik melepas paksa lengannya dan bangkit,"kalau aku kembali, kau tidak enyah dari hadapanku. Lihat saja..." kecamnya lalu pergi begitu saja.

Seketika Sungjae membeku. Perlahan lelaki itu membawa mundur kursinya dan kembali pada tempat semula. Humaira hanya menggeleng kepala dan duduk di samping Sungjae,"Hyunsik mungkin kesal karena kau hanya menikmati nilainya."

"Kesal? Aku sangat memujinya. Dia telah membantuku, dan itu wajar karena kami bersaudara..." elak lelaki itu.

"Saudara? Kau? Dengan Hyunsik? Pftt..." Humaira tak dapat menyembunyikan tawanya.

Di sela-sela perdebatan itu, seorang mahasiswa menghampiri meja keduanya,"Khadijah-ssi, dosen wali memanggilmu..."

"Eoh, baiklah. Terima kasih..."

"Eum..."

Gadis itu lantas bangkit dari duduknya dan pergi menemui dosen yang dimaksud. Dia masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat banyak berkas arsip. Dia memberi salam hormat pada seorang pria paruh baya yang telah menunggu. Mendapat izin, ia pun duduk di kursi kosong di depan lelaki itu.

"Tanggal ujian telah ditetapkan. Jangan lupa tujuanmu datang ke Seoul. Pihak universitas telah melihat beberapa kemampuan dasar dan perkembanganmu selama di sini," pria paruh baya itu mengatur posisi duduknya,"kuharap kau mampu bersaing di Universitas Nasional Seoul dan mencantumkan nama baik baik bagi kami ataupun Universitas Airlangga."

"Ne, saya akan berusaha dengan baik..."

Lelaki itu kemudian menghela nafas,"tapi, kau memiliki target peringkat 1-3 untuk kelas dan 1-5 besar untuk seluruh angkatan. Jika kau gagal masuk peringkat itu, maka perjalanan di Seoul harus terhenti dan beasiswamu akan dikurangi satu semester."

"Ne, saya mengerti."

"Baiklah," lelaki itu pun bangkit dari duduknya dan meraih beberapa lembar kertas dan diberikan pada Humaira,"ini jadwal ujiannya, tolong ditempelkan di mading, ya."

"Ne, Gyosunim." Gadis itu meraihnya dan berpamitan.

"Aaah... aku lupa. Kalau peringkatmu berada di nomor 1, maka bersiaplah untuk berlibur ke Indonesia."

Seketika gadis itu tersenyum lebar dan membungkuk berkali-kali,"aku sangat berterimakasih, Pak."

Ya, sepatah kalimat itu berhasil membuatnya berbunga. Meski ia tak tahu, akankah dapat menempati posisi itu? Pikirkan itu lain kali.

(***)

Kebahagiaan tentang angan-angan kampung halaman membuat gadis itu masih menebarkan senyum. Ia telah memantapkan diri pada satu tujuan itu. Gadis itu menyalurkan kebahagiaan itu pada setiap wajahnya.

"Aigo... apa kau mendapat kabar baik?" tanya Sehun yang duduk di samping gadis itu sembari memasang sepatunya.

"Eoh... sangat bahagia. Ini lebih bahagia daripada mendengar berita kau jatuh terjengkang." Ringannya sembari menali sepatu miliknya.

Kesal. Sehun pun mendecih. Ia bangkit dan berdiri di depan gadis yang masih duduk itu. Dia mendongakkan kepala gadis itu dengan mengangkat ujung kerudungnya, ia pun menundukkan wajah dan menatap Humaira,"hei! Aku Sunbae. Kau akan terkena akibat karena meremehkanku..."

Seketika gadis itu menepis tangan Sehun dari kepalanya dan bangkit,"Sunbae? Kau? Cih, Sunbae macam apa sepertimu? Kau gila... lihat saja. Jika aku kembali ke negaraku, maka kau akan meratapi kepergianku..." terangnya lalu mendorong tubuh Sehun ke belakang.

Masih tak menyerah, Sehun mengejar gadis itu,"meratapi? Kau? Ahaahaaaa... hei!!! Justru kau yang akan merindukanku dan menyesal karena tidak sopan..."

Gadis itu kian dibuat kesal. Ia terhenti dan berkacak pinggang di depan Sehun yang penuh ejekan,"hei! Baiklah! Bisa jadi nanti aku merindukanmu, atau kau merindukanku. Bisa jadi juga kau dan aku saling merindu, tapi bisa pula kau dan aku saling melupakan. Kau puas!" tegasnya lalu mendorong lagi tubuh Sehun,"menyingkir... aish... mengganggu saja..." gumamnya sembari menjauh.

Sehun hanya terkekeh pelan melihat punggung kesal Humaira yang menjauh,"rindu? Eoh, bisa jadi. Aku akan sangat merindukanmu, Paboya..." gumamnya lalu mulai berjalan.

Tanpa disadari, jika keduanya tengah diawasi oleh sepasang mata dari kejauhan. Pasang mata itu berkerut sendu. Dia menghela nafas panjang lalu mempercepat langkah kakinya.

(***)

Tak seperti biasanya, DeLee Restaurant tak seramai biasanya, bahkan terbilang kosong tanpa pengunjung. Namun tidak dengan dapur, para koki sibuk memasak dengan pantauan tajam milik Changsub. Ya, lelaki itu seolah tak memiliki kaki lelah untuk berkeliling mengecek setiap pekerjaan yang dilakukan juru masaknya.

Lelaki itu kini berada di tempat pemanggang milik Sous Chef, dia meraih garpu dan pisau lalu mengiris daging yang telah tersaji di atas piring. Ia mengamati penampilan daging bakar itu sebelum akhirnya menyantap satu suapan. Ia memejamkan mata dan merasakan daging yang memecah lidahnya.

"Geurae. Ini bagus dan juicy, tapi... kurangi garam pada kaldunya. Kita harus dapatkan karakter wine, setidaknya lebih baik dari wine..." komentarnya lalu meletakkan pisau.

"Ne, Chef."

Changsub tersenyum singkat lalu beralih pada hidangan yang lain. Ya, lelaki itu benar-benar menghapus wine dan minuman alkohol dalam masakannya. Sesekali matanya melirik pada gadis berkerudung yang sibuk mengupas bahan, lalu mencuci peralatan, dan yang lainnya. Dia terlihat berkeringat. Namun, wajahnya tampak sumringah tak sedih.

Lelaki berseragam koki hitam itu beralih pada meja saji lalu melirik jam tangannya. Dia kemudian memberi instruksi pada semuanya agar mengusaikan kegiatan dan beristirahat.

"Kutunggu di meja depan 10 menit lagi. Termasuk kau..." tunjuknya pada Humaira lalu beringsut pergi.

Satu per satu para pegawai dapur menanggalkan apron dan pergi ke ruang utama. Tak terkecuali dengan Humaira. Gadis itu duduk di sebuah kursi tepat di samping teman sesama asisten dapur.

"Dija-ya, kau terlihat sangat senang hari ini. Kau berkencan?" tanya gadis di sampingnya itu.

Belum sempat menjawab, seorang lelaki yang melintas di belakang mereka pun mendekat,"apa? Berkencan? Sungguh? Kau berkencan?"

"Jinjja? Uwaaa... Khadijah..." Sous Chef yang entah datang dari mana juga mendekat dan menyoraki gadis itu,"hei... kau sudah dewasa..."

Mendengar keributan ringan itu, Changsub pun mendekat dan melihat Humaira yang tampak bingung,"ada apa?"

Lagi, keinginan Humaira berbicara pun terpotong oleh orang-orang. Ia hanya dapat menghela nafas dan tertunduk.

"Sungguh?"

"Ne, Chef."

"Eum. Bagus." Singkatnya lalu beringsut begitu saja.

Terlihat jelas jika Changsub tak senang mendengar kabar itu. Bunga-bunga mekar dalam dirinya seolah melayu begitu saja. Hatinya, tiba-tiba terasa sedikit nyeri. Ya, ia tak suka pada siapapun pria yang menjadi teman kencan Humaira. Dalam suasana yang buruk, lelaki itu kembali pada ruangannya dan mengomel sendiri. Dia menatap pantulan tubuhnya dari cermin.

"Aku tampan. Aku juga keren, aku juga hangat... apa yang kurang menarik? Apa dia suka pria usil? Atau pria dingin? Aish... aku bahkan lebih baik dari Oh Sehun..."

Ya, lelaki itu kesal tanpa sebab. Dia tak hentinya berpose di depan cermin itu dengan berbagai ekspresi sembari menimang-nimang pertanyaan yang jelas tanpa jawaban.

(***)

HOW WE MEET ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang