11

2.7K 338 4
                                    

§§§

Siang ini, Jiyong terlalu sibuk sampai tidak sempat menemui Lisa. Toh mereka memang tidak dalam hubungan harus bertemu setiap hari. Jiyong pikir, Lisa pasti akan bosan kalau melihatnya setiap hari. Dan karena harus menemui kliennya di penjara, Jiyong menyuruh Jennie untuk datang menemui Lisa—mengambil hasil tes DNA illegalnya.

"Ah kau sudah datang rupanya," ucap Lisa yang baru saja melihat kedatangan Jennie yang didampingi Felix. "Maaf aku sedang sibuk jadi tidak bisa menemuimu dibawah," lanjut Lisa sembari mengamati cairan dalam gelas beaker di tangannya. Kali ini Lisa terlihat seperti seorang ilmuan sungguhan. Walaupun penampilannya masih luar biasa mempesona.

"Ah ne..."

"Hasil ujinya ada di atas mejaku, dan sepertinya pengacara Kwon tidak akan begitu terkejut," jelas Lisa sementara Jennie melangkah ke meja kerja gadis itu untuk mengambil hasil ujinya.

"Nam Sungtae yang membunuhnya?" tanya Jennie bersamaan dengan Joohyuk yang melangkah masuk kedalam laboratorium itu.

"Jangan mengarang novelmu disini," ucap Lisa, mengikuti cara bicara Joohyuk. "Ada apa kau kesini dr. Nam?"

"Ada apa disini?" tanya Joohyuk sembari mengambil tempat untuk duduk di salah satu kursi beroda. "Ini tentang yang kau bicarakan kemarin? Kasus Kim Minjoo?"

"Yup! Dan ini untukmu, lalu ini untukmu," ucap Lisa sembari memberi sebuah gelas beaker pada Joohyuk dan satu gelas beaker lainnya pada Jennie.

Lisa benar benar ahli dalam membuat Jennie kikuk. Jennie tidak tau bagaimana ia bisa mempercayai seorang ilmuan yang sepertinya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berdandan dan mewarnai kukunya dibanding belajar.

"Apa ini?" tanya Jennie, benar benar ragu dengan minuman hitam yang diberikan Lisa.

"Coffee, die hard coffee. Minumlah," suruh Lisa kemudian mengamati bagaimana wajah Joohyuk ketika menikmati kopinya—yang tetap datar seperti biasanya. "Ekspresimu tidak menyenangkan," gerutu Lisa kemudian beralih, menatap Jennie dengan sangat intens berharap dapat melihat ekspresi luar biasa dari Jennie.

Alih-alih dapat menikmati kopi yang Lisa berikan, Jennie justru semakin takut. Takut karena Lisa yang justru tersenyum dan terlihat seperti seseorang yang sedang menunggu korbannya mati karena racun buatannya. Terlihat seperti seorang yang dapat menekan siapapun untuk bunuh diri.

"Aku akan meminumnya nanti?" ucap Jennie, benar benar dilema. Melepaskan prinsipnya untuk tetap sopan dan meminum cairan yang bisa saja sebuah racun itu, atau melupakan prinsipnya dan menjauhkan cairan itu dari dirinya—sejauh jauhnya. "Jadi DNA Nam Sungtae ada di atas plastik ganja itu kan? Kalau begitu dia pelaku yang sebenarnya!"

"Tsk, sudah ku bilang jangan mengarang novel disini," ucap sinis Lisa, kesal karena Jennie tidak mau meminum kopinya.

"Laporan DNA itu saja tidak bisa di pakai di persidangan, kenapa kau yakin Nam Sungtae pembunuhnya, padahal tidak ada bukti langsung," tambah Lisa sembari meminum kopi di gelasnya sendiri.

"Lalu bagaimana? Jiyong oppa harus menang dalam persidangannya, dia harus mengeluarkan Seok Hyeon dari penjara,"

"Kenapa bertanya padaku? Aku bukan pengacara sepertimu," balas Lisa, masih kesal. Bukan karena Jennie terlihat sangat perhatian pada Jiyong bahkan sampai memanggilnya oppa. Tapi karena Jennie tidak juga meminum kopi buatannya.

Jennie terlihat tengah berfikir. Mencari jalan keluar untuk membantu Jiyong. Sementara Lisa hanya mendesah kesal.

