karangan dua puluh tiga - bagian satu

3 2 8
                                    

Zerra, Saddam, dan Joel duduk membentuk lingkaran saling berhadapan.

"Zer, pertama gue mau tanya sama lo. Kenapa kemaren tiba-tiba lo ngilang, di hubungin nggak bisa di sekolah juga nggak ada, lo kan janji mau ngasih tau tentang plan C."

Zerra memutar matanya, ia sudah menduga jika Saddam akan menanyakan hal itu.

"Gue ada acara keluarga kemaren, gue nggak sempet pikirin plan B maupun C, jadi dari pada banyak bacot mending sekarang kita langsung ke plan A!" Zerra kesal, benar-benar tak ingin di ganggu.

Tanpa basa-basi mereka bergegas menuju kantor pos pusat, satu-satunya kantor pos di kota mereka yang buka 24 jam dan masih aktif.

"Kita langsung ke posisi masing-masing, Saddam lo nanya ke petugas, Jo lo liatin kalau ada orang bawa surat yang mirip dengan surat yang kita dapet!"

"Dan lo?"

"Melihat dan mengingat siapapun orang dari masa lalu gue,"

Zerra duduk di kursi tunggu melihat teman-teman nya melakukan aksi, sebenarnya tugas tersulit ada di tangan Saddam namun kurang dari sepuluh menit berselang Saddam menuju kursi tunggu di sebelah Zerra.

"Lo udah minta informasinya?"

"Check!"

"Ngasih nomor HP lo?"

"Check!"

"Nyuruh petugas itu ngecek di loket yang lain?"

"Check!"

"Kok bisa sih Dam?"

"Dulu sih waktu sekolah belajar Pancasila, tapi petugasnya dikasih uang mau juga!"

Saddam dan Zerra lantas tertawa.

Dua jam berlalu, mereka masih menunggu disana meskipun Joel sudah tidur sambil mangap di sebelah Saddam. Begitupun dengan Zerra yang sudah menguap beberapa kali.

"Tangan lo kenapa?" Saddam mencoba memulai percakapan.

"Kena minyak," jawab perempuan disampingnya dan Saddam hanya ber oh ria.

Entah sudah berapa kali Saddam menanyakan kabar suratnya pada petugas penjaga loket surat namun hasilnya tetap nihil.

Disisi lain Zerra berpikir, orang tolol mana yang akan menghabiskan waktu berjam-jam bersama dua orang yang baru ia kenal kurang lebih satu minggu yang lalu, hanya demi surat gila yang tak berarti apapun.

Hidup Zerra terlalu banyak cerita.

Loket-loket mulai tidak aktif satu persatu, orang-orang dan petugas pun semaikin sedikit. Semakin malam kantor pos semakin sepi meskipun tetap buka, karena takut di curigai ketiga bocah tadi memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, seperti biasa Zerra diantarkan Saddam menuju rumahnya.

"Zer gue anter sampe depan rumah lo ya!"

Saddam heran, memulai pembicaraan dengan Zerra sekarang terasa lebih mudah tidak seperti dulu yang terlihat sangat sulit, kaku, dan menyeramkan. Benar kata orang, kamu hanya perlu kenal lebih dekat.

"Nggak usah Dam gue bisa kok sendiri!"

"Tapi ini udah malem, gue maksa ya!"

"Iya Deh terserah lo!"

Karangan Tanpa TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang