Malam itu jelas Zerra tidak bisa tidur. Dirinya tidur di kamar Saddam lelaki yang baru ia kenal satu pekan lalu dan baru saja menyelamatkan ke brutalan Mamanya. Zerra berdiri menghadap kaca, luka di dahinya sudah di obati sempurna oleh Bunda.
Setengah tiga dini hari, Zerra berdiri di kamar Saddam memandangi foto-foto lelaki itu di pigura kamarnya. Beberapa bersama Bunda, beberapa lagi bersama gadis kecil dengan biola berwarna putih.
Kemudian Zerra melihat koleksi piagam Saddam, mulai dari lomba angklung hingga mewarnai tingkat sekolah dasar. Zerra beralih pada rak buku milik Saddam isinya kebanyakan Novel terjemahan, namun mata Zerra sangat akrab dengan buku bersampul gelap itu. Buku miliknya. Kali ini Zerra benar-benar tersenyum.
"Gue suka ceritanya!" Suara itu sukses membuat jantung Zerra hamper copot, benar-benar copot.
"Saddam kaget tau!" Zerra membalas dengan mata melotot.
Saddam berjalan menuju kulkas di ujung kamarnya, "Mau minum?" Saddam menawarkan segelas air putih pada Zerra, Zerra mengangguk seperti karena kehausan.
Zerra menegak habis air digenggamannya, Saddam duduk di Kasur kamarnya. "Oreo?" Saddam menawarkan biscuit yang tergeletak diatas nakas, lagi-lagi Zerra mengangguk.
"Dulu nih gue kalau puasa suka diem-diem makan oreo, tapi karena seret gue juga sering curi-curi minum di semak-semak belakang rumah."
Zerra tertawa kecil. Zerra berjalan ke arah rak buku tempat novel-novel Saddam dikandangkan. "Lo baca?" Saddam mengangguk.
"Cerita remaja yang mencari pembunuh ayahnya, yang ternyata pembunuhnya serial killer. Cukup menarik, gue kira ceritanya tentang cinta-cinta doang."
Zerra tidak bisa menarik jauh-jauh kemana arah pembicaraan ini. Zerra dapat melihat dimata Saddam, ia tau itu.
"Setiap Tante dan Mama pergi ke dokter, mereka selalu bilang ini hanya Alzheimer. Mama bisa diobatiasalkan tidak terlalu stress, tapi semakin hari semakin parah Dam. Aku nggak tau harus gimana, aku nggak mungkin ninggalin Mama."
Terlihat rona kesedihan di wajah Saddam, sebenarnya dirinya memang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi namun mendengarkan semua itu langsung dari mulut Zerra semakin menyayat hatinya.
"Lo udah coba terapi?"
Zerra menggeleng.
"Zer, lo yang sabar ya mungkin Bunda bisa bantu. Sebenernya bunda itu psikolog."
"Oh ya?"
"Ya, dulu bunda hanya bekerja saat ada TK atau SD yang butuh bantuan, atau kasus-kasus pembunuhan anak SMA, bunda bisa bantu. Coba aku bilang ke bunda besok."
Zerra hanya bisa tersenyum sebelum air matanya nya kembali menitik, sudah terlalu banyak yang Saddam lakukan. Bagaimana jika Saddam adalah karangan tanpa tinta di otak Zerra?
KAMU SEDANG MEMBACA
Karangan Tanpa Tinta
Historia Cortacover by : betterdavis [complete] Di era digital sekarang ini kita lebih banyak menerima email daripada surat dari pak pos yang sangat kuno. Begitu pula dengan Saddam, remaja yang hanya berkutat dengan pembelajaran dan juga karya ilmiah dituntut un...