Bagian Tujuh - Mimpi Buruk Sialan, Cowok Menyebalkan Sialan (1)

1.5K 173 11
                                    

Pagi itu, Aya dikejutkan dengan kedatangan Rico di rumahnya, dengan alasan akan menjemputnya ke sekolah. Cowok itu pasti sudah gila. Tapi tentu saja, hanya Aya yang berpikiran seperti itu, karena tantenya dengan hangat menyambut Rico, bahkan menawarinya sarapan saat cowok itu berkata belum sempat sarapan.

Maka, jadilah pagi itu Aya harus menunggui Rico sarapan sebelum mereka berangkat sekolah. Dengan terpaksa, tentunya. Sementara tantenya sudah heboh berterima kasih untuk kado dari cowok itu kemarin. Bahkan kemarin, tantenya masih sempat mengomel karena Amel dan Aya tidak mengajak Daffa dan Rico yang sudah repot-repot membelikan kado untuk tantenya.

"Lo tuh ngapain sih, pake jemput gue segala?" omel Aya begitu mereka sudah dalam perjalanan menuju sekolah.

"Kan gue udah janji sama om dan tante lo buat antar-jemput elo. Searah ini," balas cowok itu, agak berteriak agar Aya bisa mendengarnya.

"Turunin gue di pertigaan depan, deh!" paksa Aya.

Tapi, Rico sama sekali tak mendengarkannya. Rico bahkan dengan nekat membawa motornya sampai ke sekolah, membuat Aya harus menyembunyikan wajah di punggung cowok itu.

Begitu mereka tiba di pelataran parkir, geng Rico sudah menunggu di sana. Aya mengumpat kasar seraya melompat turun dari motor Rico begitu motornya berhenti. Melemparkan helmnya ke cowok itu, Aya bergegas berbalik dan meninggalkan pelataran parkir dengan kepala menunduk dalam. Semoga tidak ada yang melihatnya.

Tapi, harapan Aya langsung pupus saat mendengar seruan Erja di belakangnya. Aya terpaksa menghentikan langkah dan tersenyum saat cowok itu menghampirinya.

"Kamu teh, berangkat bareng sama Rico tadi? Kok bisa, Ay? Kalian pacaran gitu?" serbu Erja.

"Aku lagi nunggu angkot tadi, soalnya udah mau telat, jadi terpaksa nebeng dia, deh. Abis seragamnya sama. Taunya satu sekolah doang, nggak tau kalo itu si Rico," jawab Aya sekenanya.

"Oh ..." Erja mangggut-manggut. "Kirain teh, kamu ada apa-apa sama si Rico."

"Dih, urusan sama dia aja ogah aku juga," sahut Aya kesal.

Erja terkekeh. "Oh iya, si Pina teh hari ini ulang tahun, katanya pulang sekolah ntar kita diundang ke rumah dia," katanya.

"Pulang sekolah ntar? Duh, aku lagi males banget ini. Dari kemaren aku pulang sore terus, masa," keluh Aya.

"Katanya si Pina teh, cuma sebentar. Tapi, nggak tau juga Erja mah. Nanti aja kamu tanya sendiri sama si Pina. Kalo nggak bisa dateng yang bilang aja sekalian. Kamu kan, dulu juga deket ama dia, Ay," rentet Erja.

Aya meringis. Bukan hal yang patut dibanggakan. "Liat ntar aja, deh," katanya pasrah.

***

"Kamu nggak ikut ke rumah Pina, Ay?" tanya Isha saat dilihatnya Aya masih duduk santai di kursinya sepulang sekolah, sementara teman-teman sekelas mereka sudah mengekori Fina keluar kelas. Kecuali Rico dan gengnya.

"Males, Sha," ungkap Aya jujur. "Kamu ke sana?"

Isha mengangguk. "Kadonya nyusul aja nggak pa-pa kata Pina tadi."

"Dih, ngundang tapi minta kado?" cibir Aya.

Isha tersenyum geli. "Tau sendiri lah, Pina mah emang gitu kan orangnya."

Aya mengangguk. "Bikin tambah males, makanya."

"Kamu kalo jadi ke rumahnya Pina bareng aku aja, Ay. Kamu kan biasanya dianter. Daripada naik angkot ke sana," ajak Isha.

"Tapi, ntar di sana bentar aja, ya? Ikutan nyanyi tiup lilin doang abis itu balik, oke?" pinta Aya.

Isha tersenyum geli, mengangguk. "Tapi, ntar aku boleh anterin sampe rumahmu, ya? Masa sampe sekarang aku nggak tau rumahmu. Pelit kamu mah, Ay." Isha memasang ekspresi sok kesal.

Aya meringis. "Rumah gue nggak ada apa-apanya. Dan sepupu-sepupu gue bawel banget soalnya," Aya beralasan. Setelah Rico, jika Isha juga pergi ke rumahnya, bisa makin heboh Amel nanti. Bisa-bisa om dan tantenya juga tahu kalau hubungan Aya dan Rico di sekolah sebenarnya sudah dalam tahap perang.

"Dasar kamu mah," desis Isha. "Ya udah, ayo. Udah ketinggalan tuh, kita." 

***   

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang