Request dari AnimeLoverViolet
---
Levi memperhatikan Keith-sensei yang sedang menjelaskan bagaimana ujian praktek ini akan berjalan.
"Levi."
Levi menengadahkan kepalanya, menatap Keith-sensei yang menyerukan namanya, "Hm?"
"Tolong ambilkan peralatannya di laboratorium." Keith-sensei mengalihkan pandangannya pada Petra, "Petra, bantu Levi."
Levi mengambil napas panjang sebelum memutuskan untuk beranjak dari bangkunya. Petra berjalan di belakangnya.
Levi merutuki Keith-sensei yang menyuruhnya berjalan menuju lab. Bukan malas atau apa, tapi jarak antara kelasnya dan laboratorium sangatlah jauh.
Laboratoriumnya sendiri terletak di gedung bagian belakang. Berdekatan dengan gudang.
Setelah lama berjalan, tibalah Levi dan Petra di depan ruang laboratorium. Levi memutar knopnya, kemudian masuk disusul oleh Petra, "Petra, kau cari di bagian sayap kanan."
Petra mengangguk, ia kemudian membuka sebuah lemari di mana peralatan-peralatan praktek fisika disimpan.
Levi dan Petra sama-sama mengusap peluh yang menetes. Sudah setengah jam lebih mereka mencari, namun yang dicari tak juga menampakkan diri.
"Bagaimana ini?" tanya Petra. Kedua matanya menatap Levi penuh kekhawatiran.
"Kau temui Keith-sensei dan beritahu apa yang terjadi. Jangan lupa untuk menanyakan kemungkinan kedua benda-benda itu berada." Levi melangkah keluar dari laboratorium, "Sementara aku akan mencarinya di gudang."
Petra tersenyum. Setelah berpamitan, ia segera berlari keluar.
***
Levi duduk di depan tumpukan kardus yang sudah ia periksa. Ia sudah mencarinya di kardus-kardus itu, namun hasilnya tetap nihil.
"Levi, ada di gudang!"
Levi menoleh ke belakang. Terlihat Petra yang sedang membungkuk memegang lutut dengan napas tak teratur.
"Aku sudah mencari ke seluruh sudut." Levi menatap langit-langit gudang, "Tapi--"
"Tapi apa?" Petra memotong ucapan Levi. Ia duduk di samping Levi.
"Ada satu sudut yang belum kuperiksa," Jari telunjuk Levi menunjuk sebuah kardus yang berada di atas lemari, "di sana."
Petra menghela napas. Ia tau kenapa Levi belum memeriksanya. Tentu saja karena masalah tinggi Levi.
Jika saja situasinya tak seperti ini, Petra sudah melepas tawa sedari tadi.
Aku dan Levi sama-sama pendek, terus bagaimana?
Levi menopang dagunya di atas lutut, "Ada satu ca--"
Tik! Klang!
Bola mata Levi dan Petra membesar bersamaan saat lampu di gudang mati, bersamaan dengan suara tanda pintu tertutup.
Levi dengan cekatan berlari dan mendobrak pintu. Dirasa tak cukup, ia menambahkan beberapa tendangan pada pintu tersebut.
Tetap saja.
Nihil.
Pintu tetap terkunci.
***
Sudah satu jam lebih mereka terjebak di dalam gudang. Selama itu pula, Levi menjumpai sisi lain Petra yang belum ia ketahui.
"Berhenti ketakutan seperti itu."
Levi sendiri tak menyangka bahwa gadis satu itu phobia terhadap kegelapan.
"A-aku ..." Petra mengeratkan genggamannya pada tangan Levi.
Sehebat apapun tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Sehebat kau menahan tangis, kau tak akan mampu menangkis.
Itulah yang dialami Petra saat ini. Air matanya yang tak ingin ia tunjukkan, mengalir begitu saja.
"Apa yang membuatmu seperti ini?"
Mendengar pertanyaan itu, tubuh Petra seketika menegang. Ia diam, tak menjawab.
"Ah, maaf." Levi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Petra menggeleng dan tersenyum. Senyum yang lembut, namun menyimpan beragam duka.
Levi menarik Petra ke dalam pelukannya. Diusapnya pucuk kepala gadis itu, membuat Petra merona.
"L-Levi?"
Levi menutup mulut Petra dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menghapus air mata Petra, "Diam dan tenangkan dirimu."
Petra mengangguk pelan. Secara tak sadar, gadis itu telah mengulum senyum yang lembut.
Levi meraih sebuah kardus kosong di depannya, lalu melemparkannya tepat ke arah kardus di atas lemari itu.
Bruk!
Kardus itu mendarat mulus di depan Levi. Levi menatap Petra yang juga menatapnya, "Petra."
"A-apa?"
Levi menggeleng. Tidak baik mengusir wanita di saat hatinya terombang-ambing, "Ah, lupakan."
"Nee, Levi, kau tau? Aku mencintai seseorang selama empat tahun lebih. Namun, hati itu seperti pintu gudang ini."
Levi bergumam pelan. Ia tau siapa yang Petra bicarakan saat ini.
"Berulang kali aku memintanya untuk membuka hatinya untukku, ia sama sekali tak meresponku."
"He? Benarkah kau sudah berusaha?"
Petra tersenyum simpul, "Jika usaha yang kau maksud adalah secara langsung, belum."
Levi lagi-lagi bergumam.
"Tapi, aku akan mencoba mendobrak pintu itu dan membukanya secara paksa, tanpa merobohkannya."
Levi tersenyum samar, sama sekali tak terlihat.
"Pintu itu sudah terbuka akibat dobrakanmu."
---
Aaaaaapppaaaa iiinnniiiii :"v
Maap yak, kalau kurang memuaskan, terlalu klise, cacadh, romen ga jadi :'v
Btw, semua request bakal Seia apdet malam ini sampai besok. Jadi, kalau terganggu akibat notif yang nongol, maapkeun :'3
Setelah semua request selese, Seia mau hiatus dulu sampai tanggal 27 bikos UN :') doakan Seia yeu /jan mau
Kalian yang udah UN ataupun yang mau UN tetep semangat dan optimis ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on Line!
FanfictionBerisi cerita-cerita para tokoh Attack on Titan dalam aplikasi sosial media bernama "Line". Note : karakter tokoh sengaja diubah demi kesuksesan dalam menghibur para pembaca. Baca juga sequel cerita ini, Attack on Line! - Book 2. I'm not the own of...