§§§
Ketika dua manusia saling menyukai, keduanya akan berusaha untuk memikat satu sama lain. Ketika dua manusia mulai jatuh cinta, kedianya akan berusaha memenangkan hati satu sama lain. Menjadikan 'berkencan' dan 'menikah' sebagai tujuan mereka. Saat itu, rasanya semua sangat membahagiakan.
Mengantar pulang setelah matahari terbenam sudah terasa sangat romantis.
Meluangkan 10 menit waktu istirahat untuk bicara di telpon terasa semanis permen kapas.
Bekal makan siang buatan tangan yang rasanya mengerikan tetap dapat mengukir senyum bahagia.
Menolak ajakan teman untuk bermain di akhir pekan, hanya agar bisa menonton film bersama sudah terasa seperti sebuah pengorbanan luar biasa.
Semua kebahagian yang akhirnya mengantar dua manusia pada status 'berkencan'.
Tapi setelah berkencan, rasanya tidak menyenangkan lagi.
Bukan karena tidak lagi saling mencintai.
Tapi karena pria kehilangan kemampuannya untuk memberi, dan wanita kehilangan kemampuannya untuk menghargai.
Mengantar pulang tidak lagi terasa spesial.
Mengantar pulang justru seakan sebuah keharusan.
Ini sungguhan berkencan? Kenapa dia tidak mengantarku pulang? Dia sudah tidak mencintaiku lagi, dia sudah bosan.
Apa aku supir pribadinya? Kenapa aku harus terus mengantarnya pulang? Padahal dulu dia bisa pulang dan pergi sendiri.
Menelpon tidak lagi kebutuhan, tapi keharusan.
Menelpon jadi seperti mengisi buku absen. Jika tidak di lakukan, maka akan dianggap mengurangi nilai.
Dia tidak menelponku malam ini? Ah! Mungkin dia sedang menelpon gadis lain.
Kita sudah bertemu seharian, masih haruskah bicara ditelpon?
Menghabiskan waktu bersama di akhir pekan tidak lagi menjadi hadiah terbaik.
Dia lebih memilih bermain dengan teman temannya, dia tidak mencintaiku lagi!
Aku sudah meluangkan waktu untuknya minggu lalu, kenapa dia masih marah? Tidak setiap hari aku bisa bertemu teman temanku.
Status 'sepasang kekasih' sering kali mengurangi kemampuan untuk menerima. Mentang-mentang sudah berkencan, perhatian kecil tidak lagi terasa, standar kebahagiaan terus dan terus meningkat. Hubungan terasa semakin hambar namun melepas status pun tidak rela. Takut menyesal. Tapi tanpa sadar membangun lubang besar dalam hati. Kesepian yang dibungkus kepura-puraan.
"Baiklah, kalau kau ingin kita tetap seperti ini," ujar Jiyong setelah berfikir sembari menghabiskan makanannya. "Tidak perlu berkencan, tapi itu bukan berarti aku menyerah mendapatkanmu. Aku hanya belum membutuhkan statusnya. Tapi saat nanti aku membutuhkan status itu, aku tidak akan membiarkanmu bermain seperti terus,"
"Ne?" tanya Lisa yang sedikit bingung karena Jiyong yang hanya diam sejak tadi tiba-tiba saja bicara.
"Let's not fall in love, let’s just stay like this. Let’s not make promises, you never know when tomorrow comes. But i really mean it when i say, i love you,"
"Let’s not make promises, you never know when tomorrow comes. But i really mean it when i say, i love you," ulang Lisa yang kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Jiyong.
"Berjabat tangan? Tidak sekalian membuat perjanjian tertulis huh?" tanya Jiyong namun tetap meraih tangan Lisa untuk berjabat tangan.
"Kalau mencium terlalu jauh," jawab Lisa yang kemudian melepas pegangannya dari tangan Jiyong. Gadis itu bangkit dari duduknya, mengatakan kalau ia akan pergi ke toilet dan melangkah menjauh.
Lisa meninggalkan handphonenya bersama Jiyong, yang masih duduk dan merokok. Awalnya Jiyong sama sekali tidak tertarik untuk melihat isi handphone itu, namun sebuah panggilan masuk menarik perhatiannya. Panggilan dari seorang bernama Choi Seunghyun. Dan Jiyong menjawab panggilan itu.
"Kau sudah bangun Lisa? Supir Lee akan mengantarkan mobilmu dan untuk barang barangmu mungkin akan sampai disana sekitar 1 jam lagi,"
"Lisa sedang di toilet," ucap Jiyong sembari menatap ke toilet, berharap Lisa tidak akan keluar dalam waktu dekat.
"Siapa ini?"
"Kwon Jiyong, dan kau- Choi Seung-"
"Aku oppanya. Apa kau kekasih Lisa? Ini terlalu pagi untuk mengunjungi seorang teman,"
"Kurasa begitu, Lisa kembali," ucap Jiyong yang kemudian mengulurkan handphone Lisa dengan sangat santai pada gadis itu, seakan menjawab panggilan di handphone orang lain adalah hal biasa. "Oppamu, dia mengirim mobil dan barang-barangmu," lanjutnya membuat Lisa membulatkan matanya. Namun alih alih bersedih karena kembali mengingat kejadian semalam, Lisa justru kesal karena Jiyong menjawab panggilan di handphonenya tanpa izin.
"Ya, kenapa?" ucap Lisa pada Seunghyun setelah memberi Jiyong tatapan sebalnya.
"Siapa pria itu? Kau sudah berkencan dengan seseorang?"
"Kurasa bukan itu alasanmu menelpon, ada apa?"
"Mobil dan barang barangmu akan tiba disana sekitar satu jam lagi,"
"Arraseo, kurasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, bye!" balas Lisa yang kemudian mematikan panggilan itu dan memasukan handphonenya kedalam tasnya. "Kau tau mengangkat panggilan orang lain itu tidak sopan!"
"Suaranya mengganggu," jawab Jiyong santai yang kemudian mematikan rokoknya. "Aku harus menemui klienku di penjara, dan tidak bisa membantumu membereskan rumah, bagaimana? Tapi aku bisa mengirim Taehyung dan Jungkook untuk membantumu, mereka cukup bisa diandalkan untuk bersih bersih,"
"Tidak perlu aku bisa-"
"Sepertinya kau tidak pernah tinggal sendiri atau membantu pindah rumah, akan kusuruh Taehyung dan Jungkook untuk datang," ucap Jiyong membuat keputusan tanpa melibatkan pendapat Lisa sama sekali. Pria itu meraih handphonenya kemudian menelpon Seungri, menyuruh Seungri mengirim dua mantan rentenirnya itu. "Ayo pulang, aku antar, aku harus kekantor"
"Sebelumnya kau tidak terlihat ingin pergi bekerja hari ini,"
"Sebelumnya memang tidak, tapi masalah kita sudah selesai jadi aku tidak punya alasan untuk tidak bekerja sepertimu," jawab Jiyong yang kemudian merangkul Lisa untuk kembali ke mobil mereka setelah meninggalkan sejumlah uang di atas meja mereka tadi.
"Tanganmu?" tanya Lisa, baru menyadari kalau tangan Jiyong yang terluka tidak lagi di perban, hanya di lindungi sebuah plester.
"Ah... perbannya tidak nyaman untuk menyetir, jadi ku lepas,"
"Tidak sakit?"
"Tidak, tapi kalau aku berkelahi lagi, bisakah kau ikut?" tanya Jiyong yang kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Lisa. "Sangat sulit untuk tidak terluka kalau berkelahi dengan tangan seperti ini,"
"Kalau begitu jangan berkelahi atau pergi saja kerumah sakit, aku bukan dokter pribadimu, cepat masuk," suruh Lisa yang kemudian menarik pintu mobilnya sampai tertutup. Jiyong terkekeh, tidak berkencan pun tidak masalah, asal Lisa memperlakukannya seperti sebelumnya, asal Lisa tidak berubah menjauhinya.
§§§

KAMU SEDANG MEMBACA
Belladonna
Fiksi PenggemarBelladonna Berarti wanita cantik dalam bahasa Italia. Belladonna Juga mengartikan sebuah Berry beracun. Belladonna Wanita cantik dan racun.