Bagian Empat (2)

1.7K 195 19
                                    

Bagian Empat

Ke Mana Kau akan Lari Ketika Takdir Selalu Membawamu Kepadaku, Lagi? (2)

Saat Rico kembali ke kelas setelah upacara pagi itu, Benny dan teman-temannya yang lain menyambutnya dengan sorakan dan suitan. Sementara, Aya sudah kembali tampak dingin padanya. Cewek itu bahkan melemparkan tatapan kesal pada Rico, karena keributan yang disebabkan teman-temannya.

Begitu Rico duduk di kursinya, ia berkata, "Jangan berisik. Gue mau tidur."

Dan begitulah, ketenangan kembali ke kelas itu. Tapi, meski Rico merebahkan kepala ke tangannya yang bersilang di atas meja, dia tidak menutup matanya dan menatap Aya yang berada di seberang pojok tempat duduknya.

Cewek itu menyiapkan buku pelajaran sembari mengobrol dengan Isha. Sesekali cewek itu tertawa. Rico tanpa sadar sudah ikut tersenyum.

Saat guru PKn mereka memasuki kelas dan memulai pelajaran, Rico memejamkan mata. Dia tahu hanya selang beberapa detik kemudian gurunya itu akan bertanya,

"Itu, Rico, kenapa dia tidur di kelas?"

"Sakit, Pak. Tadi pagi kepalanya kebentur meja gara-gara Neng Aya," Benny melaporkan, ditambah tuduhan pada Aya pula. Beruntung jika nanti dia tidak digantung Aya.

"Kenapa nggak di UKS saja?" tanya guru PKn-nya.

"Katanya nggak mau ketinggalkan pelajaran Bapak. Biar pun dia tidur gini, tapi Rico masih bisa denger suara merdu Bapak, kok," Benny memberikan alasan yang membuat Rico harus menahan senyum.

"Memang pintar bikin alasan kamu ini," kata guru PKn-nya kesal pada Benny, tapi tak lagi mengusik Rico.

Begitu gurunya mulai menerangkan materi pelajaran, Rico kembali membuka mata, menatap Aya yang fokus memperhatikan. Cewek itu bahkan lebih jago berakting daripada Rico. Dia benar-benar menjadi murid teladan jika di dalam kelas seperti ini. Tapi, Sabtu kemarin cewek itu bahkan membolos tanpa rasa bersalah.

Rico tersenyum saat melihat kaki Aya terus mengetuk lantai. Tanda cewek itu sudah bosan. Tapi, di atas meja, tangannya dengan rapi mencatat penjelasan guru yang sedang mengajar di kelas. Apa sebaiknya, Rico melarikan diri dari kelas ini sambil menyeret Aya?

Rico mendengus geli hanya dengan memikirkan itu. Seolah Aya akan mau berlari dengannya. Sudah jelas jalan yang mereka tuju berbeda. Jauh berbeda.

***

Saat jam istirahat, Rico menolak ajakan Benny ke kantin. Dia sedang ingin menikmati ketenangan di kelas. Begitu semua murid meninggalkan kelas, hanya Rico yang tinggal sendiri. Tatapannya masih tertuju ke bangku Aya, yang kini kosong.

Rico sebenarnya sudah memperhatikan cewek itu sejak pertama kali masuk ke kelasnya sebagai murid baru. Pintar, cantik, jika menurut Rico, dan jutek. Satu-satunya murid cowok yang berani menyapanya hanya Erja. Itu pun karena memang hanya Erja satu-satunya cowok yang sapaannya akan dijawab cewek itu.

Rico tersenyum teringat saat Benny dengan usil menggenjreng gitar dan menyanyikan lagu dangdut untuknya. Saat itu, Aya sangat marah karena dia sedang mengerjakan tugas Matematika dan butuh konsentrasi. Dia bahkan mengancam akan membanting gitar Benny, yang sebenarnya adalah milik Rico.

Sejak saat itu jugalah, Benny takut pada Aya. Kecuali jika dia bersama Rico. Dia pikir, Aya takut pada Rico? Cewek itu bahkan tidak akan bepikir dua kali untuk menampar Rico jika Rico berani menggodanya. Dan cewek itu, tak pernah sekali pun menghindar, atau kabur, setiap kali Rico memanggilnya, meski sekadar meminta tolong diambilkan buku.

Sama seperti beberapa hari lalu, ketika Rico meminta bantuannya menyiram punggungnya, yang berakhir kepalanya juga disiram cewek itu hanya karena Rico menyebutkan geng topeng monyetnya dulu. Yah, bukan Aya, tapi teman-teman gengnya yang berdandan seperti topeng monyet.

Cewek itu tidak takut pada Rico. Tidak pernah takut padanya. Hanya malas berurusan dengannya. Cewek itu memang ...

Pikiran Rico terhenti saat sebotol minuman dingin mendarat di depan wajahnya, nyaris menyentuh hidungnya. Rico mengangkat kepalanya dari meja dan duduk tegak. Lalu, Aya meletakkan roti dan camilan di meja Rico.

"Buat ganti yang kemaren," ucap cewek itu ketus, sebelum berbalik dan pergi begitu saja.

Rico mendengus geli melihat apa yang ada di mejanya. Selang beberapa detik kemudian, Benny sudah kembali ke kelas dan heboh melihat makanan dan minuman yang ada di mejanya.

"Tadi katanya nggak mau ke kantin, Bos?" protes anak itu.

"Nyuruh anak yang lewat tadi," Rico berkata. "Gue laper, tau. Daripada elo yang gue makan."

Benny mengangguk-angguk. "Kenapa nggak nyuruh aku atau yang lain aja, atuh?"

"Ya kan, lo juga laper. Ntar kalo gue nyuruh elo, alamat lo bakal beli makanan buat diri lo sendiri, dan ending-nya gue musti bayarin makanan lo juga, kan?" tebak Rico.

"Ih, si Bos mah sekarang pelit. Duitnya disimpen buat apa, sih? Buat ngelamar Neng Aya?" asal Benny.

Rico tergelak, tapi dia menjawab, "Iya."

Dia bahkan tak mengeluh mendengar Benny dan teman-temannya menyorakinya dengan Aya, sembari dia menghabiskan makanan dari Aya. Omong-omong, Rico tidak pernah tahu, air mineral bisa terasa seenak ini.

***    


Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang