21. Konsultasi Hati

8.4K 690 124
                                    

"Tanpa penghormatan, bubar jalan!" perintah pemimpin pleton upacara.

"Fiuhh.. Akhirnya kelar juga." aku menangguk menyetujui ucapan Lala.

Kini kami tengah berjalan melewati kerumunan siswa-siswi yang mulai berbubaran.

"Gila tuh guru Matika. Pidato upacara aja pake bawa-bawa sinus-cosinus segala. Astagaa.." keluh Citra.

"Sumpah, parah banget emang tuh. Pucing pala Kisyah." komen Kisya yang langsung mendapat toyoran dari Citra.

"Jijik. Alay deh" ucapnya. Kami pun tertawa melihat ekspresi melas Kisya setelah ditoyor Citra.

"Aaarghh... Kantin aja yuk guys. Laper nih." ajak Sisca.

"Aku skip." ucapku.

"Nggak mau jajan dulu, Tes?" tanya Lala memastikan.

"Aku mau langsung ke kelas aja. Capek nih. Males kalo harus desak-desakan di kantin." jawabku.

"Di kelas palingan juga belom pada masuk. Gapapa sendiri?" tanya Sisca.

"No prob. Byee~"

Aku pun melangkahkan kakiku melewati koridor lain yang lebih sepi.

Hmm.. Ucapan Sisca emang bener sih. Abis upacara gini biasanya anak-anak pada ke kantin. Atau palingan pada ke luar kelas lah, cari angin sambil ngerumpi ala cewek. Huft.

Cklek..

Aku memasuki ruang kelasku yang kosong. Melewati beberapa meja yang berantakan dan akhirnya duduk di tempat dudukku.

Tak lama kemudian, aku mendengar suara langkah kaki dari luar.

Cklek..

"Tessaaa~" aku menghela nafas.

Huft. Ngagetin aja. Kirain siapa.

Stella menghampiriku dan duduk di sebelahku.

"Tempat dudukmu bukan disini yah." ucapku.

"Kan lagi kosong, suka-suka aku dongg.." jawabnya sambil mengalungkan tangannya ke lenganku dan bergelayut manja.

Yaah.. Lama-kelamaan aku mulai terbiasa dengan ini, meskipun aku masih bisa merasakan jantungku yang mulai berulah sih.

"Uaahh.. Panas banget ternyata." ia melepas pelukannya dan mengipas-ngipaskan salah satu buku kearahnya.

"Yaudah ish, makanya jauhan sana." aku mendorong bahunya pelan.

Ia tampak tak menghiraukannya. Stella melonggarkan dasinya dan melepaskan dua kancing teratasnya. Ia juga mengikat rambutnya ke belakang. Membuat kulit mulus di lehernya bisa lebih terekspos dari samping.

Glekk..

Dalam diam, aku menelan ludahku.

Apa biasanya pesona Stella emang sebesar ini ya, batinku.

Stella masih sibuk mengipasi tubuhnya menggunakan buku tulis. Sesekali ia juga tampak menggerakkan kerah bajunya.

Ck. Kenapa aku jadi panas dingin gini sih.

Gara-gara dua kancingnya yang terbuka, sekilas aku bisa melihat tali bra miliknya. Uh.. Bukannya aku jelalatan yah, tapi kan... Umm.. Yaa.. Gitu deh..

"Ehem. Stel?" panggilku memberanikan diri.

"Iya sayang?" ia menoleh ke arahku. Aku mencoba menatap lurus ke matanya agar tidak terpancing untuk menatap kearah lain yang bisa membuatku salah fokus.

Zona Nyaman✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang