-Author Pov-
Sehari setelah kejadian kemarin, Stella memutuskan untuk mengunjungi rumah Tessa. Mereka berdua tengah duduk bersebelahan di sofa ruang tamu.
"Kenapa diem?" tanya Tessa.
"Emang aku suruh ngomong apa?" tanya Stella balik.
"Kamu kesini gara-gara ada sesuatu yang mau kamu omongin kan?"
Stella menggeleng pelan, "enggak tuh. Kenapa?"
Tessa menghela nafasnya, "semalem orangtuanya Aldan kesini."
"Wait, what?!" pekik Stella kaget.
"Denger-denger dia dikeluarin dari sekolah." lanjut Tessa tanpa mempedulikan reaksi Stella.
Setelah mendengar ucapan Tessa barusan, Stella menghembuskan nafasnya lega. "Ooh.. Kirain apaan. Emang mereka ngapain kesini?" tanyanya.
"Kenapa?" tanya Tessa setelah menyadari adanya perubahan ekspresi Stella.
"Apanya?"
"Reaksi kamu yang keliatan lebih rileks setelah aku bilang kalo Aldan dikeluarin dari sekolah."
"Lah, bagus dong. Dengan itu, gak ada yang bisa deketin kamu selain aku." jawab Stella percaya diri.
"Kamu yang bikin dia dikeluarin kan?"
"Kenapa kamu bisa mikir gitu?" tanya Stella heran.
"Kenapa enggak? Satu-satunya orang yang ngerasa punya masalah sama Aldan cuma kamu kan. Lagian nggak logis kalo Aldan sampe dikeluarin hari itu juga, sementara kamu seakan nggak kena masalah kaya gini." Tessa menggenggam erat cangkir teh di tangannya tanpa meminumnya.
"Kamu ada masalah soal hal itu? Kemaren waktu kita pulang bareng, kamu masih baik-baik aja kan?" tanya Stella yang mulai risau.
"Papa kerja di bawah pimpinan ayahnya Aldan. Papa terancam di-PHK karena Aldan dikeluarin dari sekolah, dan inti masalahnya gara-gara aku."
Stella membelalakan matanya kaget. Ia seakan kehilangan kata-kata mendengar hal itu. Papa Tessa merupakan pegawai kantoran yang berada di bawah pimpinan ayah Aldan.
Stella meneguk ludahnya kasar. Ia telah mencaci ribuan kata-kata kasar hanya untuk Aldan. Lelaki brengsek itu sengaja membuat Tessa berada dalam masalah seperti ini.
"Kamu berantem sama Aldan gara-gara aku. Kamu ngebuat Aldan babak belur. Kamu ngeluarin Aldan dari sekolah. Dia nggak terima dan berbalik menyerang aku. Papa bakalan di-PHK, Stell. Mereka punya kekuasaan yang bisa secara nggak langsung mengatur kehidupan keluarga aku." nafas Tessa mulai terengah.
Stella memejamkan matanya. Ia menggenggam tangan Tessa dan mengelusnya.
"Tess, kamu percaya sama aku kan?" ia menatap Tessa lekat.
"...aku pasti bakal ngelakuin sesuatu." lanjutnya.
Tessa sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia bergerak memeluk Stella erat. Stella mengelus rambut Tessa lembut.
Detak jantung Stella terdengar begitu kencang di telinga Tessa. Membuatnya sedikit terkekeh dalam tangisnya.
"Kok ketawa?" tanya Stella.
"Kenapa deg-degan?" balas Tessa. Ia mengusap air matanya kasar.
Stella sedikit kaget atas pertanyaan Tessa. Sebegitu kencang kah detak jantungnya?
Stella mendengus pelan, "siapa juga yang ga deg-degan kalo dipeluk cewek cantik?" ucapnya.
Tessa tersenyum tipis. Gadis disebelahnya begitu blak-blakan dalam mengatakan apa yang ia rasakan, sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sulit untuk mengutarakan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zona Nyaman✅
Romance"Aku ingin berterimakasih kepadamu yang telah mengubah hidupku, dan menarikku keluar dari zona nyamanku."