10

2.9K 349 8
                                    

§§§

Lisa duduk di sebelah Jiyong, diatas ranjang, bersandar pada kepala ranjang dengan tubuh yang tertutupi selimut hitam. Hanya Jiyong yang bertelanjang dada, sementara Lisa sudah memakai pakaian lengkapnya. Jiyong menyuruh Lisa berpakaian karena takut anak buahnya tiba tiba masuk dan melihat tubuh polos Lisa.

"Tempat ini benar benar bobrok kan?" tanya Jiyong sembari mengelus lembut rambut gadis yang bersandar padanya. "Dulu eommaku juga seorang pengacara,"

"Dan sekarang?"

"Dia sudah meninggal, di bunuh, disini, di kantor ini. Sudah 20 tahun lalu, saat aku masih berusia 7 tahun. Aku tidak bisa melakukan apapun selain melarikan diri waktu itu,"

"Bagaimana hidupmu setelah itu? Tinggal dengan appamu?" tanya Lisa, jemarinya yang lentik mengusap dada Jiyong, merasakan jantung pria itu yang sekarang berdetak sangat keras.

"Aku hanya sekali bertemu dengan appaku, sebelum kematian eommaku," jawab Jiyong, hanya menatap kosong ke dinding semen didepannya. "Orang yang membunuh eommaku- aku ingin membunuhnya,"

"Eommaku, juga sudah mmeninggal beberapa tahun lalu," ucap Lisa, masih terus mengusap dada Jiyong, mencoba menenangkannya. "Wanita yang sekarang tinggal dirumahku adalah selingkuhan appaku. Dan begitu eommaku meniggal, mereka menikah, pesta pernikahannya seakan merayakan kematian eommaku. Aku berusaha bertahan, tinggal bersama mereka tapi pagi ini aku keluar dari rumah,"

"Kau keluar dari rumah? Dimana kau tinggal sekarang?"

"Kantor?"

"Mwo? Kau tidak bisa tinggal disana, kau mau ku carikan tempat tinggal?"

"Aku punya uang tabungan, tapi tidak banyak,"

"Aku bisa mencarikanmu rumah dengan uang deposit yang murah,"

"Bagaimana?"

"Hhh... banyak agen perumahan yang pernah jadi klienku,"

"Ada yang membuatku sangat penasaran," ucap Lisa, gadis itu mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Jiyong dengan lebih jelas. "Siapa yang membesarkanmu setelah eommamu meninggal?" tanya Lisa setelah membuat Jiyong menunggu beberapa detik. "Aku bertanya karena penasaran, karena sejujurnya... setiap kali pria dibawah mengikutimu, kau terlihat seperti ketua geng, dan aku yakin kau tidak pernah tinggal di panti asuhan,"

"Aku sudah berhenti, sekarang aku seorang pengacara,"

"Hm... bahkan seorang pengacara pun tetap boleh punya masa lalu," jawab Lisa yang mengartikan jawaban Jiyong sebagai 'ya, aku seorang ketua geng'. Lisa menghela nafasnya ketika perlahan-lahan sinar matahari mulai masuk melewati jendela kecil di ruang kerja yang sudah beralih fungsi jadi kamar tidur itu. "Hhh... sepertinya aku sudah harus pergi,"

"Wae? Ini masih terlalu pagi untuk ke kantormu," tahan Jiyong sembari mengeratkan rangkulannya di bahu Lisa. "Kau sudah merindukan dr. Nam??"

"Haha dr. Nam? Kurasa tidak, semalam Jaksa Kim datang dan mengamuk di ruang otopsi, dia kesal tapi dr. Nam mengabaikannya. Jaksa Kim sampai naik ke atas meja otopsi dan berbaring disana,"

"Haha... Jisoo naik ke meja otopsi?"

"Ya, aku bilang padanya kalau dr. Nam hanya menghormati orang yang sudah berbaring di meja otopsinya, maksudku dr. Nam hanya menghormati orang yang sudah meninggal. Tapi sepertinya Jaksa Kim salah paham dan berbaring di meja otopsi hanya agar dr. Nam mau bicara dengannya,"

"Dan yang terjadi selanjutnya?"

"Entahlah... aku tidak menonton sampai selesai, tapi yang pasti sekarang dr. Nam pasti sedang sibuk berfikir, dia tidak membutuhkanku saat berfikir,"

BelladonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang