karangan tiga puluh empat-pembunuh tidak menari

4 2 4
                                    


Zerra berjalan gontai menuju gang kecil tempat beberapa lelaki dengan pakaian kotor berkumpul. Zerra melangkah nekat, dia tidak akan peduli apa yang akan terjadi berikutnya. Untuk dirinya atau hidupnya.

Zerra berhenti meninggalkan uang kertas biru beberapa lembar untuk mendapatkan satu minuman disana.

Dia tiba dirumah tengah malam, setelah taksi mengantarkanya. Matanya hitam, Zerra sedang tidak dalam keadaan Saddar setelah meneguk satu botol minuman yang Ia belinya tadi.

Zerra : cewek pemain biola di ciao café

Zerra mengirim pesan singkat itu kepada dua sahabatnya sebelum masuk kerumahnya.

Zerra berjalan kearah dapur, mengambil surat yang Ia tulis beberapa waktu lalu,dan sebilah pisau.

"Mama!" Zerra berteriak, kepalanya pening rasanya Ia ingin mengeluarkan semua isi perutnya.

Zerra berjalan menuju kamar Mama, membuka pintu dengan paksa. Mama Zerra bangun mengerjapkan mata karena terkejut.

"Mama! Kenapa Om Galih pergi ninggalin kita? Kenapa Ma!" Zerra berjalan mendekati Mama dengan pisau tajam terulur di depannya.

"Mama jawab!"

Mama Zerra terdiam mengeluarkan keringat, Zerra memegangi kepalanya yang mulai berdenyut-denyut.

"Mama jawab atau Zerra kesana! Semua gara-gara Mama kan ? Om Galih itu baik Ma! Pasti Mama kan semua gara-gara Mama dan hidup Zerra jadi kayak gini!"

Mama Zerra mengambil sebuah asbak hias dari tanah liat, dan melemparkannya tepat ke dahi Zerra.

Zerra tersungkur, kepalanya tambah sakit. Ia melihat Mamanya naik ke lantai atas, namun perut Zerra sedang tidak berada di pihaknya. Zerra memuntahkan semua isi perut nya termasuk minuman tadi, Zerra lemas namun emosi dan kesadarannya takkunjung kembali normal.

"Mama! Jawab Zerra!"

Zerra berjalan menaiki tangga dengan penglihatan yang berputar-putar. Ia mendengar kasak-kusuk mamanya melempar barang barang dari atas.

Zerra berlari meskipun kesadarannya belum kunjung pulih, Mama Zerra terus melempar barang-barang dari atas untuk menghentikan anaknya.

Tiba-tiba pintu terbuka, kedua ibu dan anak tadi membeku, jantung mereka mencelus melihat siapa yang datang.

"Zerra stop!"

Saddam berteriak dari luar. Saddam dan Joel selalu, Saddam dan Joel.

"Saatnya beraksi bro, saatnya jadi superhero!" sudah jelas itu suara Joel.

"Yep gue Batman lo Robin!"

"What! Nggak bisa dong lo Robin gua Batman!"

Tanpa mendengar kata-kata Joel tadi Saddam sudah berlari menaiki tangga, menuju Zerra gadis yang ia suka.

"Berhenti, gue punya pisau!" Zerra menodongkan pisau nya kearah Saddam.

"Gue punya lo, Zer. Gue punya Zerra yang pemberani, yang hebat yang keren. Zer lo nggak mungkin bisa nglakuin ini, gue tau lo orang baik."

Zerra memegang pisaunya bergetar, ia tetap menodong Saddam meskipun Ia tau dirinya tak akan bisa.

"Pergi atau-"

Saddam tersenyum, "Zerra gue tau di balik ketusnya lo, lo itu punya hati yang lembut gue bisa liat itu dari mata lo!"

Saddam mengulurkan tangannya mengambil pisau itu, meteka berada di tengah-tengah tangga sekarang.

Sebelum Saddam berhasil meraih pisau Zerra, Zerra berteriak sembari menggores bahu Saddam dengan pisau nya. "Zer!" Saddam berteriak keras ketika bajunya tersayat pisau itu. Saddam memaksa merebut, dan Zerra berusaha menghindar. Zerra tidak bisa menjaga keseimbangannya, sehingga dirinya tergelincir, tangan Saddam yang cekatan meraihnya membuat Saddam ikut tergelincir jatuh dari tangga.

Zerra dan Saddam terbaring, bahu Saddam masih mengeluarkan darah. Setidaknya matanya masih mengerjab bangun ketika melihat Zerra yang juga jatuh terbaring di sampingnya.

"Bro you okay?" tanya Joel.

"Bahu kanan tersayat, kayaknya tangan kiri gue patah. Dan kepala gue memar."

"Ya masih mending lah patah tulang, dari pada gegar otak!"

Saddam dan Joel tertawa, tidak lama Bunda datang bersama taksi untuk membawa Saddam dan Zerra yang belum sadarkan diri menuju rumah sakit.

Karangan Tanpa TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang