busway
"Kita kirim pesan misterius terus ajakin dia ke gudang-"
"Gila lo ngapain ke gudang!"
"Kita introgasi bro!"
"Nggak Jo lo gila, ini sama gilanya kayak ide topeng lo kemarin!"
"Kita labrak aja langsung ke rumah nya Dam!"
"Jo udah nggak papa, biar gue yang tanganin ya, kalau ada bantuan nanti baru gue calling!"
"Sok-sok an banget lo Dam jadi pengen nampol!"
Saddam dan Joel tersenyum.
"Kita panggil tim katakana putus aja yuk Dam!"
Di dalam lubuk hati Joel dirinya senang, sahabatnya itu tidak hanya berkutat pada Karya Ilmiah ataupun gadis teman kecilnya. Joel sedikit berbangga akhirnya Saddam keluar dari zona nyamannya.
-
Zerra memasuki busway dan duduk di posisi paling pojok belakang, bersandar dan menutup bola matanya karena lelah dengan kenyataan akhir-akhir ini.
Jantung Zerra mencelus saat orang itu memasuki busway yang Zerra tumpangi, biasanya Zerra memang menaiki jalur 2A yang menuju ke halte rumahnya. Namun sore ini malam sabtu, ia tak akan menghabiskan sisa malamnya bersama Mama atau rumahnya yang mengerikan. Ia menaiki jalur 3A menuju perpustakaan kota dan orang itu menaiki busway yang sama.
Zerra berbagi udara dengannya di bus ini, orang itu yang membuat hidup Zerra lebih rumit akhir-akhir ini.
"Mbak cantik kok ngelamun?" tanya seorang lelaki muda dengan perawakan tegas di samping Zerra.
Ini busway bukan angkot, nggak akan terjadi apapun.
Zerra hanya terdiam dan menarik nafas, ia menundukkan kepala. Zerra takut dengan lelaki jahat. Seperti Mamanya yang hingga sekarang disesatkan oleh salah satunya.
"Mbak, kok diem aja lihat saya dong!"
Zerra menelan ludah, tubuhnya dingin sedingin es.
Nggak akan terjadi apapun
"Mbak nya nggak asik, Haha." Lelaki itu menyenggol bahu Zerra, Zerra memejamkan matanya dengan paksa. Dirinya terisak dadanya sesak, orang lain tidak mengetahui apa yang Zerra rasakan sekarang. Namun bagi Zerra inilah pukulan menyeramkan yang menjadi mimpi buruknya.
"Zerra? Kita udah mau sampe lho!"
Suara itu membuat mata Zerra terbuka, gadis itu mendongak sebentar kemudian menunduk kembali.
"Wah Mas pacarnya ya." Lelaki tadi memang sedikit cerewet ternyata.
"Berdiri Zer, turun!"
"Iya," Zerra menuruti suara itu dengan pandangan yang masih menunduk.
Saddam meneguhkan hatinya, berdiri di belakang wanita itu dan mendengar godaan ataupun caci maki yang di lontarkan lelaki cerewet tadi di belakangnya.
Pemberhentian sudah terlihat mereka berdua turun dan duduk bersebelahan di Halte kecil tanpa penunggu, hanya berdua bersama sang penjual tiket busway.
Zerra menutup matanya dengan kedua tangan mungilnya. Dirinya terus menangis perlahan, Saddam tidak mengetahui apa yang terjadi. Lelaki sepolos Saddam yang hanya memiliki dua sahabat dalam hidupnya. Jelas ia tidak tahu menahu akan apapun.
"Zer, buka mata lo!"
Zerra menurut dirinya menarik nafas pendek-pendek.
"Tarik nafas," "Buang!"
Saddam menggapai sesuatu di tasnya dan berkata, "Nih minum!" Zerra menurut, sejak di busway tadi mata, tangan segala anggota tubuhnya selalu menuruti perintah lelaki di sampingnya ini.
"Lo nggak papa?"
"Cuma serangan panik, di waktu nggak tepat."
"Rumah lo masih jauh dari sini? Maaf tadi gue reflek ngajak turun karena keadaan."
Sial, Saddam canggung seharusnya Ia berlagak tidak kenal saja sekarang malah dirinya terjebak di halte bersama anak orang. Saddam terdiam begitupun Zerra. Namun Saddam lebih sering mengumpat di dalam hati, hari terburuknya? Atau sebaliknya ?
-
-
part yang panjang
Panjang sekali
Sampe lupa kalo ini short story
Sampe lupa ini malem minggu
KAMU SEDANG MEMBACA
Karangan Tanpa Tinta
Short Storycover by : betterdavis [complete] Di era digital sekarang ini kita lebih banyak menerima email daripada surat dari pak pos yang sangat kuno. Begitu pula dengan Saddam, remaja yang hanya berkutat dengan pembelajaran dan juga karya ilmiah dituntut un...