4

3.3K 409 14
                                    

§§§

Siapa sangka kalau malam itu akan jadi malam yang tak terlupakan oleh Jiyong? Awalnya ia hanya terpaksa bergabung dengan Lisa dan teman-temanya. Namun akhirnya mereka—Jiyong dan Lisa—berakhir di sebuah kamar hotel untuk memuaskan nafsu satu malam mereka.

"Kau bisa tidur lebih lama," ucap Jiyong yang masih memeluk perut rata Lisa. Jiyong sudah bangun sejak satu jam lalu, sementara Lisa baru saja membuka matanya. "Sekarang masih jam 5 pagi,"

"Anniyo, aku harus pulang dan kembali bekerja,"

"Ini akhir pekan, kau juga bekerja di akhir pekan?"

"Hm... aku belum bilang? Aku ada janji kencan buta hari ini,"

"Kau hanya mengoceh tentang tattooku," jawab Jiyong sembari mengecup bahu Lisa berkali-kali.

"Bagaimana bisa seorang pengacara bertattoo? Apa firma hukummu tidak melarangnya?"

"Mereka tidak menyuruhku telanjang di pengadilan," jawabnya asal. "Kau yang menyuruhku telanjang disini,"

"Heol... kau cukup kasar pengacara Kwon," balas Lisa, menyikut perut Jiyong disebelahnya kemudian bangkit dari baringannya. "Hhh... aku harus pulang, lepaskan aku,"

"Ya ya ya pulanglah dan nikmati kencan butamu nona,"

"Jangan meledek," tegur Lisa ketus sembari mencubit pelan perut Jiyong.

"Haha nikahi saja siapapun, aku bisa jadi pengacaramu kalau kau bercerai nanti dokter Yang," ledek Jiyong yang kemudian menarik Lisa agar naik keatas tubuhnya. "Kau tau bayarannya tidak akan terlalu mahal," lanjutnya sembari mengusap tengkuk Lisa, membuat darah gadis itu kembali berdesir.

"Kau keberatan kalau aku bayar sekarang pengacara Kwon? Aku bisa bermurah hati lalu memberimu bonus," balas Lisa, mendekatkan wajahnya hendak meraup bibir Jiyong dengan miliknya, namun hanya menggoda. Karena yang selanjutnya Lisa lakukan adalah bangkit dan turun dari ranjang. "Kau harus bekerja sebelum mendapatkan bayaranmu tuan,"

Jiyong terkekeh, melihat gadis yang sejak semalam membuatnya mabuk karena setiap sentuhannya. Melihat gadis yang sekarang meraih bathrobe diatas meja rias kemudian masuk kedalam mandi. Membersihkan tubuhnya disana namun membiarkan pintunya terbuka, seakan ia tengah menggoda Jiyong agar masuk dan menyusulnya.

"Kenapa kau tidak masuk dan menyusul tuan?" tanya Lisa setelah ia keluar dari dalam kamar mandi dengan bathrobenya. Menatap Jiyong yang sedang merokok, masih diatas ranjangnya. Hanya menutupi bagian tubuh paling sensitifnya dengan selimut.

"Kau akan mendorongku keluar begitu aku kesana,"

"Woah... darimana kau tau? Kau seorang peramal heum?"

"Sangat mudah di tebak nona,"

"Ah... pengacara memang berbeda, kau pasti memakai otakmu tuan,"

Obrolan-obrolan asal terus berlangsung sampai Lisa mengecup bibir Jiyong sekilas kemudian melangkah keluar dari kamar hotel mewah itu.

Dan untuk kali pertama dalam hidupnya, Kwon Jiyong terjerat dalam pesona seorang gadis. Gadis yang semalam menginginkannya, namun pagi ini mendorongnya.

Pagi itu, bahkan sebelum matahari belum muncul ke permukaan, Lisa pulang kerumahnya, di Galleria foret. Mengendap masuk kedalam kamarnya dan berencana kembali tidur.

Sementara Jiyong kembali ke gedung firma hukumnya. Hanya untuk duduk disana dan mengingat bagaimana seorang pria yang katanyanya adalah ayahnya memukuli ibunya, kemudian melarikan diri.

§§§

"Maaf, aku harus pergi sekarang," ucap Lisa pada seorang pria yang duduk dihadapannya. Di jam makan siang ini, Lisa tengah menghabiskan waktunya untuk kencan buta, bersama seorang pria yang sama sekali tidak menarik untuknya. Seorang pria manja yang bahkan butuh waktu lama untuk memesan makanannya. Benar benar bukan selera Lisa.

"Ne-" ucap si pria, sedikit kebingungan karena situasinya tidak sesuai dengan bayangannya. Karena Lisa yang tiba tiba menerima telpon dan ingin meninggalkannya.

"Tunggu sebentar," seru seorang wanita, yang sebelumnya duduk disudut restoran, jauh dari pengelihatan Lisa. Yang Lisa yakini sebagai ibu si pria lembek dihadapannya.

