Mereka bergegas ke rumah Zerra dengan taksi online yang baru saja di pesan Bunda, Saddam, Joel ataupun Zerra sendiri tidak tahu apa maksut Bunda tiba-tiba mengajak mereka datang ke rumah Zerra saat itu juga.
Bunda tersentak seperti tersambar petir, dirinya menggigit bibir menahan tangisnya. "Zerra ini rumah kamu?" Zerra mengangguk, melihat rumahnya setelah tiga hari tidak pulang kerumah. Kaca-kacanya pecah berhamburan keluar. Lampunya masih menyala walaupun hari sudah terang.
Bunda memasuki rumah itu tanpa menunggu ketiga anak di belakangnya.
"Claudia!"
Zerra tertegun melihat Mamanya bangun dari sofa tempatnya berbaring, menatap Bunda seakan sudah mengenalnya lama.
"Rista, Arista?" Mama Zerra melangkah mendekati Bunda, mereka berpelukan lama hingga keduanya menitikan embun di pipi merahnya.
"Reuni keluarga?" Joel bertanya pelan pada Zerra dan Saddam di sebelahnya.
"Mana gua tau," jawab Saddam.
"Mana mungkin Mama bisa inget nama orang yang udah lama nggak ketemu." Zerra masih tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
"Mana gua tau," ulang Saddam.
"Kusuma, Kusuma ada disini Ia'. Jadi kalian?"
Mama hanya mengangguk.
"Dan Zerra?"
Mama kembali mengangguk. Zerra, Joel dan Saddam tidak mengerti kenapa pula nama Zerra disebut disana.
"Kusuma siapa sih?" Saddam berganti berbisik.
"Ya itu, Si Kampret yang ngirimin surat. Emang Kampret!" Joel menjawab.
"Kenapa ada nama gue?"
"Mana juga gua tau Kampret!" Joel seprtinya benar-benar frustasi.
"Tunggu, yang ngirim surat Kusuma? Yang ngirim surat itu Om Galih bukan Kusuma." Mereka bertiga saling tatap hingga Zerra melangkah kedepan menginterupsi Bunda dan Mama.
"Siapa Kusuma?" Zerra bertanya dengan tangan di depan dada.
"Kusuma, dia pengirim surat itu Zer. Itulah kenapa surat itu menuju ke Bunda, karena degan semua foto, pembatas buku, novel semuanya jelas hanya Kusuma yang tau. Dia yang mengirim surat itu!"
Bunda dan Mama malah semakin menangis namun Zerra benar-benar belum mengerti, apa masalahnya hingga mereka semua menangis?
"Tante, yang ngirim surat itu Om Galih dan Om Galih itu udah meninggal. Om Galih itu Om Zerra dan itu masalahnya, masalahnya bukan Kusuma iyakan, Jo? Dam?" Joel dan Saddam hanya mengangkat bahu tak faham.
"Arista tolong Arista!" Mama Zerra merengek bersembunyi di balik bahu Bunda seperti anak kecil.
"Dia bukan Om kamu Zer, dan dia bukan Om Galih. Dia Kusuma! Kamu nggak asing kan dengan nama itu? Nama yang ada di kartu keluarga kamu Zerra, Kusuma! Ayah kamu!"
Zerra tidak sekaget Saddam maupun Joel, otaknya belum bisa mencerna. Walaupun Bunda dan Mama menangis, Joel dan Saddam berbisik-bisik. Zerra masih tidak mengerti.
"Zerra nggak ngerti, pertama Om Galih ternyata belum meninggal, kedua Om Galih itu Kusuma dan Kusuma itu Ayah gue?" Zerra menghela nafas, berapa kali ia harus berkata jika dirinya tidak mengerti. Zerra naik ke lantai atas menuju kamarnya dan mengunci pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karangan Tanpa Tinta
Historia Cortacover by : betterdavis [complete] Di era digital sekarang ini kita lebih banyak menerima email daripada surat dari pak pos yang sangat kuno. Begitu pula dengan Saddam, remaja yang hanya berkutat dengan pembelajaran dan juga karya ilmiah dituntut un...