Prolog

12.6K 593 24
                                    

Daun mangga kering yang berjatuhan di atas tanah sama sekali tidak membuat seorang gadis berbalut jersey Manchester United berpindah sekalipun tangan dari seorang cowok berjambul telah terulur sejak dua menit yang lalu. gadis bernama Caca masih bergelut dengan pikirannya sendiri, tidak menyadari bahwa Samudra sudah dengan wajah anehnya menatap gadis itu

memikirkan tentang ucapan mama nya semalam benar-benar sukses membuat nya terfikir hingga saat ini.

"sayang" tegur Samudra sembari mengibas-ngibaskan handuk kecil berwarna biru yang tersampir di pundaknya

"bau bego" ketus Caca kemudian bangkit dan langsung berjalan tanpa menunggu Samudra berkata lebih banyak lagi. mood nya sedang tidak bagus untuk mengajak kekasihnya berbicara panjang lebar

berhubung ini hari selasa, maka joging track ini tidak seramai saat minggu. hanya ada beberapa anak muda yang mungkin memang sedang libur setelah Ujian Nasional berlangsung.

Caca memain-mainkan dedaunan yang ada menggunakan kaki kanannya. tidak mempedulikan lagi beberapa gadis yang menatap Samudra dengan tatapan aneh atau tatapan memujanya, jika biasanya Caca akan dengan sengaja memamerkan kemesraan, kali ini berbeda, gadis itu malah cenderung diam dan tiba-tiba akan marah tidak jelas

"Ca" panggil Samudra dengan tangan yang mencekal kuat pergelangan Caca membuat gadis itu berhenti dengan sangat terpaksa, menyorot sosok cowok dihadapannya dengan tatapan malas yang teramat sangat malas, ingin menangis tapi tidak paham bagian mana yang harus di tangisi nya

"kamu kenapa?" tanya Samudra kemudian. Caca masih diam tidak mau menjawab apapun, mulutnya masih berusaha menata kata-kata yang tepat untuk di keluarkannya saat ini

"aku nggak papa" jawab singkat Caca. gadis itu menatap manik mata dihadapannya, menatap dengan berbagai tatapan yang tidak bisa Samudra artikan dengan jelas, antara tatapan marah dan kesedihan yang beradu jadi satu

"bisa nggak jawabnya selain nggak papa?" kali ini Samudra berkata sedikit tegas membuat beberapa pasang mata menatap keduanya dengan aneh, mengira bahwa Caca dan Samudra sedang bertengkar hebat makanya Samudra sampai berkata seperti itu.

karena tidak kunjung menjawab, Samudra menarik lengan Caca menjauh, duduk di bawah pohon kamboja putih yang cukup menghalangi jatuhnya sinar matahari di atas kepala, tempat yang hanya dilalui oleh beberapa orang dan cenderung sepi adalah yang paling tepat saat ini

"Mama minta aku kuliah di New York" jawab Caca kemudian

gadis itu tidak tau mesti berbuat apa tentang keputusan yang dibuat mama nya secara sepihak, tanpa ada pertimbangan untuk Caca atau memberikan kesempatan gadis bermata hazel itu untuk memberi persetujuan atau tidak. ini ya ini, itu ya itu

Samudra yang mendengar hal itu masih merangkai kosakata yang tepat, merangkai kalimat yang akan memberikan ketenangan untuk kekasih sekaligus tunangannya ini

"Aku nggak bisa nolak, karena kakek juga setuju sama keputusan mama" sambung Caca setelahnya. air di matanya turun lima detik yang lalu

"nggak papa, aku di Indonesia bakal kuliah yang bener, kamu disana seharusnya juga gitu. aku bakal sering dateng ke NY" ucap Samudra dengan nada yang dibuat setenang mungkin meskipun jarak ada tepat dihadapan mereka, tepat di depan mata mereka saat ini. tinggal menghitung hari, dan cowok itu akan berpisah sementara waktu dengan Caca

"Aku bukan masalah tentang ke NY nya atau gimana, aku cuma takut kalo suatu hari hubungan kita bakal renggang. karena kamu tau, 4 tahun itu bukan waktu yang sebentar. entah kamu yang berubah atau aku yang berubah nantinya. kamu ingat kan kalo dulu aku pernah bilang, bahwa takdir tidak akan selalu berada di pihak kita atau sesuai dengan keinginan kita. semuanya bisa berubah seiring berjalannya waktu. mulai kita yang jarang ketemu, kita yang beda waktu pasti sibuk sama dunianya sendiri-sendiri, kita yang jarang komunikasi, kita yang jarang ketawa bareng dan kita yang bakal saling merindukan. karena hal itu semunya bisa berubah, nothing is impossible if fate had talked" kata Caca dengan meluapkan seluruh uneg-uneg yang berada di hatinya sejak semalam, apa yang ingin dia katakan akhirnya ia utarakan langsung kepada orang yang berhak mendengarnya, mendengar betapa tidak adilnya sebuah kenyataan hidup yang akan memisahkan mereka puluhan kilometer jauhnya dengan rentang waktu yang jelas nyata berbeda

Samudra mencerna dengan begitu baik, apa yang di fikirkan oleh Caca hampir sama dengan apa yang di fikirkannya, tentang kelanjutan hubungan yang entah akan bagaimana dan tentang perubahan mereka nantinya, Samudra faham kecemasan apa yang sedang dirasa oleh tunangannya saat ini, rasa takut kehilangan yang lebih dominan menguasai ketimbang rasa percaya itu sendiri

"kamu berangkat kapan ca?" tanya Samudra

"Minggu depan, soalnya aku perlu ngurus berkas sama administrasi disana juga, Mama udah daftarin soalnya"

"nggak usah nangis, aku bakal sering dateng ke NY kapan pun kamu mau, aku bakal dateng meskipun tanpa kamu minta"

"dasar resek" Caca bangkit dari duduknya kemudian mengusap sisa air mata yang jatuh di atas pipinya

"besok temenin aku daftar ke kampus, terus siangnya kita jalan-jalan"

"kemanapun?"

"kemanapun sayang"

Caca tersenyum kemudian menggandeng tangan Samudra. menyusuri area joging track ini dengan senyum yang terbentuk sewaktu-waktu. memang hanya Samudra lah yang paling bisa menenangkannya, membuatnya tau bahwa sebuah perasaan memang ada pelabuhannya, dan bahwa hati ada tempatnya sendiri untuk pulang.


___________________________________

Next gak??

Ten Thousand MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang