Our Memories [Erwin x Reader]

4.1K 374 51
                                    

Request dari Nti-Chan

---

Seorang pria bersurai pirang klimis berbalut pakaian serba putih perlahan berjalan menuju sebuah altar.

Di sisi yang berlawanan, seorang wanita jelita juga menuju altar. Badan mungilnya dibalut oleh gaun putih panjang.

Seulas kurva tipis terlukis di paras keduanya kala keduanya bertemu.

Pria paruh baya berdiri di tengah keduanya. Setelah berdehem beberapa saat, pria tersebut berucap, "Erwin Smith, selaku mempelai pria, apakah Anda bersedia menemani [Fullname] baik ketika senang maupun susah?"

Erwin--mempelai pria-- mengangguk singkat, "Ya."

"Apakah [Fullname], selaku mempelai wanita, bersedia menerima Erwin Smith dalam keadaan apapun?" Manik biru pria paruh baya tersebut menatap [Name] lekat.

[Name] mengangguk, secercah senyum terhias di wajahnya. "Tentu saja."

Kini manik pria paruh baya itu menatap keduanya bergantian, "Apakah kalian berjanji akan mencintai satu sama lain hingga maut memisahkan?"

Erwin dan [Name] mengangguk bersamaan, "Ya."

"Baiklah," Pria tersebut tersenyum, "mempelai pria diperkenankan mencium mempelai wanita."

Erwin dan [Name] bertukar pandangan. Rona merah menghiasi pipi keduanya.

'Bangsul gimana gue nyium dia?' tanya Erwin dalam hati.

Sementara [Name] mengepalkan kedua tangannya. 'Cepetan, Bang!'

'Ini lama amat dah cipokannya.' Kini giliran Bapak Penghulu--sebut saja begitu-- yang gregetan.

Erwin menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah [Name] secara perlahan.

"Aaarrggghhh!!" Erwin menghentak-hentakkan kakinya. "Gue belum pernah nyipok dia, Bego! Gue ga bisa! Gue gugup!"

[Name] menelan ludah. Ia tetap memasang wajah kalem, meskipun di dalamnya sudah amat greget terhadap suaminya.

Bapak Penghulu facepalm. "Harap mempelai pria tenang."

Erwin kembali tenang. Didekatkannya lagi wajahnya pada wajah [Name].

Cup!

Wajah [Name] kini merah sepenuhnya. Ia tak percaya Erwin telah melakukannya.

Semakin lama ciuman itu bermetamorfosis menjadi lumatan.

Tapi, Erwin bukanlah pria yang dengan seenak jidat melumat bibir pasangannya di depan umum.

Dengan segera Erwin memutus ikatan antara bibir keduanya.

Tangan kekar Erwin mengusap lembut pipi [Name], "Nanti kita lanjutin di kamar." bisiknya.

***

Waktu terus berjalan. Tak terasa kini [Name] telah mengandung, dan usia kandungannya sudah enam bulan.

Meskipun sudah tinggal satu atap, Erwin belum juga peka terhadap keadaan [Name].

Attack on Line!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang