"Mak-maksud nya?! "Saddam mengeluarkan ponselnya, ia menunjukan pada Zerra foto laki-laki yang diberikan oleh petugas kantor pos beberapa waktu lalu.
"Om Galih?" Zerra merebut ponel Saddam dan melihat gambar itu dengan seksama. "Nggak mungkin Dam, Om galih udah meninggal dua tahun lalu dan setelah itu-"
"Kenapa?"
"Setelah itu Mama mulai sakit, ta-tapi itu nggak penting. Ini Om Galih dan gue nggak percaya gue mau pulang."
"Tunggu Zer!" Joel dan Bunda datang dari dalam dan langsung masuk ke percakapan.
"Kala beberapa waktu lalu kita simpulin pengirimnya itu berhubungan dengan lo, bukan dengan gue atupun Saddam. Berarti itu bener dong tentang Om lo, Om Galih berarti emang bener pengirim surat itu Om Galih tapi yang gue bingung kalau nggakada hubungannya sama Saddam kenapa dikirim kesini?" Joel menuangkan seluruh isi otaknya.
"Bunda? Bunda tau sesuatu?" Saddam menatap Bunda tajam, dengan tatapan menakutkan seperti yang dulu menghantui Zerra siang dan malam.
-
"Bunda kenal siapa orang itu Bun?"
"Nggak terlalu yakin,"
"Bunda faham tentang surat-surat selama ini yang dating ke kita?"
"Nggak terlalu yakin juga."
"Kalau gitu Saddam sama Joel bakal bikin Bunda yakin!" Saddam dan Joel menginterogasi Bunda di ruang tengah, sedangkan Zerra juga masih terperangkap disana duduk di sofa dan masih memikirkan Om Galihnya.
"Tunggu Dam, Bunda pengen nanya. Kamu bilang surat ini penelitian KIR?"
"Ceritanya panjang Bun, besok aja Saddam ceritain!"
"Terus kenapa bisa ada Zerra?"
"Ceritanya panjang Bun, besok aja Saddam ceritain!"
"Jadi Saddam bohong nih sama Bunda?"
"Oke Saddam ceritain semuanya!" seru Saddam lesu, keadaan berbalik kini Bunda yang menginterogasi dirinya.
Saddam menceritakan semuanya detail, hingga hubungan postcard Zerra dengan pembatas buku di rumahnya. Otak mereka bergabung dalam lingkaran kebingungan hingga Joel berucap, "Kalau postcard itu pasangannya sama pembatas buku di rumah Zerra, berarti setiap surat yang dikirim pasti punya pasangan. Dan gue yakin kuncinya ada di pasangan itu."
"Pinter lo Jo! Jadi kita harus ke rumah Zerra?" tanya Saddam.
"Belum pasti."
Semua orang menoleh pada Bunda, bagaimana Bunda bisa bilang seperti itu.
"Bunda juga punya pembatas buku itu,"
Zerra rasanya ingin menangis karena masalah ini tak kunjung usai, bagaimana dengan Mamanya sekarang, bagaimana dengan Om Galih yang ternyata belum benar-benar meninggal. Satu kebohongan, Zerra harap ini kebohongan terakhir dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karangan Tanpa Tinta
Short Storycover by : betterdavis [complete] Di era digital sekarang ini kita lebih banyak menerima email daripada surat dari pak pos yang sangat kuno. Begitu pula dengan Saddam, remaja yang hanya berkutat dengan pembelajaran dan juga karya ilmiah dituntut un...