tentang bintang
Zerra turun dari motor bebek milik Saddam sambil melepas helmnya, selama di perjalanan mereka hanya mengobrolkan hal-hal tidak penting seperti mengapa bisa kucing Saddam diberi nama Slamet.
Saddam juga bercerita jika minggu lalu ia dan Joel pergi ke rumah Zerra karena surat itu membuat Bunda khawatir.
"Makasih ya! Jangan lupa besok jum'at." Zerra menggendikan bahu.
"Okey, hati-hati nyebrangnya." Zerra sengaja menyuruh Saddam berhenti di seberang jalan. Ia tidak mau Mama nya mengacau lagi.
Respon Zerra begitu mengejutkan Saddam, ia mengeluarkan lingkaran kertas yang diberi Saddam dua hari lalu, kemudian memasangnya. Saddam tersenyum dibalik helmnya, begitupun Zerra.
-
Alunan melodi-melodi indah bersatu dalam sebuah ruangan.
"Kita coba dari grub A." suara biola dengan indah merayap di ruangan itu, tidak diragukan lagi di Serenata Private Music Course ini adalah tempat dilahirkannya violin terkenal.
"Grub B." Dengung-dengung itu merambat sesuai aba-aba.
"Grub C," Pantulan suara-suara gesekan itu perlahan menghilang dan para calon musisi itu meninggalkan ruangan. Bintang menenteng biola nya, menuju tempat pengumuman.
"Terimakasih sudah hadir, begini saudara Bintang Putritama setelah tadi saya mengecheck data dari atas pembayaran atas nama Bintang itu tidak melakukan perpanjangan hingga level berikutnya. Setelah saya telepon wali anda Ibu Arista ternyata memang tidak melakukan pembayaran. Jadi mohon maaf, akhir level ini pekan depan ya."
Bintang mengangguk pertanda mengerti, yang tidak Bintang mengerti adalah kenapa staff tadi yang memberi tau jika dirinya berhenti mengikuti kursus, bukan Saddam bahkan Bunda.
Bintang berjalan sendirian menuju café ciao, ini hari perdananya ia harus menampilkan yang terbaik. Bintang duduk disana menikmati Cappuchino nya, hingga pelayan lain mempersilahkan Bintang menuju pangung. Ritme itu membelah keheningan dan berubah menjadi tepuk tangan.
-
"Ma, Zerra pulang!" seperti biasa tampak lesu, hanya bermaksud untuk membuat rumah terasa bernyawa.
"Lhoh! Ada apa sih ini. Mas-mas ini rumah gue ya!" Zerra berusaha menghentikan beberapa bapak-bapak dengan peralatan bor di rumahnya.
"Ini mbak baru mau saya bor!" bapak-bapak itu mengelak.
"Bor? Bor apa sih tolong-" ucapan Zerra terhenti ia menarik nafas mengumpulkan tenaga. "TOLONG SEMUANYA BER-HEN-TI!" beberapa bapak-bapak itu berkumpul, Zerra mengambil paying di ujung ruangan.
"Apa yang kalian lakuin di rumah gue!" Zerra berteriak berapi-api.
"Mbak santai dong kita cuman mau benerin ledeng, kan tadi rumah ini sendiri yang nelepon kita, kita mah cuman mau cari uang."
Mata Zerra mengendur, Mama ini pasti ulah mama.
"Maaf ya bapak-bapak semua nggak ada masalah di rumah saya, di ledeng saya semuanya nggak ada masalah. Jadi tadi mungkin orang iseng, dan saya mohon maaf saya harap bapak-bapak pulang ya."
Nafas nya tersengal-sengal.
"Mbak lain kali jangan bercanda dong, kita udah seneng mau dapet uang."
Zerra tersenyum kecut, membereskan rumahnya, rambutnya acak-acakan keringat dimana-mana.
"Zerra udah pulang?" Mama nya berkata sambil menuruni tangga.
Zerra menangis sejadi-jadinya disana, hingga merebah dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karangan Tanpa Tinta
Historia Cortacover by : betterdavis [complete] Di era digital sekarang ini kita lebih banyak menerima email daripada surat dari pak pos yang sangat kuno. Begitu pula dengan Saddam, remaja yang hanya berkutat dengan pembelajaran dan juga karya ilmiah dituntut un...