7

2.9K 342 4
                                    

§§§

Jiyong sudah duduk di kursi kerjanya, di firma hukum bobroknya pagi ini. 20 menit lalu, Lisa baru saja pergi dari ruang pribadinya—dibagian belakang ruang kerja firma hukumnya.

Masih membayangkan bagaimana menyengkannya mengobrol dan bercinta dengan Lisa semalamam.

"Pengacara Kwon?" tegur Jennie yang pagi itu datang lebih awal. Kali ini pakaiannya lebih wajar dari sebelumnya, celana panjang dengan kemeja dan blazer. Seperti seorang pengacara sungguhan. "Kenapa kau tersenyum seperti itu sejak tadi?"

"Ah kau sudah datang?"

"Ne... sepertinya moodmu sedang sangat baik,"

"Ah ne... bagaimana kasus Jimin? Dia mau menyerahkan diri?"

"Sampai kemarin belum, tapi aku akan menemui keluarga korban dan meminta mereka menandatangani surat damainya,"

"Baiklah, ku serahkan kasusnya padamu,"

Jennie duduk di mejanya, bersebelahan dengan meja Jiyong, hendak mengetik surat damainya. Sementara Jiyong masih duduk bersandar dan tersenyum seperti beberapa menit lalu.

"Jennie-ya," panggil Jiyong setelah terjadi kesunyian selama 20 menit.

"Ne?"

"Bisakah kau memanggilku oppa?"

"Oppa?"

"Hm..."

"Ah ne, arraseo," jawab Jennie sedikit kikuk. Jennie bahkan tidak tau kalau Jiyong lebih tua darinya. Tapi bagaimana lagi? Atasannya menyuruhnya begitu.

"Kau akan memanggilku oppa?"

"Anda yang memintanya,"

"Ah... ne, kau akan memanggilku oppa karena aku yang memintanya," gumam Jiyong membuat Jennie semakin bingung.

Jiyong akan meminta Lisa memanggilnya oppa dan seperti Jennie, Lisa harusnya mau.

Sementara itu, di tempat lain, di Galleria foret, Lisa baru saja tiba. Kemudian, senyumnya lenyap ketika melihat seorang pria tengah duduk bersama ayah dan ibu tirinya.

"Lisa, darimana kau semalam? Kenapa kau tidak pulang-"

"Apa pedulimu nyonya?" sela Lisa yang kemudian melangkah kekamarnya. Belum lebih dari tiga langkah, ayahnya sudah membentaknya. Membentaknya karena ia bersikap tidak sopan pada ibu tirinya.

"Appa, mungkin Lisa lelah, biarkan dia beristirahat dulu, aku yang akan bicara padanya," ucap Choi Seunghyun, atau yang sekarang biasa dipanggil Seunghyun Yang. Kakak tiri Lisa, sejak empat tahun lalu.

"Kalau kau masih ingin tinggal disini, ikuti aturanku," balas Yang Hyunsuk karena Lisa hanya diam dan memberi tatapan sinisnya pada Seunghyun. "Kenapa kau menolak putra keluarga Lee? Dan pergi begitu saja? Kau tau bagaimana sulitnya eommamu membujuk mereka agar mereka mau menerimamu sebagai menantu mereka?!"

"Mwo? Wanitamu membujuk keluarga Lee Sooman agar mereka mau menjadikanku menantu mereka?" tanya Lisa sembari menghampiri sofa dimana tuan Yang dan istri barunya duduk. "Fuck! Kau ingin aku menikah, menjadi istri seorang pewaris keluarga kaya raya atau menyuruhku bekerja sebagai pengasuh anak tidak berguna itu?! Kalau kau memang butuh uang, kenapa tidak kau saja yang kesana nyonya? Uang appaku kurang untukmu?" cibir Lisa membuat ibu tirinya sangat terkejut bahkan hampir menangis.

"Lalisa!" bentak Seunghyun, tentu saja ia marah melihat ibunya di perlakukan seperti itu oleh seorang gadis 25 tahun seperti Lisa. "Kau tidak berhak mengatakan-"

Belum selesai Seunghyun mengutarakan perasaannya, sang ayah sudah lebih dulu menarik tangan Lisa dan menyeret gadis itu untuk masuk kekamarnya.

"Kau sudah keterlaluan Lalisa! Kau mempermalukan appa!" bentak sang ayah setelah pintu kamar Lisa tertutup rapat

"Appa- anniyo, kau malu karenaku menolak uang 3 juta dollar? Kau mau menjualku dengan 3 juta dollar? Atau kau malu karena aku mengatakan apa yang tidak bisa di katakan wanitamu itu?!"

