CHAPTER 12: I'll Do It

697 46 0
                                    

Changsub terlihat berjalan beriringan dengan sang nenek menyusuri koridor yang menuju tempat tinggal sang adik. Tangan kiri pria itu menenteng sebuah kantung plastik putih berukuran sedang. Di sela-sela perjalanan, Changsub menghentikan langkahnya dan mengarah pada sebuah pintu rumah.

"Ini tempat tinggal Khadijah."

"Jadi mereka tinggal di lingkungan yang sama... syukurlah..."

Changsub mengangguk lalu menggandeng lengan sang nenek dan menuntunnya menuju tempat Hyunsik. Begitu sampai, ia lantas menekan tombol sandi.

"Apa tidak masalah masuk tanpa izin?"

"Apa maksudnya? Hyunsik bilang tidak apa-apa, dia ada kuliah dan akan kembali saat jam makan siang. Itu sebabnya aku membawa makanan." Terangnya.

Begitu pintu terbuka. Changsub mengajak neneknya masuk. Namun, ia mengerutkan kening saat mendapati sepasang sepatu hak tinggi dan sneakers yang sepertinya milik Hyunsik. Baru saja ia melepas sepatu, pendengarannya dikejutkan oleh suara keras yang terdengar seperti tamparan.

Segera ia mencari sumber keributan. Dan benar, pasang matanya dihadapkan oleh sosok sang ibu yang tengah memarahi Hyunsik. Lelaki itu hanya tertunduk bergeming dengan kedua tangan mengepal keras.

"Eomeoni, kumohon..." lirih lelaki itu.

Sang ibu dengan sorot mata tajamnya masih mengarah pada Hyunsik. Dia menghela nafas lalu meraih tas jinjingnya,"kau sudah mengecewakanku. Tak ada pilihan lain selain kau menerima perjodohannya. Aku akan mengurus semuanya. Aku tidak menerima penolakan..."

"Andwae!"

Satu kata keluar dari pita suara Changsub membuat keduanya beralih pandangan pada Changsub yang berdiri tak jauh. Dia melangkah lebih dekat dan tanpa ragu menatap balil pasang mata ibunya.

"Hyunsik masih memiliki mimpi. Eomma, apa di kepalamu hanya ada uang?"

Sontak wanita itu melebarkan kedua matanya. Dia mengarahkan telunjuknya pada wajah Changsub,"diam saja kalau tak tahu apapun. Hyunsik milikku. Dia harus patuh terhadapku, lagipula jika nanti perusahaan yang kujaga stabil. Maka, Hyunsik mendapat akhirnya..."

Sejenak Changsub melirik sang adik yang terlihat enggan dengan keputusan sang ibu. Dilihatnya lagi wanita itu yang telah bersiap pergi,"akan kusiapkan jasmu, pastikan malam ini tidak mengecewakan." Putusnya dan mulai bergerak pergi.

Tanpa berfikir panjang, Changsub berbalik dan melihat punggung sang ibu,"aku yang akan pergi."

Langkah wanita itu terhenti. Terlihat sudut bibirnya menyeringai sekilas lalu berbalik,"wae? kau cemas pada adikmu?"

"Tapi, aku harus menerima imbalan."

"Imbalan? Apa? Saham? Baiklah... kau mendapat 50 persen sahamnya."

"Itu gila," Changsub mendekati sang ibu,"Hyunsik. Aku mau Hyunsik. Kau lepas kekangnya, dan aku akan menurutimu..."

Ya, wanita itu tak perlu banyak pertimbangan. Dia mengulurkan tangan kanannya,"sepakat. Dia milikmu."

Tak mendapat balasan dari jabat tangan yang diniatkan. Wanita itu menarik kembali tangannya lalu melihat jam dinding,"baiklah. Malam ini jam 8. Kukirim alamatnya nanti, sampai jumpa." Singkatnya lalu melirik pada Hyunsik yang masih tertunduk,"Hyunsik-a, ikuti ucapan kakakmu. Mengerti..." ujarnya dengan nada lebih lembut lalu berbalik dan pergi.

Sang nenek yang melihat ibu cucunya pergi akhirnya berani masuk. Dilihatnya kedua cucu yang saling merangkul satu sama lain. Air matanya pecah, ia mendekat dan memeluk keduanya.

"Tidak apa-apa, semua pasti baik-baik saja..."

Dari pelukan hangat itu, Changsub memilih melepaskan diri. Tanpa sepatah kata, lelaki itu pergi dari rumah Hyunsik. Dia berjalan di koridor dengan mata kosong. Langkahnya terhenti saat menyadari kakinya berada tepat di depan tempat tinggal Humaira. Ia berbalik dan menatap pintu yang tertutup rapat itu.

