§§§
"It's so nice to meet you... let's never meet again," ucap Lisa pada seorang pria yang lima bulan lalu menjadi pria dari kencan butanya.
Malam ini Lisa tengah menunggu taxi yang lewat di depan gedung NFL, di dekat halte. Kehilangan mobil membuatnya sedikit kesulitan karena harus naik bus saat pagi dan taxi saat malam begini. Ditambah Lisa bukan tipe gadis yang akan meminta seorang pria seperti Jiyong untuk datang menjemputmya setiap malam.
Jam sudah menunjukan pukul 11.40 malam ketika pria itu menepi dalam keadaan sedikit mabuk. Menepi karena melihat Lisa berdiri ditepi jalan sendirian dan berniat memberinya tumpangan sampai hotel terdekat.
Sebenarnya pria itu cukup tampan, dan tentu saja kaya. Tapi Lisa tidak menyukainya, Lisa tidak suka pria yang terlalu percaya diri dan angkuh berada dalam hidupnya.
"Mwo? Kau-"
"We don't have to talk, bye!" ucap Lisa, ia bersyukur karena sebuah lamborghini hitam berhenti dibelakang mobil pria yang mencoba membawanya ke hotel.
Jiyong keluar dari mobilnya, dan Lisa menghampirinya. Pria itu masih sangat kesal karena pertemuannya dengan Woo Hyungman beberapa jam lalu. Jiyong bersumpah akan memukul siapapun yang membuatnya kesal, termasuk pria yang sedang mencoba untuk mengganggu Lisa itu.
"Siapa dia?" tanya Jiyong, dengan suaranya yang sangat dingin.
"Hanya seorang mabuk yang-" belum sempat Lisa menyelesaikan ucapannya, lengan Jiyong sudah terangkat untuk menahan botol whiskey yang hampir saja mengenai kepala Lisa.
Pria tampan yang kaya itu, marah. Obat dan whiskey yang di konsumsinya beberapa waktu lalu membuatnya tidak bisa menahan diri. Tingkah dan ucapan angkuh Lisa memprovokasinya. Membuatnya marah kemudian hendak memukul kepala gadis sombong yang mengabaikan bualannya.
Lisa sudah terkejut karena pria mabuk itu ingin memukulnya, semakin terkejut karena Jiyong yang sejak awal terlihat marah bisa menahan botol kaca itu dengan telapak tangannya. Dan lebih terkejut lagi karena dengan tangan kosongnya, Jiyong menekan botol itu hingga pecah. Jiyong mendorong botol yang pecah itu dengan tangannya yang juga sudah terluka, mendorong dengan cukup kuat sampai si pria mabuk ikut tersungkur di trotoar. Kali ini Lisa tidak melihat pengacara Kwon yang pandai menggunakan pilihan katanya, kali ini Lisa melihat seorang ketua geng yang memakai ototnya.
"Kau- kau-"
"Kalau kau, melukai gadis itu barang sedikit saja... aku akan membunuhmu," ucap Jiyong dengan nada yang terasa sangat dingin di tiap katanya.
"Hentikan, dia hanya pria mabuk," tahan Lisa sebelum Jiyong yang terlihat sangat marah benar benar memukuli pria yang bahkan tidak Lisa ingat namanya. "Hentikan, ayo pergi, aku yang menyetir," bujuk Lisa sekali lagi sembari berusaha menarik Jiyong agar kembali masuk kedalam mobilnya.
Sekarang Lisa tinggal disebuah gedung apartement, tidak terlalu bobrok seperti apartement kumuh, tapi juga tidak semewah apartement keluarganya. Memang Jiyong yang mengenalkan gadis itu pada agen perumahannya. Namun Jiyong belum pernah berkunjung ke tempat tinggal Lisa. Lisa sendiri pun baru pindah ke rumah itu pagi tadi.
"Tunggu disini," pinta Lisa sembari menepikan mobilnya di apotek dekat rumahnya. Gadis itu membeli beberapa obat dan peralatan menjahit, untuk berjaga-jaga kalau luka Jiyong ternyata parah. Lisa menawarkan diri untuk mengantar Jiyong kembali ke firma hukumnya, namun Jiyong menolak dan Lisa berinisiatif untuk membawa Jiyong ke apartement barunya.
"Tidak ada apapun disini, aku keluar rumah tanpa membawa apapun," ucap Lisa sembari memberi Jiyong celah untuk masuk kedalam apartementnya. Benar benar tidak ada apapun disana, selain sebotol air mineral, sebuah kotak berisi pakaian dan sebuah ranjang single size yang bahkan belum di beri bad cover.
Jiyong tidak peduli, dadanya sangat sesak sampai menekan otaknya dan membuat kepalanya pening serta tidak mampu berfikir. Pria itu melangkah masuk kemudian menjatuhkan tubuhnya untuk duduk diatas ranjang Lisa.
"Kemarikan tanganmu," pinta Lisa yang langsung duduk di atas ranjangnya dan menaruh tasnya tidak jauh dari sana. Jiyong yang berbaring diatas ranjang itu mengulurkan tangannya, tanpa mengatakan apapun. Lisa pun tidak menanyakan apapun selama membersihkan serta mengobati tangan Jiyong. Lisa hanya fokus pada luka di telapak tangan kanan Jiyong sementara Jiyong fokus mengosongkan isi kepalanya.
"Selesai," ucap Lisa setelah membungkus rapih telapak tangan itu dengan perban yang tadi dibelinya.
"Kau tidak penasaran?" tanya Jiyong sembari bergerak untuk menaikan kepalanya ke paha Lisa.
"Tentang apa?" balas Lisa yang mulai menggerakan tangannya untuk mengusap rambut Jiyong dengan sangat lembut.
"Tadi aku-"
"Tadi kau sedikit berlebihan," sela Lisa masih sambil mengusap lembut helaian rambut Jiyong. Yang entah bagaimana, dapat membuat Jiyong sedikit demi sedikit mulai merasa tenang. "Tapi jangan khawatir, kau tidak melukainya, dia tidak akan bisa menuntutmu,"
"Kau terdengar seperti seorang pengacara,"
"Mungkin karena terlalu sering bergaul denganmu,"
"Malam ini... kurasa aku tidak bisa berhubungan seks-"
"Aku membawamu kesini bukan hanya karena ingin kau tiduri pengacara Kwon, aku mengajakmu kesini karena kau bilang tidak mau kembali ke kantormu," sela Lisa sembari melepaskan tangannya dari helaian rambut Jiyong
"Tapi aku ingin tidur sambil memelukmu," ucap Jiyong yang kemudian menarik tangan Lisa agar kembali mengusap rambutnya. "Hari ini... aku... sedang sangat marah,"
"Dan apa yang membuatmu marah tuan?" tanya Lisa, mulai kembali mengusap lembut kepala Jiyong dan menunduk—untuk melihat wajah Jiyong yang sekarang memejamkan matanya.
"Aku... bertemu dengan orang yang membunuh eommaku," entah kenapa, Jiyong bisa mengatakannya pada Lisa. Entah kenapa, air mata Jiyong yang sudah kering dua puluh tahun lalu kembali menggenang di pelupuk matanya.
Lisa hanya tersenyum, tersenyum dengan sangat lembut, tanpa berkomentar, tanpa terlihat antusias, tanpa terlihat penasaran, namun terasa sangat tulus.
"Dia seorang dektektif, yang mabuk dan memperkosa eommaku, lalu meninggalkannya. Selama 7 tahun hidupku, aku percaya kalau appaku adalah seorang kakek yang meninggal dihari kelahiranku. Tapi tiba-tiba dektektif itu muncul, dia menyuruh eommaku membawaku pergi karena takut kami akan buka mulut dan menggagalkan pernikahannya. Lalu... dia mulai memukul eomma, memukulku, dan menikam eomma dengan pisaunya. Sekali... dua kali... tiga kali dan aku melarikan diri," cerita Jiyong sembari memejamkan matanya yang mulai berair. Bukan hanya Jiyong yang menangis, Lisa yang berusaha terlihat tenang pun meneteskan air matanya hingga mengenai pipi Jiyong.
Jiyong membuka matanya, merasakan tetesan air di pipinya dan melihat Lisa tengah mengusap air matanya kemudian kembali tersenyum.
"Hanya karena dia menghamili eommamu, bukan berarti dia appamu," ucap Lisa, masih dengan sangat lembut. "Kalau dia tidak menjagamu, kalau dia tidak menyayangimu, kalau dia tidak bahagia atas kehadiranmu, dia bukan appamu, hm?"
Entah kenapa ucapan Lisa dapat menghilangkan sesak di dada Jiyong. Pria itu bangkit dari baringannya dan memeluk Lisa. Memeluk Lisa dengan sangat erat seakan takut gadis itu akan pergi meninggalkannya.
"Aku... akan membebaskannya... apapun yang terjadi... aku sendiri yang akan menghukumnya..." bisik Jiyong dengan penuh penekanan disetiap katanya. Penuh dendam, penuh kebencian dan Lisa bisa merasakannya hingga gadis itu memilih untuk mengangguk dan membalas pelukan Jiyong.
§§§
KAMU SEDANG MEMBACA
Belladonna
FanfictionBelladonna Berarti wanita cantik dalam bahasa Italia. Belladonna Juga mengartikan sebuah Berry beracun. Belladonna Wanita cantik dan racun.