karangan tiga puluh dua-matahari dan bintang

9 2 1
                                    

Mereka duduk berhadapan untuk pertama kalinya. Saddam mengeluarkan sketch book dan dua pensil. Menggambar akan sangat menyenangkan menjadi teman mengobrol.

"Mau gambar apa Zer?"

Zerra teringat pertama kali Saddam yang kaku mengajaknya bicara, tentang Iron Man.

"Iron Man!"

Saddam tersenyum melihat Zerra. Dia mengangguk.

Menggabar, tertawa, mengobrol menuang warna demi warna yang baru ke dalam palet dan uga ke dalam hidup mereka berdua. Hidup Zera seperti lebih berwana dan melelahkan ketika Saddam membantu menuangkan warna-warna baru dalm hidupnya. Seperti Iron Man contohnya.

"Dam!" Zerra tiba-tiba melepas kuasnya, tangan kanannya memegang tangan Saddam hingga warna di gambaran mereka tercoret.

"Dam thank you, kalau nggak ada kamu mungkin sampai besok, sampai lusa kapanpun itu aku nggak bakal tau tentang Mama aku Om Galih semuanya." Zerra menarik tangan kirinya memegang tangan Saddam bersama tangan kanannya. "Makasih,"

Saddam membeku, raut mukanya bingung bercampur tersenyum sangat tidak lazim, matanya terus menatap Zerra, hingga saat ini masih membeku.

"Gue suka sama lo Zer!"

Saddam mengerjapkan mata seakan tersadar apa yang baru saja Ia katakan. Zerra tidak terkejut reaksinya justru tertawa pelan, begitupun Saddam saat mengetahui aksinya.

"Lo keren!" jawab Zerra.

"Lo keren!" ulang Saddam.

"Gue emang keren!" Zerra nyengir dan menambahkan, "I got a crush on you too!"

"Wow hahaha cool!"

Mereka tertawa, "Gue emang cool dibilang!"

Malam semakin larut, lampu-lampu di ujung jalan sudah di kerubungi oleh ngengat pecinta cahaya. Saddam tidak terlalu buru-buru, ia berdiri di samping Zerra, duduk di sebelahnya pula saat menunggu bus tiba.

"Jam sebelas masih ada Busway Zer?"

"Kalau dilihat-lihat kayaknya enggak,"

"Kita naik taksi ya?"

"Nggak aman Dam udah jam segini."

Akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan kaki menuju Café terdekat, Ciao Café. Hanya di seberang jalan.

Saddam tidak menggunakan setelan berjaket atau apapun, dan sepertinya sweater abu-abu Zerra tidak cukup untuk menahan dingin malam ini.

Sebelum mencapai Ciao café Zerra mengintip keributan di gang sebelahnya, beberapa preman sedang minum-minum. Persisseperti yang di minum Mama dulu. "Zer ayo!"

Zerra berpaling dan meneruskan langkahnya, hingga tubuh kecil Zerra menabrak Saddam yang tiba-tiba membeku.

"Bii?"

BAB 33

"Bii, ini udah hampir setengah dua belas malam pulang Bii!" tegur Saddam menarik tangan wanita yang sedang beraksi di panggung tunggal. Beberapa mata pun berkelebat bingung, bahkan tidak jarang meneriaki Saddam.

Binta menarik tangannya, mengepalkan tangan dan melemparkan ke bahu Saddam.

"Bii dengerin Saddam sekarang Bii pulang ya!" Kedua tangan Saddam meremas bahu kecil Bintang, air muka Bintang menunjukan kemarahan, dirinya ingin berteriak di muka Saddam. Tepat untuk kali ini.

Bintang menghembuskan nafas keras pertanda penolakan, Saddam mencoba menggapai Bintangnya ketika beberapa pelayan pria dan wanita bernama Chika, megomando dirinya untuk keluar.

"Sejak kapan Bii main disini Bii kamu bilang bulan depan," para pelayan memaksa Saddam keluar. "Bii Bintang!"

Bintang berjalan keluar bersama Saddam yang masih di kawal pelayan-pelayan disana, Bintang berjalan cepat tangannya mengepal, otot ditubuhnya tegang tidak ada yang mengendur.