"Chef... Chef..."

Lamunan lelaki itu sirna. Ia berbalik dan mendapati Humaira berdiri di sampingnya dengan tanda tanya,"Chef, apa Anda baik-baik saja?"

"Kau ada waktu luang?" tanyanya balik.

Melihat mata Changsub yang terlihat sayu dan kosong, gadis itu mengangguk kaku. Ya, lelaki itu terlihat tak baik-baik saja.

(***)

Changsub dan Humaira kini duduk di sebuah bangku besi yang ada di taman dekat apartemen. Gadis itu menghadap lurus ke depan. Sedangkan Changsub masih dengan kekalutannya.

"Mianhae..."

"Waeyo?"

"Karena aku menyukaimu. Kupikir akan lebih mudah saat aku melangkah menjadi seorang muslim dan menyatakan perasaanku padamu. Kupikir, waktu akan berpihak dan Tuhan mengarahkan..."

Getaran dalam dada Humaira tak dapat disembunyikan. Pengakuan singkat lelaki di sampingnya berhasil membuatnya menelan saliva lamat-lamat.

"Chef, barangkali memang bukan aku takdirmu. Aku sebatas bunga yang menarik perhatianmu dalam waktu singkat dan pergi terterpa angin..."

"Benarkah? Jadi, kau pikir aku akan baik-baik saja?" lelaki itu menengok ke arah Humaira.

"Entahlah. Aku yakin pada ketetapan Tuhan. Pilihan Tuhan adalah yang terbaik. Aku pergi..."

Tak berpanjang lebar, gadis itu bangkit dari duduknya. Namun, langkahnya tertahan saat tangan Changsub meraih pergelangan tangannya dari belakang.

"Suatu hari, aku akan merindukanmu begitu dalam. Aku telah meletakkan hatiku dengan baik untukmu, aku merasa kau juga begitu. Semua hanya tentang waktu dan jawaban dari takdir."

"Hajimayo, nanti kau terluka. Bagaimana jika aku tidak untukmu..." lirih gadis itu.

"Aku merelakanmu. Dan membiarkanmu bahagia..." balasnya lalu melepas tangan Humaira.

Tanpa berbalik, gadis itu melangkah pergi dengan sedikit berlari. Terlihat jelas dia mengusap air matanya yang jatuh tanpa Changsub ketahui. Lelaki itu memilih diam dan menatapnya yang menjauh.

(***)

Jam tangan milik lelaki bersetelan jas hitam itu telah merujuk pada angka hampir 8 malam. Dia merapikan jasnya sembari melangkah masuk ke sebuah restoran bergaya Italia. Ya, restoran mewah ini cukup tenang. Mereka yang datang terlihat berpakaian semi formal hingga formal.

Langkahnya tertuju pada sebuah meja makan yang telah diisi oleh lima orang. Dia membungkuk hormat pada mereka semua sebelum akhirnya duduk tepat di samping sang ibu. Senyumnya tercetak, cukup lama ia melihat seorang perempuan yang tak asing di netra miliknya. Ya, gadis itu cantik dengan gaun merahnya. Namun, bukan itu perhatiannya melainkan sesuatu yang lain.

"Kau... bukankah gadis yang bersama..."

"Sudah lama, Oppa. Ma'af tentang pertemuan pertama kita, dan mari buat momen indah ke depannya..." sela gadis itu mengakhiri ucapan Changsub.

"Kalian sudah mengenal?" tanya seorang pria muda yang terlihat lebih tua dari gadis itu.

"Ne, kami mengalami perdebatan kecil. Aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini..." jawab gadis itu tanpa persetujuan Changsub.

Lelaki itu memilih diam dan mengangguk. Ya, ia tak diberi kesempatan bertanya atau bicara panjang. Berbagai hal terus dibahas, tak ayal jika membuat Changsub cukup lelah. Ya, mereka semua membahas bisnis dan rencana pertunangan.

Lelah dengan semua ucapan gadis itu, Changsub memutuskan bangkit dan meminta izin untuk berbicara secara pribadi dengan gadis itu. Dia pun membiarkannya menggandeng lengan kiri dan berjalan sejajar dengannya.

Setelah masuk ke dalam mobil, senyum lelaki itu sirna dan menjadi tajam. Dia tak melirik sedikitpun gadis di sampingnya yang masih tersenyum,"biar kuantar pulang." Ujarnya dan mulai menyalakan mesin.

(***)

HOW WE MEET ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang