Changsub meletakkan kantong kereseknya di atas meja penatu,"hei! Jangan biarkan alkohol itu menyampah di pakaianku. Jika tetap tidak hilang, kau bisa memilikinya."
Selepas dari penatu, lelaki itu pun membawa sedannya menuju tempat sang ayah. Tak lupa ia membawa serangkaian bunga krisan beragam warna. Sesampainya di sana, ia meletakkan bunganya di depan nisan sang ayah.
Ditatapnya gambaran perawakan sang ayah yang terbaring dengan kedua mata tertutup rapat, wajah pucat, dan tubuh mendingin.
"Abeojhi, sekarang bagaimana? Aku menyukainya, aku pun ingin menjadi muslim. Tapi... sesuatu terjadi," lelaki itu menghentikan ucapannya,"apakah ini yang di sebut jalan berduri menuju kebahagiaan? Kuharap, Tuhan Allah akan menerimaku, seperti Dia menerimamu, dan menjadikanmu pria yang kuat..."
Cukup lama lelaki itu mengutarakan seluruh isi hatinya. Ya, dia seolah tak memiliki jalan lain untuk bercerita selain pada sang ayah, dan Tuhan yang menyaksikan.
Setelah puas, ia pun meninggalkan peristirahatan sang ayah. Tak kembali ke rumah, lelaki itu memilih pergi ke Sungai Han. Dia berjalan mengikuti arus sungai yang tenang. Sedikit penatnya terlepas. Mungkin alam bebas membawanya terbang jauh.
Mata yang senantiasa mengedar dan membiarkan angin menembus kemeja tipisnya. Langkahnya sontak terhenti saat ia mendapati gadis berkerudung yang sangat tak asing di matanya. Gadis itu menatap ke arah lain dan memunggunginya. Senyumnya pun tercetak, ia berniat mendekat. Namun langkahnya terurung saat mendapati sosok di depan gadis itu. Ya, Junhee.
Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Keduanya terlihat tak akur. Perlahan gadis berkerudung itu memundurkan langkahnya. Ya, dia di dorong oleh gadis di depannya.
"Kau keterlaluan. Kau memiliki hati Sehun, kau juga memiliki hati Changsub. Tapi... aku tahu hatimu yang egois itu tertuju pada siapa. Changsub, takkan kubiarkan kau memilikinya!"
Satu dorongan keras membuat Humaira terjatuh ke belakang. Gadis bersurai panjang itu menyeringai lalu mendekat. Dia bersiap menampar Humaira yang sudah menangis. Dia bahkan menutup matanya rapat-rapat dan menelan saliva lebih lamat lagi.
"BRENGSEK!!!!"
Layangan tangan milik Junhee berhasil tertahan oleh Changsub. Keterkejutan tak dapat disembunyikan. Sementara Changsub beralih menatapnya tajam. Dia menghempaskan tangan Junhee dengan kasar.
"Pergi kau!"
"O... Oppa..."
Gadis itu bergetar. Ia berusaha menatap lembut lelaki itu, namun dia terlalu menggebu. Alhasil, Junhee pun menitikkan air mata dan mendekat. Dia meraih tangan Changsub dan berusaha untuk mendapat balasan dari tatapannya.
"Oppa, dia yang membuatku bertindak... aku hanya ingin hubungan kita baik-baik saja. Aku ingin menjaga hubungan kita... tapi kau..."
Muak. Changsub menepis lengannya dari Junhee dan menyeringai,"hubungan? Apa? Kupikir kau bisa kupercaya, tapi kau justru menyakitinya. Kau tuli? Menyingkir dari hadapanku!!!!" sentaknya lagi.
Rupanya pembelaan itu tak berbuah manis. Humaira justru bangkit dengan tegas dan menampar Changsub dengan keras. Dia dengan mata berairnya menatap tajam pria di depannya.
"Jangan membentaknya!!!"
Panas. Ya, itu yang Changsub rasakan. Pipi kanannya cukup panas karena tamparan itu. Dia terkejut dengan sikap Humaira. Namun, lagi-lagi amarah menguasai dirinya. Diraihnya lengan Humaira dan ditatapnya tajam.
"Lalu, kenapa kau diam saat dia kasar padamu! Kenapa kau tidak membalas? Kau bodoh!!!"
"Aku memang bodoh. Aku membelanya karena dia temanku. Aku ingin dia bahagia. Setidaknya selama sisa waktuku di sini, aku ingin membuatnya bahagia. Katea dia temanku..."
"Lalu... bagaimana denganku?" Tanya pria itu lirih.
Enggan menjawab. Humaira melepas tangan Changsub yang mencengkram lengannya. Dia mengusap air mata dengan kasar,"dia temanku. Kau hanya belum mengerti Junhee. Dia tak seperti apa yang kau lihat... yang tadi itu... benar, akulah yang memancing amarahnya..." jelasnya lalu pergi begitu saja.
Sekilas mata Changsub mengarah pada Junhee yang perlahan mendekat. Namun, Changsub masih menepisnya dan pergi begitu saja. Hal itu membuat Junhee kembali geram. Gadis itu mengerang keras lalu berjongkok dan menangis.
Di bawah naungan bunga cherry yang berguguran dengan daun menguning. Mereka sedikit melayang karena hembusan angin menerpa. Humaira duduk di bawahnya dengan posisi memeluk kedua kaki yang tertekuk sembari menenggelamkan wajah pada kedua lututnya. Terlihat jelas gadis itu sesenggukan.
Changsub dengan wajah dan penampilan kusutnya menghampiri dan berdiri di depannya,"mianhae... aku sungguh minta ma'af..."
Gadis itu terdongak. Dia dengan mata nanarnya menatap jemari pria di depannya. Perlahan ia meraih jemari lesu Changsub dan mengusap sebuah cincin putih yang melingkar di jari manisnya. Senyum gadis itu terukir,"cincinmu... sangat bagus. Aku harap kau akan terus mengenakannya hingga menikah."
Sontak Changsub menepis tangannya,"apa kau senang?"
Gadis itu pun bangkit,"ne, aku sangat senang. Aku mengerti perasaan Junhee... kuharap ini jadi pertemuan terakhir kita... aku tidak mau temanku terluka karena kekasihnya menyukai wanita lain..." ungkapnya dan berjalan meninggalkan Changsub.
Ya, lelaki itu membiarkan yang dikejar pun pergi. Dia bergeming menatap pohon cherry di depannya. Daun-daun itu jatuh lebih sering seperti gerimis ringan. Dia pun mendongakkan kepalanya ke atas, mengedipkan mata berkali-kali guna menahan air dalam kelopak jatuh.
(***)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW WE MEET ☑
Fanfiction(SELESAI REVISI) Perlahan gadis itu mendekat,"kenapa kau tidak mendengar? Aku sangat lelah mengejarmu sedari tadi. Kau tahu jika kakiku tak sepanjang milikmu..." Langkah dan ucapan gadis itu tertahan saat melihat Changsub tiba-tiba berjongkok di de...