"Kalau bukti tidak bisa di pakai, maka gunakan pelaku atau saksinya. Kau hanya memakai otakmu untuk berdandan? Kalau begitu gunakan keahlianmu itu untuk menangkap pelaku sebenarnya," sela Joohyuk yang kemudian berdiri dan mengembalikan gelas beakkernya pada Lisa. "Kau memakai pengharum ruangan di tubuhmu? Aku butuh bantuan di ruang otopsi Lisa,"

"Duluan saja, aku menyusul," balas Lisa sembari menatap punggung Joohyuk yang mulai menjauh dibalik pintu. "Jadi, sampai kapan kau mau disini?"

"Dia baru saja menghinaku, iya kan?"

"Anniyo, dia baru saja memberimu saran," jawab Lisa yang kemudian melepas jas laboratoriumnya kemudian menaruhnya di kursi beroda miliknya. "Maksudnya, jangan memakai parfum dengan aroma menyengat seperti ini ke sini,"

Sementara Jennie berada di NFL menemui Lisa, Jiyong ada di penjara, menemui dektektif Woo yang di cap sebagai pembunuh calon walikota.

"Kwon Jiyong. Sebenarnya apa yang kau lakukan?" tanya dektektif—yang sekarang akan di sebut terdakwa Woo.

"Memang apa lagi yang di lakukan seorang pengacara selain untuk mengeluarkanmu dari sini dan mendapatkan bayaran atas itu?" jawab Jiyong masih sembari tersenyum.

Namun alih alih memberi tanggapan, sang terdakwa justru memukul Jiyong. Tepat di wajahnya.

"Kau melakukan kekerasan pada pengacaramu di penjara, kau cukup berani rupanya," ucap Jiyong sembari menggerakan mulutnya yang terasa sedikit berdenyut karena pukulan tadi. "Kau sedang bermain main dengan hidupmu?"

"Kaulah yang bermain main dengan hidupku. Apa sebenarnya alasanmu datang kesini dan mengingkanku menjadi klienmu hah?!"

"Aku pengacaramu sekarang, kau yang menelponku," ucap Jiyong, mengingatkan pria di hadapannya agar memperlakukannya dengan baik. Namun sang terdakwa seakan punya alasan lain, ia justru memukul Jiyong untuk yang kedua kalinya. Kali ini Jiyong tidak membiarkannya. Pria itu mehanan tinju si terdakwa dengan tangan kosong. Meremas tinju itu dengan sangat kuat hingga pembuluh darah di tangannya terlihat sangat jelas. Tinju itu sendiri sudah cukup kuat, terdakwa di hadapan Jiyong itu cukup kuat, namun Jiyong tidak kalah kuat.

"Atau, kau ingin aku membunuhmu sekarang?" tanya Jiyong, raut wajahnya kini berubah. Tidak ada lagi senyuman di wajahnya, tidak ada lagi belas kasihan di matanya. Pria itu bisa saja mematahkan jemari terdakwa yang hendak meninjunya, namun ia memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun genggaman tangannya pada tinju si terdakwa masih sangat kuat.

"Si-siapa kau sebenarnya?!"

"Kau tidak mengenaliku? Bukankah seharusnya dektektif punya ingatan yang bagus?" tanya Jiyong, meremas jemari terdakwa yang terkepal itu dengan semakin kuat. "Atau... kau sengaja ingin melupakannya?"

"Pengacara wanita yang kau bunuh 20 tahun lalu- dia- eommaku," ucap Jiyong, ia menarik nafasnya dalam-dalam kemudian mendorong terdakwanya hingga jatuh dan menabrak kursi di belakangnya.

"Kau- kau putra-"

"Putramu? Oh tidak... tentu saja aku bukan putra seorang sampah sepertimu dektektif Woo," ucap Jiyong sembari melangkah mendekati pria yang sekarang tersungkur di lantai itu. Sang terdakwa bergerak mundur, takut tentu saja. "Kau ingin tau apa alasanku bersikeras menjadi pengacaramu? Karena aku ingin mengeluarkanmu dari sini dan membunuhmu di luar,"

"Ka- kau gila-"

"Aku... akan mengeluarkamu dari sini Woo Hyungman, karena kalau kau terus terperangkap disini, aku tidak bisa melakukan apapun,"

§§§

BelladonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang