25

2.4K 323 7
                                    

§§§

§§§

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

§§§

"Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Jiyong setelah mereka tiba di apartement Lisa. Tanpa mengatakan apapun Lisa menaruh kotak obat yang baru di belinya beberapa menit lalu diatas meja. Kini apartementnya sudah penuh dengan berbagai perabot mewah yang dikirim ayahnya.

"Lepas pakaianmu," suruh Lisa sembari berjalan ke dapur, mengambil mangkuk berisi air dan handuk untuk membersihkan luka-luka Jiyong. Wajahnya berdarah, keningnya terluka, bahkan hidungnya bisa saja patah, tapi pria itu tidak mau di obati di rumah sakit. Tapi pria itu tidak mau diam dan mendengarkan Lisa.

"Wae? Kau mau melihat tubuhku? Kalau aku membuka pakaianku, kau juga akan membuka milikmu?" tanya Jiyong, sama sekali tidak terdengar seperti pria yang tengah terluka. Pria itu bahkan masih bisa mengekori Lisa ke dapur dan mengambil handuk.

"Mwo? Kenapa kau tiba tiba bicara seperti itu padaku?" tanya Lisa sembari menaruh mangkuk berisi airnya keatas meja ruang tengah dengan sedikit kasar, membuat sebagian airnya tumpah dan membasahi karpet.

"Waeyo? Hanya ada kita berdua disini jadi... kenapa aku tidak boleh memintamu melepas pakaianmu? Hanya ada kita berdua disini," jawab Jiyong sembari menunjukan senyuman nakalnya, mengoda Lisa dengan candaannya. Pria itu mendekati Lisa, membuat si gadis bergerak selangkah kebelakang untuk menghindarinya.

"Berhenti mengatakan omong kosong, kau tidak ingin mengatakan sesuatu yang lebih berguna padaku?"

"Lebih berguna? Apa itu?" tanya Jiyong yang kemudian menghentikan gerakannya, merubah ekspresi jahilnya menjadi ekspresi penasaran.

"Benar benar tidak ada yang ingin kau katakan?"

"Apa? Sudah ku bilang aku kesana untuk menangkap pelaku sebenarnya, aku berhasil menangkap pembunuh bayarannya, juga yang membayarnya. Jadi di sidang besok, klienku akan bebas,"

"Ah... begitu? Hanya itu yang ingin kau katakan?"

"Lalu apa lagi? Aku sudah melarangmu ikut, tapi kau sama sekali tidak mendengarku. Dan sekarang aku juga sudah menjelaskan apa yang terjadi, apalagi yang kurang?"

Lisa melemparkan handuk yang dipegangnya ke wajah Jiyong. Melempar dengan cukup keras kemudian mengambil handuknya kembali

"Menjengkelkan!!" bentaknya kemudian. "Apa kau bodoh?! Untuk apa pengacara menangkap pelakunya?! Kau harusnya menelpon polisi! Untuk apa kau berkelahi disana hanya untuk menangkap pelakunya?! Kau itu pengacara! Bukan polisi atau tukang pukul!"

"Aku bukan pengacara perceraian! Wajar kalau perlu sedikit terluka untuk klien dan apa menurutmu polisi bisa menangkap mereka walaupun aku melaporkannya?! Aku bahkan harus merekam semua kejadian disana untuk berjaga jaga kalau orang itu mati dan tidak bisa di dakwa!"

"Kalau begitu jadi pengacara perceraian saja!! Kenapa pengacara harus terluka?!"

"Kau mengkhawatirkanku?" tanya Jiyong setelah melihat Lisa yang kesal menghentakan kakinya ke lantai, menginjak-injak lantai dibawahnya dengan cukup keras saking kesalnya.

"Menurutmu tidak?! Kau mau mati sebelum berkencan denganku?!" jerit Lisa yang justru mengembangkan sebuah senyuman di wajah Jiyong. Jeritan yang memacu jantung Jiyong untuk berdetak lebih cepat.

"Kau tau? Mendengarmu mengkhawatirkanku benar benar menyenangkan," komentar Jiyong sembari melepas pakaiannya, menunjukan luka memar dan sisa gumpalan darah di tubuhnya.

"Mwo? Kau gila? Kenapa kau membuka bajumu? Kita belum selesai bicara!"

"Aku tidak mau mati sebelum berkencan denganmu, jadi obati aku. Aku tidak mau mati sekarang, jadi selamatkan aku dr. Yang," jawab Jiyong yang kemudian berbaring di sofa, menggenggam tangan Lisa kemudian menariknya, menyuruh gadis itu cepat mengobatinya.

"Jangan terluka begini lagi," ucap Lisa yang akhirnya menyerah dan mulai membersihkan wajah serta tubuh Jiyong. "Kakimu juga terluka, lepaskan celanamu,"

"Ini masih terlalu siang untuk bercinta-" canda Jiyong yang hanya Lisa balas dengan tatapan marahnya. "Hehe aku bercanda, aku akan melepasnya nona... jangan khawatir," lanjutnya kemudian membuka celananya.

Lisa mendesah kesal begitu melihat luka tikam yang tidak begitu dalam di paha Jiyong, luka yang membuat jiyong tidak bisa berjalan dengan benar.

"Beristirahatlah," suruh Lisa yang kemudian berdiri untuk membersihkan sisa-sisa kasa kotor di lantai, membereskan semua peralatan dan obat yang baru saja dipakainya.

"Tapi aku harus- arraseo, aku akan beristirahat sebentar lalu kembali bekerja," jawab Jiyong yang kemudian bangkit dari sofanya. "Jadi begini rumahmu sekarang? Semua barang barang ini, kau membelinya sendiri?" tanya Jiyong sembari melihat sekeliling rumah Lisa.

"Tidak, diantar dari rumah,"

"Ah... tapi bagus, sangat Lalisa, minimalis, dingin dan... sexy?" ucap Jiyong yang kemudian menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang Lisa— yang sekarang di lapisi bad cover dan selimut hitam. "Bisakah kau menemaniku disini?"

Lisa menghampiri Jiyong, ikut berbaring disebelah pria itu kemudian memeluknya. Merasakan aroma obat di tubuh pria itu, namun tidak membuatnya terganggu dan melepaskan pelukannya.

"Kau tau? Tadi aku berkelahi dengan seluruh kekuatanku," cerita Jiyong sembari mengusap pipi Lisa. "Aku tidak memikirkan apapun saat berkelahi tadi,"

"Tapi masih terluka sebanyak ini?"

"Mereka terlalu banyak-"

"Dan kau tidak mengajak Taehyung atau siapapun yang bisa membantumu? Bodoh,"

"Bukankah pria yang bisa berkelahi itu keren? Aku ingin terlihat keren didepanmu,"

"Aku ingin menenggelamkanmu kalau sampai ini terjadi lagi," balas Lisa tanpa melepaskan pelukannya, tanpa membalas tatapan Jiyong. "Apa yang keren dari melukai diri sendiri seperti ini? Kau tidak takut mati?"

"Takut mati? Haha untuk apa? Eommaku sudah meninggal, dan aku lebih takut kalah di persidangan besok,"

"Pengacara Kwon, apa yang akan kau lakukan setelah Woo Hyungman bebas? Membunuhnya?"

Jiyong terdiam, tidak dapat menjawab pertanyaan Lisa. Jantungnya berpacu sangat cepat, dan kebencian kembali memuncak sampai ubun-ubunnya. Bahkan keberadaan Lisa tidak dapat membuatnya menekan semua rasa benci itu.

"Aku... akan menghukumnya,"

"Dia sudah di hukum, istrinya sedang kritis dan ia justru di penjara. Ia ingin segera bebas dan menjaga istrinya,"

"Kenapa orang sepertinya juga pantas punya istri?"

§§§

BelladonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang