"Sepertinya aku tau dimana dia berada" ucap Fabian
Samudra menoleh kemudian menarik paksa tangan Fabian untuk menjauh dari banyaknya orang yang menonton aksi mereka tadi.
"katain dimana Caca"
"Berlin"
"Jerman maksud lo? lo bawa dia kesana?"
"Bukan aku, tapi ayahku"
"Apa hubungannya?"
"Nggak akan keburu kalo aku cerita semuanya. dan saran aku, mending kita kesana langsung. aku ambil paspor di studio. biar Ronald yang gantiin" ucap Fabian kemudian berlari sekencang mungkin meninggalkan Samudra yang masih mencak-mencak karena teka-teki ada di otaknya
Sementara itu Fabian kehabisan cara untuk membuat ayah nya mengembalikan Caca ke Zurich kecuali dengan menggantikan Caca untuk tinggal di Berlin, meneruskan bisnis milik ayahnya saat ini.
dan itulah alasan kenapa dengan tiba-tiba Fabian kembali ke Indonesia, hanya karena ayahnya mendatangi tempat tinggal baru ibunya hingga membuat wanita itu jatuh sakit tiba-tiba. dan sekarang ayah Fabian telah mengambil hal lain yang bisa membuat Fabian langsung mengangkat kedua tangannya dan menyerah tanpa syarat.
Hanya itulah satu-satunya cara agar ayahnya mau mengembalikan Caca kembali. yang tidak ada di fikiran Fabian adalah kenapa mesti Caca, dan bukan Ronald atau siapapun yang termasuk dekat dan ada di lingkup Fabian
****
Caca masih terus berkomat-kamit sendiri, mencari jawaban dimana dirinya sekarang sementara semua orang seakan sudah bungkam terhadap apa yang ada di isi kepalanya. tidak ada jawaban dan tidak ada yang mau menjawabnya barang sepatah katapun.
pria tua itu, semua pegawai di rumahnya bahkan anak kecil berusia belasan tahun pun tidak mau menjawab di daerah manakah Caca saat ini
"Nona" sapa salah satu pelayan yang menawari Caca makan sejak pagi namun di tolak mentah-mentah oleh gadis itu
"masuklah" perintah Caca
selang beberapa waktu seorang pelayan yang berusia puluhan tahun pun muncul dengan membawa nampan yang berisi buah, nasi beserta lauknya dan segelas susu putih yang baru diperas dari peternakan
"Silahkan dimakan nona"
"Saya tidak lapar, bilang ke tuanmu saya tidak mau makan"
"nona saya mohon makanlah, setidaknya demi kita yang melayani nona" perempuan berwajah Turki itu memohon dengan mata yang berkaca-kaca "Setiap nona menolak untuk makan maka kami pelayan lah yang mendapatkan imbasnya, kami tidak mendapat jatah uang makan kami disini"
Caca merasa iba dengan penjelasan pelayan di depannya "Saya akan memakannya, seperti yang kamu bilang. tapi katakan, saya ada dimana sekarang"
"saya tidak akan mengatakan apapun mengenai hal itu nona" suara pelayan itu meninggi. kemudian perempuan itu mendekat ke arah Caca dan mulai berbisik di telinga kiri gadis itu "Anda sedang berada di rumah tuan Rafael, pemilik saham terbesar di Jerman dan sekarang anda sedang berada di Berlin. jangan bilang kepada tuan Rafael jika aku yang mengatakannya"
Caca masih mematung di tempatnya, tidak tau apa yang mesti diperbuatnya saat ini. di negara yang bahkan sama sekali belum pernah di injak sebelumnya "Untuk apa saya dibawa kemari? dan kapan saya disini?" Caca memelankan suaranya
Pelayan itu menggeleng "Baiklah kalau nona tidak mau memakannya, saya akan menaruhnya di atas meja tv"
Caca tersenyum kemudian mengangguk sebentar, setidaknya ada orang baik di rumah ini yang mau mengatakan dimana keberadaanya. tapi hanya satu hal yang Caca perlukan, dia perlu untuk keluar dari sangkar ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Thousand Miles
RomanceIni menceritakan tentang kisah seorang gadis dari Indonesia bernama Caitlyn yang harus pindah ke Swiss untuk melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas di Zurich. meninggalkan tunangannya yang menetap di Indonesia bernama Samudra. suatu ketika...