karangan lima-we need penpal

40 22 35
                                    

We need penpal

Saddam bukanlah orang yang banyak bicara. Hal apapun yang menimpanya ia lalui dengan mulut tertutup rapat,  mata hitamnya yang jeli, alisnya yang sering bergabung tanda nya Saddam selalu berfikir keras.  Itulah Saddam dan ekspresi membosankan yang sering ia bawa kemana-mana.

Tapi sore itu Saddam tidak biasa,  empat surat dengan amplop coklat muda khas lamaran ia bariskan rapi di atas kasur busa bersprei merah.

"Jalan Kate,  jalan Kate lagi! " Saddam menggumam. Reaksinya lebih santai dari pada reaksinya minggu lalu ketika surat ketiga datang.  Saddam bahkan sampai melapor kedua orang tuanya.

Mari kita tarik kasus ini pada satu pekan yang lalu.

Tak kalah panik dengan Saddam.  minggu lalu selepas Saddam sholat Jumat, mama Saddam menelepon Joel. Mereka berdua diminta untuk mengecek alamat rumah di surat tersebut.

Alamatnya dekat bahkan masih satu kota dengan Saddam,  maka dari itu. Mamanya pun tak begitu khawatir.

"Assalamualaikum, Ma! "
Saddam dan Joel berpamitan, keduanya kemudian melaju dengan kencang meninggalkan Mama Saddam yang masih setia berdiri di depan pagar hingga melihat anaknya mengjilang di tikungan.

"Waalaikumsalam, " mama Saddam berucap pelan,  "Jalan Kate," sambung Mama seperti mengingat sesuatu.

-


"Nomor 47 kan?  Rumahnya misterius banget, serius! " Joel masih duduk di jok motor bebek nya.  Helm mereka berdua pun masih menempel.

Satu jam sudah Saddam dan Joel menunggu tanda-tanda kehidupan di rumah bercat putih itu. 

"Satu jam disini seharusnya bisa jadi sangat produktif kalau gue dirumah," omel Saddam yang tengah jenuh memainkan game 2048 yang tak kunjung mencapai high score.

"Nyerah ni dan kita? Siapa tau orang yang punya rumah bakal ngasih kita tiket nonton MU di Old Traffold, atau tiket nonton konsernya Zarra Larson kan jackpot Dam. " Joel mengucapkan imajinasinya satu per satu.

10 menit berlalu.

Joel mengeluar tembakau di sakunya, ia membunuh waktu dengan menyebulkan asap-asap putih candu membiru.

"Dah Jo yuk cabut,  ah! " Saddam bergegas sambil mengucapkan sumpah serapah karena satu jam lebih tanpa melakukan sesuatu yang bermanfaat membuat tangan Saddam mendadak gatal-gatal butuh pekerjaan.

"Dam, Zarra Larsson, Dam! "
Joel tidak rela membuang rokoknya yang masih lumayan panjang.

"Gue gak butuh Justin Bieber, " Saddam tetap berjalan kearah motor Joel di parkirkan.
"Dam, Zarra Larsson bukan Justin Bieber, yang kaya Justin Bieber gue gak doyan, " sela Joel ketika Saddam menstater motornya.

Mereka pergi meinggalkan rumah megah berlantai dua itu,  semilir angin di tengah bulan Februari terus membuat Saddam berfikir apa yang akan menerjangnya besok pagi.

Apa hubunganya surat ini dengan Saddam? 
Mengapa dirinya?

"Jo,  kalau mama gue nanya tentang ini bilang aja surat dari temen kelas kita ya! Habis ini turunin gue di Sinar Melati aja"

"Siap Bos ku! "

-



Tak lama setelah asap knalpot milik motor yang tak Zerra kenal melewati pagar rumahnya, Zera duduk bersila dengan kedua kaki diangkat di atas kursi kayu lipat di terasnya.

Zerra mengutak-atik aplikasi Instagram yang akhir-akhir ini membuatnya semakin kecanduan.
Followers nya bertambah banyak,  tidak lain tidak bukan pasti karena Give Away dalam rangka peluncuran novel perdananya.

"Zerra suka,  Zerra seneng! "
Gadis itu berjingkrak kesana-kemari tanpa sadar satu jam yang lalu, dua lelaki ingin sekali melihat sebuah batang hidung muncul disana.

Karangan Tanpa TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang