"Teess! Buruan keluar. Kamu udah ditungguin nih." terdengar suara teriakan mama dari luar kamar.
"Iyaa! Bilangin suruh nunggu bentar lagi, ma."
Ehem. Namaku Tessa. Tessa Ivania. Aku berasal dari keluarga sederhana di daerah pinggiran kota. Mama ku seorang ibu rumah tangga dan Papa seorang pegawai kantoran biasa, namun gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.
Aku emang anak tunggal, tapi aku dibesarkan menjadi anak yang tidak manja.
Aku cuma satu dari sekian banyak siswi biasa di sekolah. Ya, perjalanan hidupku emang biasa-biasa saja. Tanpa kenakalan, tanpa aneh-aneh, tidak menonjol, dan penurut. Pokoknya semua normal dan datar. Tidak lebih dan tidak kurang.
Sampai suatu ketika, seseorang datang dan mengubah kehidupan 'biasa' ku.
[Flashback]
Seperti biasa, aku menghabiskan waktu istirahatku dengan membaca buku-buku ensiklopedia di perpustakaan. Tapi jangan anggap aku nggak punya teman ya. Aku punya kok, banyak malahan. Cuma, aku emang lebih nyaman sama suasana sepi kaya gini.
Di tengah kegiatanku membaca, aku merasakan seseorang sedang mendekat kearahku.
"Tessa Ivania? Bisa ibu bicara sebentar, nak?" tanya Bu Asih. Aku menatapnya sejenak.
Kalau diingat, selama 2 tahun aku sekolah disini, baru kali ini ada guru yang berniat mendatangiku.
"Iya bu. Silakan." ucapku ramah. Beliau duduk dihadapanku sambil mencari sesuatu di dalam map yang dibawanya.
"Kamu kan pinter pelajaran geografi, gimana kalau ibu tawari ikut lomba ini? Kamu mau kan?" ucap bu Asih sambil menunjukkan selembar kertas padaku.
Namun aku menggeleng, "Saya rasa ada yang lebih pantas mendapat kesempatan itu, bu."
Jujur, aku emang nggak tertarik sama lomba-lomba kaya gitu. Entahlah, aku cuma nyaman sama situasiku saat ini aja.
Makanya aku sering menolak tawaran-tawaran yang diberikan guru maupun orang lain, yang menurutku menuntut banyak hal dariku.
Tentu aku akan membantu mereka bila aku bisa, tapi aku tetep nggak mau memaksakan diriku untuk memenuhi keinginan mereka. Itulah prinsipku.
Sepeninggal Bu Asih, aku kembali melanjutkan kegiatanku. Hingga bel masuk berbunyi, aku menyudahinya dan mulai masuk ke kelas melanjutkan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya.
***
Aku nggak pernah mempunyai kegiatan untuk dilakukan sepulang sekolah. Satu-satunya ekskul yang pernah aku ikuti hanyalah ekskul wajib, yaitu pramuka, dan telah berakhir sejak aku naik ke kelas XI.
Kini aku dan teman-temanku tengah berjalan pulang bersama-sama. Yaah, kebanyakan siswa sekolahku memang berasal dari area di dekat sini. Daerah yang masih asri membuat kami lebih nyaman berpergian dengan berjalan kaki ataupun bersepeda.
"Eh, eh.. Udah pada ngerjain makalah Sosiologi belom nih kalian?" tanya salah satu dari temanku yang jauh lebih tinggi dari kami.
"Baru sampe landasan teori sama hipotesis sih" jawab perempuan disampingku yang berkacamata.
"Waduh, kelompokku siapa aja ya? Kayanya aku sama sekali belom ngerjain deh." ucap temanku yang lain yang berjalan di depan. Namun, detik berikutnya ia mendapat toyoran dari perempuan berkacamata.
"Ish, kamu kan ikut kelompokku."
Aku terkekeh melihat pertengkaran kecil mereka.
"Hei, La. Kok tumben diem aja?" tanyaku pada salah satu teman terdekatku.
Ia mendongak, "hmm, kayanya aku lagi jatuh cinta deh." sontak kami pun berhenti. Lala mengernyit heran.
"Apa sih, kok pada berhenti?" tanyanya.
"Kamu beneran jatuh cinta, La?" Lala hanya mengangguk menjawab pertanyaan perempuan kacamata.
"Yaelah, Kisyaa. Kaya kamu belom pernah jatuh cinta aja. Udah ah, ayo lanjut jalan." jawab Lala.
Perempuan yang dipanggil 'Kisya' pun memutar bola matanya malas.
"Emang kamu jatuh cinta sama siapa sih?" tanyaku sedikit penasaran.
"Nah itu dia yang dari tadi kupikirin. Siapa ya namanya" jelas Lala.
"Astagaa. Kamu nggak kenal orangnya?" kini gadis paling tinggi menimpali.
Lala hanya menggeleng dan cengengesan, "kan love at the first sight, hehe."
"Oiya, diantara kita berlima kayanya cuma kamu deh Tes yang nggak pernah ngomong soal kehidupan asmara kamu." aku mendongak untuk menatap Citra yang memiliki tubuh jangkung.
"Hm, aku ngga pernah jatuh cinta." jawabku singkat. Kulihat mereka semua hanya melongo.
Gadis didepanku membalikkan badannya dan menghadapku. Ia tetap berjalan dengan mundur.
"Sekali-kali kamu harus keluar dong dari zona nyaman kamu. Kapan-kapan aku ajakin jalan-jalan biar bisa ketemu cogan. Mau? Kasian amat kalo udah SMA kelas 2 belom ngerasain jatuh cinta, emang mau jadi perawan tua?" ucap Sisca. Ia memang paling bandel diantara kami. Kalo soal cinta, dia juga yang paling berpengalaman. Mantannya udah banyak deh.
Namun aku hanya menggeleng menanggapinya, "hidup tuh udah diatur sama Tuhan. Sama halnya dengan cinta. Bahkan kalo pun Tuhan menakdirkan aku buat jadi perawan tua ya aku bisa apa" jawabku asal.
Kulihat Lala menepuk dahinya pelan, "lah emang iya sih semua udah diatur sama Tuhan, tapi ya kamu juga harus berusaha lah, Tes. Misal nih ya, kalo pas UN SMP kemaren kamu nggak belajar, ya mana bisa kamu ngejalanin takdirmu di sekolah kita. Dan kalo kamu belajar lebih giat lagi waktu itu, bisa aja kamu keterima di sekolah di kota." jelasnya panjang lebar.
"Tau nggak, berapa banyak korban akibat cinta. Entah itu sakit hati yang berujung bunuh diri, sakit hati berujung pembunuhan, sakit hati berujung depresi, pelecehan seksual, dan lain-lain. Hm?"
"Yaa, tapi kan-"
"Udah deh La, kamu kalah kalo debat sama Tessa. Sebebas dia aja lah." potong Kisya sambil membenarkan posisi kacamatanya.
"Secara nggak langsung, kamu ngomong kalo kamu takut jatuh cinta kan?" tanya Sisca.
"Bukannya takut, aku cuma berpikir logis aja." jawabku sekenanya.
"Huft. Tessa, Tessa.." ucap Citra.
...
[A/n]
Cerita ini lebih banyak bahagianya daripada sedih-sedihnya. Konfliknya juga nggak begitu berat. Karena cukup real life aja yang banyak konflik, wattpadku jangan(?) hehe😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Zona Nyaman✅
Romance"Aku ingin berterimakasih kepadamu yang telah mengubah hidupku, dan menarikku keluar dari zona nyamanku."