"Mulai sekarang, kau sebaiknya berhati-hati dengan Junhee. Dia tunangan Changsub Hyung," ujar Hyunsik usai membantu Humaira mengumpulkan seluruh kertas yang telah robek itu."Sungguh?" gadis itu pun mengusap air matanya lalu tersenyum,"pantas saja dia marah. Dia mungkin takut aku mengganggu tunangannya, mengingat Chef sangat baik padaku..."
Humaira kemudian menatap Hyunsik dengan senyum yang dipaksakan,"terima kasih, sudah memberitahuku. Aku harusnya tahu lebih awal... aku... pergi dulu..."
Mendapatinya yang terlihat sedih. Hyunsik tak dapat melakukan apapun. Dia memilih diam dan hanya menatap. Ya, rasa bersalah itu kembali mencuat ke permukaan.
(***)
Di atas kertas karton yang cukup tebal. Dengan lem, perlahan Humaira menata satu per satu robekan kertas foto itu. Ya, seperti bermain potongan puzzle. Sesekali gadis itu menitikkan air mata menyaksikan segala yang ada di depannya. Ya, setiap potongan itu sangat berarti.
"Kenapa aku merasa sangat sedih? Ini hanya foto... aku bisa mendapatkannya lain kali..."
Benar, dia berusaha menenangkan diri sendiri. Meski air matanya enggan mengering. Satu per satu, robekan kertas itu menjadi sebuah foto. Meski tak sebaik sebelumnya, tapi setidaknya gambarnya masih nampak.
Setelas semua foto selesai, ia merapikan tempatnya dan bersiap. Gadis itu mengenakan jaket mantel lalu meraih tas punggungnya. Ia pun keluar dari apartemen. Barangkali udara segar dapat menguraikan sejenak kepenatan.
Tepat saat ia menutup pintu, matanya yang mengedar mendapati Hyunsik berjalan ke arahnya dengan senyum yang terpancar. Lelaki itu berhenti tepat di hadaapan gadis itu. Sejenak, ia mengamati wajah Humaira yang memerah dan sedikit sebam.
"Kau menangis lagi?"
Gadis itu tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal,"hanya... sedikit... heheee..."
"Ayo pergi..." ajaknya dan gadis itu mengangguk.
Keduanya pun berjalan beriringan meninggalkan kompleks gedung apartemen. Mereka menaiki bus yang menuju Namsan. Sesampainya di Namsan, merekanpun berjalan sembari melihat sekeliling.
Daun-daun itu mulai menguning dan berjatuhan. Angin berhembus lebih sering, udara pun lebih dingin dari biasanya. Mungkin musim gugur telah bersiap untuk datang. Mereka pun terus berjalan menuju menara tinggi Seoul. Sembari bergurau ringan, mereka memasuki area menara itu.
Sesampainya di tempat yang dituju, gadis itu sejenak menatap rentetan gembok yang terpasang di sana. Ia pun menurunkan tas punggungnya dan mengambil sesuatu. Ya, dia mengeluarkan sebuah gembok dan gelang. Dia kemudian melepas gelang yang melingkar di pergelangannya. Kedua gelang itu masukkan pada belenggu gembok lalu menguncinya bersama gembok yang lain.
Ia kemudian berbalik dan menatap Hyunsik yang sedari tadi berdiri di belakangnya,"kau mau kan menjadi saksi kecil? Kau tidak harus mengingatnya, tapi aku hanya ingin seseorang menyaksikan," ia kemudian menyerahkan kunci gemboknya pada Hyunsik,"aku percaya suatu ketika temanku akan mencariku..."
"Bagaimana jika tebakanmu salah?"
"Kau hanya perlu membuangnya, jadi mereka akan menjadi bukti kecil jika aku pernah datang ke Seoul dan memiliki seorang teman yang baik..."
"Jadi aku bukan temanmu?"
Gadis itu tersenyum,"tidak seperti itu. Kau juga temanku yang paling keren, kau juga bagian dalam ceritaku. Aku tidak akan melupakanmu..."
Hyunsik tersenyum ringan, ia menatap kunci di tangannya lalu menyimpannya dalam saku jaket. Ya, mungkin suatu ketika akan berguna.
(***)
Jam beker yang ada di kamar milik Changsub berdering sangat panjang. Entah berapa lama lelaki dalam selimut itu mengabaikan jam yang masih tak lelah berdering itu. Kesal, dia pun membuka selimut dan meraih jam itu. Dilihatnya jarum yang sudah menunjuk angka 11.
Dia menghela nafas lalu bangkit dari ranjangnya. Dengan gontai lelaki itu meraih handuk yang ada dibelakang pintu. Ya, dia pergi membersihkan diri.
Selepas mandi, ia memakai celana kain berwarna abu-abu tua dan dipadu dengan kemeja putih polos. Setelah itu ia menyematkan dasi yang sepadan di lehernya dan memakai jas yang senada dengan celananya. Kemudian, ia mengusapkan minyak wangi pada beberapa sisi. Ya, aroma kasturi yang menenangkan sejenak mengukir senyum pria itu. Merasa cukup, lelaki itu pun keluar kamar dengan membawa pakaian kusut yang usai dikenakan.
Dia meletakkan pakaian itu di atas kursi bar yang ada di dapur. Sementara ia sibuk mencari sesuatu di dapurnya.
"Changsub-a, kenapa ini berserakan di sini?" tanya sang nenek sembari melihat-lihat pakaian yang tergeletak begitu saja.
Aroma kuat yang berhasil dihirup membuat wanita tua itu menjauhkan pakaian Changsub dari hadapannya. Lelaki itu pun menemukan benda yany dicari dan segera mengambil alih pakaian lusuh itu.
"Kau mabuk?" tanya wanita itu.
"Aniya, Junhee yang mabuk," ringannya lalu memasukkan pakaian itu ke dalam kantong keresek,"sisa aroma alkoholnya sangat menyengat. Aish... dia berusaha membuatku mabuk semalam. Tapi, kau tahu, kan? Aku akan menjadi muslim."
Sang nenek menghela nafas,"bimbing dia menjadi lebih baik. Jangan terlalu memaksa, ini sudah pilihanmu..."
"Pasti ada jalan." Putusnya lalu bergerak pergi bersama kantong keresek berisi pakaiannya itu.
(***)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW WE MEET ☑
Fanfiction(SELESAI REVISI) Perlahan gadis itu mendekat,"kenapa kau tidak mendengar? Aku sangat lelah mengejarmu sedari tadi. Kau tahu jika kakiku tak sepanjang milikmu..." Langkah dan ucapan gadis itu tertahan saat melihat Changsub tiba-tiba berjongkok di de...