Sore ini, mama menyuruhku mengambil laundry di tempat kak Nina, anak dari teman mama. Katanya, biar aku ada kerjaan gitu, daripada cuman di rumah ngehabisin makanan doang, hehe.
Aku berjalan menyusuri trotoar untuk ke kiosnya yang terletak tidak begitu jauh dari rumah. Di perjalanan, aku sempat ketemu sama adek-adek kelasku saat SMP dan menyapa mereka. Mereka masih inget sama aku ternyata, batinku.
Hmm, ngomong-ngomong, kak Nina itu hanya selisih 3 tahun denganku. Dia 20 tahun, sedangkan aku 17 tahun. Kami begitu dekat, bahkan aku menganggapnya sebagai kakak.
Kak Nina orangnya mandiri, ia membuka kios laundry untuk ngebantu mencukupi kebutuhan hidupnya dan kuliahnya. Orangtuanya tinggal di desa yang lumayan jauh. Dia merantau ke sini biar gampang soal transportasi ke kampusnya. Dia berhasil membuka kiosnya juga dari hasil uang tabungan semasa sekolah dulu. Bener-bener panutan banget deh. Udah rajin, ramah, baik, pinter lagi.
Akhirnya aku sampai di depan kios miliknya.
"Permisi, kak ninaa??" panggilku dari depan.
Tak lama kemudian, ia muncul dari balik tirai.
"Ooh, mau ngambil laundry-an ya, Tes?" tanyanya.
"Hehe iya kak."
"Tunggu bentar ya.." aku pun mengangguk.
Ia kembali ke belakang tirai untuk mengambilkan pesananku.
Selang beberapa waktu, aku mendengar suara motor yang berhenti di depan kios. Aku meliriknya sejenak.
'Mungkin pelanggan lain.' batinku.
Kulihat pengendara itu melepaskan helmnya. Aku tertegun sejenak melihat wajah oriental miliknya.
'Cantik.' batinku.
Perempuan itu merapikan rambutnya yang berwarna kecoklatan. Ia mengenakan navy jeans yang dipadukan dengan kemeja kotak-kotak yang digulung sampai siku, serta sneakers berwarna putih.
Aku pun mengalihkan pandanganku ketika menyadari ada debaran aneh di dadaku.
Terdengar suara langkah kakinya mendekat kearahku. Dengan susah payah, aku berusaha bersikap biasa saja.
"Kak Ninaa?" ugh, suaranya sangaat lembut.
Tunggu-tunggu. Kenapa aku bersikap gini? Gila aja. Aku bahkan merasa seperti om-om kurang belaian dalam sekejap hanya dengan memikirkannya.
Tak lama kemudian, kak Nina kembali keluar dari balik gorden dengan membawa sekantung plastik penuh pakaian.
"Eh, haai! Tumben kesini?" ucapnya pada perempuan itu.
"Oiya, ini laundry-annya, Tes." ucapnya sambil menyerahkan kantung plastik itu.
Setelah membayar dengan uang pas, aku pamit untuk pulang. Samar-samar aku mendengar kak Nina mempersilahkan perempuan tadi untuk masuk. Sepertinya mereka saling kenal.
'Kak Nina dapet kenalan macam bidadari gitu dari mana yah?' batinku penasaran.
Namun detik berikutnya aku menggelengkan kepalaku untuk mengusir pikiran-pikiran aneh di benakku.
Kalau dipikir-pikir aku baru kali ini deh ngerasain hal beginian. Apa jangan-jangan aku tadi salah makan kali ya.
***
Keesokan harinya, aku tetap berangkat sekolah seperti biasa. Aku selalu berangkat pagi agar kalau misal ternyata ada PR masih bisa aku kerjakan saat itu juga. Yaah, aku emang bukan orang yang rajin. Peringkatku nggak begitu rendah namun juga nggak tinggi. Biasa aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zona Nyaman✅
Romance"Aku ingin berterimakasih kepadamu yang telah mengubah hidupku, dan menarikku keluar dari zona nyamanku."