Zerra memaksa kakinya untuk melangkah di belakang Saddam, terdiam. Bahkan hingga mereka keluar dan pelayan-pelayan itu kembali masuk.

"Bii, kamu nggak pernah bilang ke Saddam kalau kamu ngisi live musicnya sampai jam sebelas malam. Nggak bagus untuk cewek kayak kamu!"

Saddam terus berbicara dan memandangi Bintang, dan dirinya sudah lupa jika sedari tadi Zerra berdiri di belakangnya.

Kini Bintang berdiri tepat di depan Saddam tepat dengan biola di tangannya ia menulis sesuatu di note kuningnya dengan biola sebagai mejanya.

'Saddam pembohong, tidak datang pukul empat tapi pukul sebelas' Bintang lantas menyobeknya menaruhnya keras di dada Saddam

"Bii kamu bilang bulan depan kan?" Bintang tidak mendengarkannya dirinya terus menulis.

'Bii bilang pekan depan, dan selama sepekan ini Saddam kemana?'

"Bii ada tugas yang harus Saddam lakuin dua minggu ini penting! Kamu nggak akan ngerti."

'Kenapa Saddam tidak memberi tahu Bintang tentang kursus biola?'

"Bii ada masalah yang lo nggak akan bisa ngerti, dua minggu ini gue pusing gara-gara surat sialan dan gue-"

'Mana novel minggu ini?'

"Bii, gue masuk ke permasalahan keluarga yang rumit lo nggak akan tau karena lo nggak mungkin tau itu."

Bintang membeku, dirinya tau betul apa yang di ucapkan Saddam baru saja benar-benar menyekiti dirinya. Tangan Bintang yang lemah menutup mulutnya.

"Bii bukan itu maksud gue, ini susah dijelasin tapi dari pada surat dan semua masalahnya sialan itu Bii gue lebih milih lo!"

Saddam menyadari seseorang menatapnya dari belakang, sedari tadi melihat apa yang terjadi, dan mendengar apa yang dibicarakan. Zerra.

Wanita di belakang Saddam memilih untuk berlari sebelum Saddam menggapai tangannya. Zerra menyadari, jika semua yang dilakukan Sadam terhadap dirinya adalah sebuah paksaan, bahkan jika itu menjadi sebuah pilihan Saddam secara terang-terangan tidak memilihnya.

"Zerra!" Saddam hanya memanggilnya, tanpa berpindah sedikitpun dari tempat berdirinya.

'Saddam nggak perlu minta maaf lagi kejar dia kalau perlu'

Bintang menyerahkan biolanya kepada Saddam, dengan kertas dan kata-kata terakhir malam itu. Bintang berjalan menjauh kearah berlawanan dengan Zerra. Saddam di tengah-tengah nya,berharap dirinya di telan bumi bersama biola di genggamannya.

"Bintang!"

Satu nama, dan itu pilihan Saddam. Tidak cukup lama bagi Saddam untuk mensejajari Bintang disana.

"Bintang, gue minta maaf Bii. Asal lo tau untuk pertama kalinya dalam hidup gue, gue merasa punya tempat, ruangan yang bisa gue isi dan ruangan itu milik Zerra."

Bintang tetap berjalan danmemandang lurus kedepan.

"Setelah selama ini gue cuma bisa cerita sama lo, akhirnya gue punya temen baru Bii dan itu Zerra. Bukan berarti gue lupa sama lo, Bii. Gue inget, gue selalu inget. Lo temen pertama yang gue punya, tapi gue butuh banyak temen Bii. Lo temen terbaik gue, temen nomer satu dan satu-satunya."

Bintang berhenti, berteman dengan Saddam adalah hal terbaik yang ia punya. Ketika dulu banyak anak lelaki tidak memedulikannya dan menganggap Bintang aneh, Saddam tidak masalah untuk berbicara sendiri tanpa Bintang menjawab.

Bintang menutup matanya, dan mulutnya mengucapkan sesuatu tanpa suara namun dapat didengar Saddam dengan jelas. "Kejar dia."

Karangan Tanpa TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang