§§§
Lisa membuka matanya, sudah lewat tengah malam dan ia baru saja bangun dari tidurnya setelah sore tadi menyuruh ayahnya pulang. Gadis itu mendudukan dirinya, masih diatas ranjangnya namun matanya menangkap sosok Jiyong yang berdiri diam, melihat keluar jendela. Dari belakang, Lisa sama sekali tidak dapat menilai keadaan Jiyong. Beberapa jam lalu Jiyong tidak mau datang tapi sekarang pria itu ada disana.
Dari belakang, nafasnya terlihat sangat teratur.
Tapi tidak ada yang tau bagaimana isi kepala Jiyong saat ini.
Bisa saja, saat ini Jiyong tengah memikirkan ratusan cara untuk membunuh keparat yang sudah membunuh ibunya.
Bisa saja, saat ini Jiyong tengah meyakinkan dirinya untuk memaafkan keparat itu.
Dan bisa saja, saat ini Jiyong tidak sedang memikirkan apapun.
Jiyong terlalu tenang untuk bisa ditebak dengan mudah. Walaupun Lisa punya lebih banyak rahasia.
Tanpa banyak membuat suara, tanpa menyadarkan Jiyong dari lamunannya, Lisa turun dari ranjangnya kemudian memeluk Jiyong.
"Biarkan seperti ini dulu sebentar... aku takut," bisik Lisa setelah Jiyong menyadari tangan Lisa yang melingkar di peluknya. "Kenapa berdiri didepan jendela dengan ruangan segelap ini? Cahaya bulan membuatmu terlihat... Menyeramkan,"
"Kenapa kau bangun? Tadi tidurmu sangat tenang, nyenyak?" tanya Jiyong, tanpa berbalik.
"Mimpi buruk..." jawab Lisa sembari mengeratkan pelukannya. "Kau tau kita sama sama punya mimpi buruk setiap malam,"
"Ayo kembali tidur, aku akan menemanimu,"
"Tidak mau..."
"Hm? Lalu apa yang kau inginkan?"
"Pulang... disini sangat sesak," pinta Lisa dengan suaranya yang terdengar menyedihkan.
"Baiklah, ayo pulang,"
Jiyong melepaskan tangan Lisa dari perutnya, mengusap lembut wajah gadis itu kemudian tersenyum.
"Hari ini... rencanaku gagal, berantakan, karenamu," bisik Jiyong sembari mendekatkan bibirnya pada bibir Lisa. Seakan ingin menciumnya, namun nyatanya tidak. "Karena kau pingsan dan tidur sangat lama... aku tidak bisa melakukan apapun,"
"Kau bersungguh sungguh?"
"Hm..."
"Apa, kau selalu hidup seperti ini? Selama 20 tahun?" tanya Lisa setelah Jiyong berbalik untuk menatap gadisnya. Jiyong bersandar ke jendela kaca yang sudah tertutup rapat, tangan kanan Lisa masih memeluknya sementara tangan lainnya mengusap lembut pipi Jiyong. "Aku-"
"Hm... karena ada yang harus ku lakukan,"
"Balas dendam?" tanya Lisa dan Jiyong mengangguk. Wajah Jiyong yang sebelumnya setenang laut tanpa ombak kini mulai menunjukan riaknya. Ingatan akan wajah ibunya saat tertikam kembali muncul di kepalanya. Suara hujan yang saat itu turun mengalahkan suara jeritan ibunya kembali terdengar jelas ditelinganya. Wajahnya yang tenang kini terlihat pucat pasi, hanya beberapa detik mengingat kejadian saat itu membuat Jiyong kembali takut. Takut, karena kejadian mengerikan itu terus terulang dalam kepalanya. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, menunggu perintah untuk jatuh.
"Kau... sangat ingin membunuhnya?" tanya Lisa, berusaha untuk berhati-hati, namun Jiyong yang sudah rapuh sejak 20 tahun lalu langsung hancur karena pertanyaannya. Pria itu tidak terisak, tapi air matanya yang jatuh memberitau Lisa kalau ia sudah hancur.
"Lalu kenapa kau belum melakukannya?" tanya Lisa sekali lagi, berharap Jiyong akan bicara walaupun itu terdengar sedikit keterlaluan. Jiyong sudah hancur, pria itu sudah menatap Lisa dengan air matanya yang tidak bis di bendung namun seakan belum puas, Lisa terus saja mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulitnya.
"Kau bilang... bukan itu yang ku butuhkan, kau bilang kau tau apa yang ku butuhkan," jawab Jiyong, dengan bisikannya yang terdengar sangat memilukan.
Lisa mengangguk, menarik Jiyong agar duduk bersamanya diatas ranjang. Setidaknya kalau Jiyong terlalu terluka nantinya mereka tidak akan jatuh ke lantai. Setidaknya Lisa hanya akan melukai perasaan Jiyong, bukan tubuhnya.
"20 tahun lalu, ketika melihat eommamu meninggal karena keparat itu, rasanya hidupmu berhenti, iya kan?" tanya Lisa setelah mereka duduk berhadapan di tepian ranjang. "Saat itu... kau pasti berharap bisa ikut bersama eommamu saja, kenapa keparat itu tidak membunuhku juga? Kenapa hanya eomma yang pergi? Kau memikirkan semua itu. Kasihan sekali... Jiyong kecil yang harus menanggung semua beban pertanyaan itu," lanjut Lisa sembari membelai lembut rambut Jiyong.
"Hentikan," pinta Jiyong, rasanya seperti tercekik, rasanya ia seperti kembali ke saat dimana kejadian itu terjadi.
"Begitu kehilangan eommamu, sebagian besar dirimu juga kehilangan alasanmu untuk tetap hidup, kau berharap bisa segera menyusulnya. Tapi ada sebagian kecil dari hatimu yang ingin tetap hidup. Ada rasa takut untuk menyusulnya. Rasa takut akan penyesalan yang mungkin terjadi begitu kau ikut menyusulnya. Jadi... kau ingin membalas dendam, kau harus balas dendam agar saat kau menyusul eommamu, kau tidak menyesal, iya kan?" tutur Lisa, berusaha bicara dengan sangat lembut walaupun kelembutan suaranya sama sekali tidak mengurangi luka yang Jiyong rasakan. "Balas dendam, lalu menyusul eommamu dengan tenang. Selama 20 tahun hidupmu, kau berjuang untuk itu. Tapi... setelah membunuh keparat itu, setelah membalas dendam, benarkah itu yang kau butuhkan? Anniyo... bukan balas dendam yang kau butuhkan... yang kau butuhkan adalah alasan untuk hidup. Balas dendam adalah alasanmu untuk tetap hidup selama 20 tahun ini. Tapi sekarang, aku menawarkanmu alasan lain, yang lebih baik dibanding balas dendam,"
"Apa itu?"
"Hiduplah... untukku," jawab Lisa dengan sangat lembut, dengan sangat tenang, seperti angin sore yang tenang dan menyejukan.
"Untukmu?"
"Hm... aku... akan sangat kesepian kalau kau pergi. Jadi... tetaplah bersamaku, lupakan balas dendammu dan tetaplah bersamaku, tanpa dendammu, hidup keparat itu sudah hancur sekarang. Dia baru saja kehilangan orang paling penting dalam hidupnya, sepertimu ketika kehilangan eommamu, dia akan hidup lama dalam kesengsaraan jadi... pengacara Kwon, kau tidak perlu membalas dendammu, sudah saatnya kau mengganti alasananmu tetap hidup, mau kan?"
"Eomma-"
"Eomnamu akan sangat bangga kalau putranya bisa hidup dengan baik,"
Lisa mendekatkan tubuhnya untuk memeluk Jiyong, mengusap-usap punggung pria yang sama sekali tidak terisak walaupun air matanya banyak terbuang.
"Hiduplah... untukku, bukan untuk balas dendam lagi," bisik Lisa, memohon sekali lagi agar Jiyong menuruti keinginannya. Jiyong sama sekali tidak membalas pelukan Lisa sebelumnya, hingga setelah beberapa menit Lisa terus mengusap tengkuk pria itu, terus berusaha menenangkannya, akhirnya pria itu luluh.
Akhirnya Jiyong luluh. Ia membalas pelukan Lisa, kemudian mengangguk untuk menjawab permintaan Lisa. Menyetujui permintaan Lisa kemudian menciumnya. Mencium bibir gadis itu dengan sangat lembut dan dalam, tidak seperti biasanya namun Lisa menyukainya, ciuman luar biasa lembut yang memabukan.
"Sekarang... kau alasanku, tetap berada disini, jadi jangan mencampakanku..." pinta Jiyong. "Tidak ada gadis lain yang tahan padaku, jadi jangan meninggalkanku dan merebut kembali alasan yang sudah kau berikan, hm?"
"Aku, bersedia menjadi alasanmu, dan berjanji akan terus begitu,"
§§§
EndEpilog secepatnya
![](https://img.wattpad.com/cover/149518662-288-k229049.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belladonna
FanfictionBelladonna Berarti wanita cantik dalam bahasa Italia. Belladonna Juga mengartikan sebuah Berry beracun. Belladonna Wanita cantik dan racun.