Tepat saat pukul 11.30 malam, seluruh kegiatan diakhiri oleh Changsub. Ia melihat seluruh karyawan dapur terlihat senyum dan saling membantu hingga selesai dan berdiri dengan rapi pada posisi istirahat di tempat. Changsub berdiri di posisi terdepan tepat di tengah barisan karyawannya.
"DeLee Restaurant akan resmi buka kembali pada hari jumat mendatang dengan gaya baru dan suasana baru. Tak ada minuman alcohol lagi di sini, dan tentunya DeLee telah bersertifikat halal." Ujar lelaki itu.
Mata Changsub sejenak mengedar dan kembali terfokus tajam,"terima kasih untuk kerjasamanya, sampai jumpa hari jum'at. Selamat malam." Tutupnya lalu beringsut pergi dari hadapan mereka semua.
Usai berbenah dan mengganti pakaian. Humaira pun keluar dari resto dan menuju parkiran. Namun, gadis itu terperanjat kaget saat mendapati Changsub yang tiba-tiba berkacak pinggang di depannya.
"Ayo pulang bersama." Singkatnya lalu berbalik dan mengambil sepeda miliknya.
Tak dapat mengelak, gadis itu pun hanya diam dan mengekori lelaki itu. Ya, mereka mengayuh sepeda dengan beriringan,"hei! Kau menyukainya?" tanya Changsub tiba-
"Siapa?"
"Teman kencanmu..."
Mendengar itu, Humaira mengerem sepedanya dan berhenti. Ia menghela nafas dalam. Begitupun Changsub, ia berhenti di samping gadis itu dan menatap penuh pertanyaan.
"Chef," gadis itu mendongak dan menatap Changsub.
"Wae?"
"Kau mempercayaiku?" tanyanya kemudian.
"Aaah.. waeee????"
"Aku tidak berkencan. Mereka salah paham. Aku bahkan tidak mengatakan apa-apa..." terangnya.
Sedikit, senyum Changsub terangkat,"lalu, kenapa tidak menyangkal? Dan kenapa kau senyum-senyum seperti yang dimaksud tadi?"
"Itu... kalian tidak mengizinkanku berbicara. Aku senang karena jika aku peringkat pertama di ujian nanti, maka aku akan dapat tiket berlibur ke Indonesia."
Changsub menyembunyikan senyumnya lalu mengayuh sepeda,"lalu apa urusannya denganku. Kalau berkencan, ya, berkencan saja."
"Chef!!!!"
Changsub semakin cepat mengayuh sepedanya membuat Humaira kesulitan mengejar. Ya, memang tak ada urusan dengan Changsub. Tapi, rasanya aneh jika tetap diam dan mengiyakan ucapan orang-orang.
Waktu sudah melewati tengah malam, namun lampu belajar yang ada di ruangan milik Hyunsik masih menyala. Si empu terlihat fokus pada buku-buku di depannya. Merasa lelah, ia pun melirik jam di ponsel yang sudah pukul 02.39 dini hari.
Lelaki itu memijit ringan dahinya lalu bangkit. Dia berdiri di depan jendela kamar yang tertutup rapat. Di luar ternyata gelap dan sepi. Ia tak tahu pasti kapan matahari tenggelam dan malam telah larut. Ia tak tahu benar jika waktu berputar tanpa henti. Rasanya, masih ada di tempat yang sama.
(***)
Hari lain menyapa dengan keadaan lebih sibuk. Gadis berkerudung itu pun sibuk dengan buku catatannya. Ya, gadis itu telah banyak berkutat dengan buku-buku di sela kesibukan yang lain. Ada harapan besar yang ia sematkan sebagai penyemangat. Gadis itu terlihat duduk di depan mushola kampus sembari membaca.
"Hei, kau menjadi sangat sibuk. Apa karena hadiah semu itu?" tanya Sehun yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
"Hadiah semu? Itu bukan hadiah semu! Tapi nyata, aku harus bekerja lebih giat agar mendapatkannya..." balas gadis itu.
Sehun menghela nafas,"kun fayakun, kau jangan lupa hal itu. Bisa jadi Allah merubah nasibmu, jangan terlalu berharap. Jika, nanti Allah tak berkehendak, maka kau akan terluka sendirian..."
Seketika gadis itu menghentikan kegiatannya. Dia menengok ke arah Sehun dengan wajah lesu,"kenapa kau membuatku kecil hati?"
Lelaki itu terkekeh pelan lalu berdiri. Dia kemudian berjongkok di depan Humaira,"hei, aku hanya sedikit menyadarkanmu, agar tak terlalu berharap pada apa yang belum pasti. Berusahalah semampumu, tapi jangan memaksakan diri... beberapa hal mungkin tak berjalan sesuai keinginanmu..."
"Dijah..."
Suara halus itu menyapa telinga keduanya. Sontak Humaira bangkit dan mendapati Junhee telah berdiri tak jauh darinya. Gadis itu tersenyum nanar, segera Humaira mendekat,"kau sudah lama?" tanyanya.
"Tidak. Baru saja. Apa... aku mengganggu percakapan kalian?"
Pertanyaan singkat itu membuat Humaira merasa tak nyaman. Ya, ia memahami sebagian kecil perasaan milik Junhee,"aniya. Kami sudah selesai, aku hanya bertanya sedikit padanya. Ayo pergi..."
Humaira segera menggandeng lengan Junhee dan pergi dari sana. Benar, ia tak mau ada salah paham antara ia dan Junhee.
Keduanya kini duduk di salah satu bangku taman. Junhee yang masih memikirkan kejadian tadi terlihat tak nyaman. Dia tertunduk dengan pikiran yang entah lari ke mana.
"Dijah-ya..."
"Eumm, ada apa? Kau masih memikirkan pertemuanku dengan Sehun?"
Gadis itu mengangguk, dia pun menatap temannya itu,"kau menyukainya?"
"Sudah berapa kali aku berkata, aku tidak menyukainya. Kami hanya dekat karena dia dan aku memang telah mengenal di lingkungan Itaewon. Dia juga hanya menganggapku seorang adik kecil, aku benar-benar tidak menganggapnya lebih..."
"Geurae? Lalu... bagaimana jika dia menyukaimu?" tanyanya lagi.
Sontak Humaira terdiam. Dia menatap lurus ke depan kemudian tertunduk,"aku tidak tahu. Tapi, aku bisa pastikan dia tidak menyukaiku... aku... aku menyukai orang lain... bukan Sehun..."
Sekilas Junhee mengangkat sudut bibirnya dengan berat lalu bangkit dari duduknya,"baiklah. Aku harus pergi, sampai jumpa." Pamitnya lalu bergerak meninggalkan Humaira.
Entah perasaan apa yang muncul. Ia tak tenang dan merasa aneh pada sikap Junhee. Ia hanya berharap, tak akan ada hal buruk yang menanti.
(***)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW WE MEET ☑
Фанфик(SELESAI REVISI) Perlahan gadis itu mendekat,"kenapa kau tidak mendengar? Aku sangat lelah mengejarmu sedari tadi. Kau tahu jika kakiku tak sepanjang milikmu..." Langkah dan ucapan gadis itu tertahan saat melihat Changsub tiba-tiba berjongkok di de...