karangan tiga puluh lima-petrichor

6 2 2
                                    

Ditengah taman rumah sakit yang airnya mengalir dingin. Dua kursi roda menepi di salah satu sudut rumah sakit yang selalu ramai di siang hari ini.

Dua hati dan satu tangan yang patah, sedang menari disana, berharap sandaran dari ujung jendela.

Setelah beberapa malam bersama, si pria yang selalu memohon maaf kepada sang gadis dengan membawakan berbagai bunga warna-warni meskipun akhirnya layu jua.

Begitupun sang gadis, yang masih keras kepala walaupun adanya sudah mengancam banyak nyawa.

Hari itu juga di taman itu, mereka sedikit tersenyum dan sedikit bicara. Mungkin si pria yang terlalu menyimpan rahasia, atau si gadis yang terlalu gengsi untuk menyadari.

Tapi hari itu satu bunga lagi mendarat di tangan gadis yang pucat pasi. Begitu pula air hujan yang perlahan menampakkan wujudnya setelah kemarau panjang. Petrichor, mengiringi bebunganya hati atau justru akan layu lagi? Semoga saja bulan ada nanti, agar jadi saksi bagaimana cerita dua sejoli ini.

"Sampai nanti,"ucap si gadis, sambil mengayunkan kedua tangannya menggulir kursi roda itu menjauh, dan lebih jauh.

Karangan Tanpa TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang