“Junhee-ya!”
Humaira menyapa gadis berambut panjang itu dan duduk di sampingnya,"kau yakin akan kembali ke rumah hari ini?"
“Tentu, aku sudah mempersiapkan mentalku…” ia menepuk-nepuk dadanya.
Gadis itu kemudian memberikan satu cup kopi kepada Humaira,"mereka memberiku gratis satu."
"Gomawoyo."
Keduanya lantas melanjutkan percakapan hingga tak menyadari jika kopi itu telah tandas. Ya, percakapan itu terus berlanjut hingga mereka kedatangan seorang pria tinggi yang berdiri di depan Humaira. Sejenak dia melirik Junhee yang menunduk lalu memberikan sebuah buku catatan pada Humaira.
"Gomawo. Kau punya teman baru?"
"Aaah... Junhee... namanya Junhee," balas Humaira.
Junhee hanya mengangguk dan mengucapkan salam dengan lirih. Entah kenapa wajah gadis itu berubah merah. Lelaki itu kemudian berpamitan dan pergi meninggalkan mereka.
Junhee lantas menghela nafas panjang dan tersenyum malu. Hal itu membuat Humaira terkekeh,"kau baik-baik saja, Chinguya?"
Masih dengan raut merah malunya dia menggelengkan kepala sembari menggigit bibir bawahnya. Dia kemudian menutup kedua wajahnya,"aniya... aku tidak baik-baik saja. Dadaku... bergetar sangat cepat, bahkan rasanya sangat sesak. Bagaimana ini..."
Tawa Humaira pecah,"kau menyukainya?"
"Aniya..."
"Aish... kau menyukainya."
Humaira mengacak rambut Junhee dan gadis itu semakin salah tingkah. Junhee kemudian menarik Humaira dan berbisik,"ini rahasia."
Seketika tawa keduanya kembali pecah. Sesekali Humaira menggoda Junhee dan membuat gadis itu kian memerah.
(***)
“Nenek mau ke mana?” tanya Changsub pada sang nenek yang sudah berpakaian rapi dan tampak tertutup.
“Ke Itaewon.” Singkatnya disertai senyum.
"Lagi?"
Wanita tua itu mengangguk. Seketika Changsub menghalau,"andwae. Diam saja di rumah dan menonton TV."
"Apa maksudmu?"
"Kau lupa kejadian terakhir kali? Lagi pula tidak ada yang berguna dari ucapan-ucapan mereka semua." Ketusnya.
"Aku akan tetap pergi."
"Halmeoni!"
"Aku baik-baik saja. Aku terkena serangan karena mengingat mendiang ayahmu, dan ucapan mereka itu bukanlah kesalahan. Belajarlah menghargai perbedaan orang."
Changsub terdiam, dia melihat raut sang nenek yang tampak emosi. Namun, wanita tua itu memilih tetap tenang dan menangkup kedua wajah sang cucu,"Changsub-a. Mereka sangat baik. Aku merasakan ayahmu tersenyum dan melambai padaku setiap kali aku bergerak ke sana. Ayahmu... aku memahaminya. Ucapannya benar, bahwa tidak seharusnya perbedaan merusak keramahan, kau mengerti..."
"Halmeoni..."
"Kau libur, kan? Ayo pergi bersama... kau juga harus belajar."
“Tapi, nek…”
“Changsub-a… Nenek tak ingin menunjukkan hal buruk, aku bahkan sangat menyayagimu. Ayolah sekali ini saja!” wanita itu menyela ucapan Changsub dan membuatnya mau tidak mau mengangguk.
(***)
Changsub menuntun wanita tua itu memasuki areal gedung yang disebut masjid itu. Ya, hatinya dipenuhi oleh keraguan, namun ia tetap melangkah masuk.
Matanya yang mengedar tak disangka menangkap gambar seorang gadis bergamis panjang dengam wajah tak asing. Dia berlari mengejar seorang pria di depannya yang berwajah mengejek.
Gadis itu mengangkat sedikit tinggi gamis bawahnya agar leluasa untuk berlari. Dia rupanya mengenakan celana panjang untuk menutupi kakinya. Pantas saja.
"HEI!!! SEHUN-A!!! OH SEHUUUN!!!!!" teriak gadis itu sambil terus mengejar lelaki di depannya.
Tanpa disadari bibir Changsub terangkat dan menunjukkan seutas senyum ringan. Wanita tua itu menyadari cucunya yang melamun, ia menggelengkan kepala dan menjitak kepala lelaki itu.
"Aduh!!!" lelaki itu mengusap kepalanya yang sakit,"Halmeoni!!!!"
"Hei! Ikuti aku..." tangan keriput itu menariknya cukup kuat dan membuat Changsub menurut meski dengan gerutuan.
(***)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW WE MEET ☑
Fanfiction(SELESAI REVISI) Perlahan gadis itu mendekat,"kenapa kau tidak mendengar? Aku sangat lelah mengejarmu sedari tadi. Kau tahu jika kakiku tak sepanjang milikmu..." Langkah dan ucapan gadis itu tertahan saat melihat Changsub tiba-tiba berjongkok di de...