"Aku akan langsung saja, aku sangat menyukaimu nona," ucap wanita itu setelah saling berbalas sapa dengan Lisa. Lisa yang sebelumnya harus kembali duduk kini justru kebingungan karena ucapan tiba tiba nyonya kaya raya itu. "Kau seorang dokter jadi kau pasti pintar, kau juga cantik, jadi menikahlah dengan putraku dan berhenti dari pekerjaanmu lalu fokus mengurus anak dan suamimu,"

"Ne?"

"Orang orang sekarang menghormatimu karena sekarang kau adalah seorang ddokter. Tapi apa kau tau kalau sekarang pengacara, jaksa dan dokter tidak lagi populer di lingkungan kita. Tapi aku bisa menjamin kalau keluarga kaya raya pasti tetap yang terbaik,"

"Tapi-"

"Ini, 3 juta dollar. Aku ingin cucu-cucu ku nanti menjadi seorang yang pintar, jadi kami siap menyajikan penawaran yang luar biasa. Ini semua kebetuntunganmu," ucap nyonya kaya raya itu sembari menyodorkan sebuah buku tabungan pada Lisa.

"Permisi, tanpa mengurangi rasa hormat, boleh aku mengatakan sesuatu?" tanya Lisa setelah sejak tadi ia tidak mendapat kesempatan bicara.

"Silahkan,"

"Pertama, aku bukan dokter seperti yang anda bayangkan, aku memang pernah menjadi dokter bedah umum tapi sekarang aku bekerja sebagai dokter di NFL, divisi zat beracun. Kedua, ini kencanku yang ke 99, aku sudah banyak berkencan jadi aku bisa menilai karakter orang dengan baik," ucap Lisa, mengundang senyum canggung si pria dan wajah menenangkan si nyonya yang menatap anaknya. Seakan berharap Lisa akan memuji putranya. "Sekarang, harga diri putra anda rendah nyonya. Aku pikir kakeknya yang kaya belum tau, jadi sebaiknya dibanding memikirkan pernikahan lebih baik mencari cara untuk meningkatkan harga diri putra anda,"

"Mwo?!" pekik si nyonya kaya raya tidak percaya dengan ucapan Lisa.

"Ah iya... dan nyonya, IQ anak tidak bergantung sepenuhnya pada ibunya. Ayahnya juga harus pintar, bye!" jawab Lisa yang kemudian melangkah pergi dari  restoran itu. Dari semua pria tampan di perusahaan ayahnya, bisa bisanya ia disuruh menghadiri kencan buta dengan pria manja yang bahkan sama sekali tidak tampan itu. Lisa terus merutuki asisten ayahnya—orang yang mencarikannya pria—di sepanjangan perjalanannya pulang. Bukan pulang, tapi ke laboratoriumnya. Bicara dengan ayahnya pun percuma. Hanya dia yang akan di marahi.

"Hei, apa yang kau lakukan disini tuan?" sapa Lisa pada seorang pria yang berdiri didepan laboratoriumnya. "Kau tau, kau tidak bisa masuk kesini tanpa izin,"

"Aku yang memberinya izin, bagaimana kencanmu hari ini?" tanya Joohyuk yang baru saja datang dengan sebuah map coklat ditangannya. Memberikan map itu pada Jiyong kemudian beralih kembali pada Lisa. "Dia mencari laporan analisis ganja di tubuh Kim Minjoo,"

"Kim Minjoo? Wah... kau bekerja di akhir pekan juga rupanya?" jawab Lisa yang kemudian melangkah membuka pintu laboratoriumnya dan mempersilahkan dua pria itu masuk kedalam. "Aku baru saja menolak 3 juta dollar dari seorang cucu pengusaha kaya, dia akan membayarku 3 juta dollar kalau aku mau menikahi putranya," cerita Lisa sembari mencari file di komputernya.

"Bukan kau yang menganalisis ganja di tubuh Kim Minjoo, kasusnya sudah empat tahun yang lalu," ucap Joohyuk, membantu Lisa agar mencari datanya ditempat yang benar.

"Kenapa kau baru meminta laporannya sekarang pengacara Kwon?" tanya Lisa tanpa menoleh sampai ia menemukan file yang dicarinya.

"Akan dilakukan persidangan ulang," jawab Jiyong singkat sembari terus memperhatikan tubuh Lisa yang semalam di sentuhnya. Ia tidak bisa mengontrol pikirannya.

"Kau benar benar pengacara? Bukan pria cabul?" tegur Joohyuk, membuat Jiyong tersentak sementara Lisa terkekeh geli.

"Dokter Nam, semua pria yang melihatku selalu memakai tatapan seperti itu, bukan salahnya, salahku," ucap Lisa sebelum Jiyong sempat berkata-kata. "Ah! Untukmu tatapan itu pengecualian dokter Nam. Mulailah melihatku sebagai seorang wanita dan kau akan mengerti alasannya menatapku seperti tadi," lanjutnya kemudian memberikan berkas yang baru saja keluar dari printernya pada Jiyong. "Aku ragu apa ini yang sungguhan kau cari, pengacara Kwon," ucapnya setelah memberikan berkas itu.

§§§

BelladonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang