Rikues azrinza_
---
Kulayangkan tatapanku pada lelaki bersurai cokelat yang tengah sibuk melakukan sesuatu di dapur kafe. Sesekali ia tertawa lepas, menanggapi lelucon garing teman pirangnya.
Kemudian memoriku menyeretku kembali saat aku dan Eren, lelaki bersurai cokelat itu pertama kali bertemu. Hingga aku bisa tiba di kafe miliknya.
Saat itu, aku yang tak tahu harus berlabuh ke mana hanya bisa menjadi sosok nomaden.
Suatu hari, saat rintik hujan bergemericik menggelitik bumi, saat aku berteduh dalam toko kelontong yang sepi tak berpenghuni, ia datang padaku. Secara tiba-tiba.
"Ah, kau yang sering berkeliaran di sini, ya?" Itu adalah hal yang pertama kali kudengar darinya. Lalu, "Bagaimana jika kau tinggal denganku?"
Begitulah kisah bagaimana aku bisa terdampar di kafe sederhana ini.
"Ah, Mikasa!"
Tatapanku kembali menyorotinya yang saat ini sudah merebahkan dirinya di sofa. "Hm?"
Eren tertawa tanpa sebab. Entahlah, mungkin hanya aku yang tidak mengetahuinya. Mungkin kautahu?
"Mikasa, coba kau tertawa. Paling tidak, cobalah untuk tersenyum."
Manikku tak kunjung lepas dari senyumnya yang indah tak tertandingi.
Otakku bekerja keras, memikirkan bagaimana jika aku bisa tertawa lepas layaknya orang pada umumnya.
Apakah akan lebih mudah dalam menjalani hidup yang gemar menerjang tanpa ampun?
Akankah seluruh beban hilang tanpa jejak sedikit pun?
"Mikasa?"
Aku menggeleng, mengisyaratkan bahwa aku tak mau, atau lebih tepatnya tidak bisa.
Helaan napas meluncur dari bibir Eren. Ia bangkit dari posisinya, beralih menjatuhkan diri pada kursi di hadapanku. Seraya tersenyum, ia berucap, "Aku tidak tahu alasanmu selalu menangis diam-diam saat malam tiba. Tapi, kumohon, berhentilah."
Aku reflek menunduk, memutus kontak mata dengannya.
Memangnya apa untungnya jika berhenti menangis? Kita bisa melupakan segala duka dan lara? Konyol.
Kurasakan usapan halus di kepalaku. Ini membuatku ... nyaman.
"Kau pasti punya impian, 'kan? Makanya, kau harus tersenyum dalam menggapainya," ucapnya seolah mengerti apa yang kupikirkan.
Impian? Apa lagi itu? Alasan kita bisa menghirup oksigen hingga sekarang?
"Tidak ada." Aku menggeleng, "Jika ada, mungkin ..."
Imajinasiku menggambar seperti apa jika aku memiliki sebuah impian.
Eren terus menatapku, penasaran. "Mungkin apa?"
"Aku ... menginginkan hal yang sama denganmu."
Meski bicara seperti itu, aku sendiri ragu. Apakah eksistensiku yang haram ini diperkenankan mendapatkan apa yang Eren dapat?
Reaksi Eren tak seperti apa yang ada dalam ekspetasiku. Ia justru tersenyum. Usapannya pada pucuk kepalaku berganti menjadi tepukan pelan.
"Kalau begitu, kau harus selalu bersamaku agar kita bisa menaklukkan dunia bersama."
Aku mengangguk, tak peduli rasa ingin tahuku yang menggebu menebak apa maksudnya.
"Tapi," ucapku seraya mendongak, membuat tatapan kami bertubrukan, "apa boleh jika aku terus bersamamu?"
"Tentu."
Ah, senyumnya itu selalu membuat siapapun meleleh jika melihatnya, memberikan kehangatan pada si penerima senyum dan sekitarnya.
"Eh, Mikasa, kenapa kau menangis?"
Aku mengusap mataku. Basah. Benar saja, aku menangis.
Eren menarikku dalam dekapan hangatnya, mengusap punggungku dengan lembut.
"Berhenti berbuat baik padaku," ucapku.
"Eh? Kenapa?"
"Karena walaupun kita bersama, aku takkan mengerti, takkan bisa memahami dirimu. Yang ada, aku hanya menjadi beban."
"Itu tidak benar. Memang, kenapa kau berpikiran seperti itu?"
"Karena aku tak punya hati."
Ya, itu benar. Aku akan seperti manusia normal pada umumnya jika hati itu tertanam dalam tubuhku.
Eren melepas dekapannya, membuat jarak mengisi kekosongan ruang di antara kami berdua. Perlahan ia menggeleng. "Kau punya," ucapnya.
"Jika aku memiliki hati," sahutku, "bagaimana caraku menemukannya?"
Eren menggenggam erat tanganku. Ia membimbing tanganku, menunjuk dadaku. "Di sini."
Untuk pertama kalinya, aku mampu merasakan bagaimana rasanya tersenyum.
Aku memang tak punya hati. Karena seluruh hatiku telah kuserahkan padamu.
---
Aaaaaa maapkan jika tak sesuai harapan dan terlalu klise :'3
Daku malu saat mengetik kalimat terakhir itu :'v
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on Line!
FanfictionBerisi cerita-cerita para tokoh Attack on Titan dalam aplikasi sosial media bernama "Line". Note : karakter tokoh sengaja diubah demi kesuksesan dalam menghibur para pembaca. Baca juga sequel cerita ini, Attack on Line! - Book 2. I'm not the own of...