Yang Hyunsuk tidak menjawab. Pria itu justru menampar putri satu-satunya. Tidak keras tapi cukup untuk menghancurkan hati Lisa.

"Kalau kau mau tetap tinggal disini, kau harus menghormati mereka. Mereka eomma dan oppamu,"

"Eommaku, sudah meninggal empat tahun lalu- kalau kau lupa," jawab Lisa yang kemudian mengeluarkan dompet dari tasnya, mengambil semua kartu debit pemberian ayahnya dari dompetnya kemudian menaruhnya diatas ranjang bersama kunci mobilnya. "Aku keluar, selamat menempuh hidup baru tanpaku dan eomma," lanjutnya kemudian membawa tas jinjingnya keluar.

Niatan Lisa untuk tidur sebentar di rumah kini harus gagal. Gadis itu menyetop taxi yang lewat didepan gedung apartementnya kemudian pergi ke kantornya. Masuk ke laboratoriumnya dan membuka kembali sebuah berkas yang melukai hatinya. Sebuah berkas otopsi, milik ibunya. Berkas yang menjadi alasan Lisa berhenti bekerja di rumah sakit dan memilih bekerja di NFL 3 tahun lalu.

"Kenapa dia?" tanya Joohyuk yang melihat Lisa hanya diam menatap kosong pada berkas yang dibacanya.

"Entahlah, sejak tadi sudah begitu," jawab Felix yang sudah melihat Lisa seperti itu sejak pagi tadi.

Joohyuk melangkah masuk, mengetuk meja kerja Lisa kemudian tatapan mereka bertemu.

"Kau tidak pergi makan siang?" tanya Joohyuk sembari melirik jam digital diatas meja Lisa. Tidak terasa ternyata Lisa sudah berjam jam duduk seperti itu.

"Kau mau mentraktirku?"

"Ya, setelah kita pergi ke TKP,"

"Kenapa aku harus pergi ke TKP? Bawakan saja apa yang harus ku analisis,"

"Tidak ada yang menyetir untukku, si ceroboh itu sakit dan tidak datang bekerja hari ini," jawab Joohyuk, membicarakan asistennya sembari memberi Lisa kunci mobil perusahaan.

"Hhhh... kau seharusnya bersikap baik pada bawahanmu," keluh Lisa namun tetap mengambil kunci itu dan melepas jas laboratoriumnya. "Bertemu di tempat parkir 15 menit lagi," jawab gadis itu, melangkah menjauhi Joohyuk untuk mengganti pakaiannya.

Lisa dan Joohyuk tiba di sebuah tempat kejadian perkara. Disebuah penjara. Seorang narapidana yang di tempatkan di sel hukuman di temukan meninggal.

"Aku ingin ke toilet," ucap Lisa setelah mereka selesai dengan pekerjaan mereka.

"Wae? Kau masih mual melihat yang seperti ini?"

"Anniyo, aku ingin buang air kecil. Aku sudah menahannya sejak kita tiba disini," jawab Lisa sembari memberikan kamera di tangannya pada Joohyuk. "Tidak akan lama, tunggu saja di mobil,"

"Hhhh... hobi sekali sih menahan buang air kecil, kau bisa sakit," omel Joohyuk yang akhirnya membiarkan Lisa untuk pergi ke toilet di dekat ruang kunjungan penjara.

Namun siapa sangka? Di perjalanannya kembali dari toilet, Lisa melihat Jiyong, duduk bersebelahan dengan seorang gadis cantik dan ada pria lain dengan didepan mereka. Jiyong dan Jennie tengah melakukan kunjungan untuk calon klien mereka—orang yang dianggap pembunuh si calon walikota.

"Pengacara pasti menjual diri mereka juga sekarang, berhentilah datang menemuiku," ucap si dektektif yang  dianggap sebagai pembunuh calon walikota itu. Memberi tatapan meremehkannya pada Jiyong. Namun Jiyong tetap tersenyum, walaupun gadis disebelahnya terlihat sangat marah. "Pasti sangat sulit mencari uang dijaman sekarang, aku sudah punya pengacara hebat,"

"Dektektif Woo, aku bisa mengeluarkanmu dari sini," ucap Jiyong setelah matanya bergetar karena melihat tangan pria yang duduk dihadapannya itu.

"Woah... dia akan mengeluarkan orang yang sudah dicap pembunuh itu dari sini? Luar biasa Kwon Jiyong," gumam Lisa yang kemudian meninggalkan tempat itu sebelum Jiyong menyadari keberadaannya didepan pintu. "Selamat bekerja," sapanya pada penjaga pintu itu sebelum ia benar benar pergi kembali ke mobilnya.

§§§

BelladonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang