Bagian Delapan (3)

1.4K 192 11
                                    

Bagian Delapan 

Jangan Mendorongku Menjauh Ketika Kau Menggenggam Hatiku Begitu Erat (3)


Saat Aya membuka matanya pagi itu, entah kenapa, dia justru merasa lega mendapati Rico ada di sampingnya. Tapi detik berikutnya, kelegaannya berganti kekesalan. Bagaimana tidak? Tangan Rico menggenggam tangannya begitu erat.

Aya mendesis kesal seraya memukul tangan cowok itu keras, membuat Rico tersentak bangun seraya mengerang kesakitan. Aya menarik tangannya dari pegangan cowok itu saat Rico menatapnya protes. Aya belum sempat mengomeli cowok itu karena kemudan tantenya datang.

"Tante kok udah ke sini? Alvie sama Vila?" tanya Aya kaget.

"Sama Amel. Nanti Daffa yang nganterin mereka ke sekolah," jawab tantenya.

"Oh," gumam Aya. "Te, Aya nanti udah boleh pulang, kan? Aya beneran nggak pa-pa, kok. Kemaren cuma ..."

"Ya, nanti diperiksa dulu, Kak," tantenya menyelanya. "Dan nanti mama sama papamu ke sini, kok."

Aya mengerutkan kening, tak terlalu suka mendengarnya. "Ngapain mereka ke sini?" sengitnya.

"Kak Aya kok gitu, sih? Ya, pasti mereka juga khawatir, dong. Kamu tuh kalo ..."

"Kalo mereka emang khawatir, harusnya mereka nyari Kakak!" seru Aya marah. "Kakak ngilang dan mereka malah bersikap seolah Kakak nggak pernah ada. Apa Aya perlu ngilang dulu, biar mereka berhenti ngurusin hidup Aya? Toh dulu juga mereka nggak pernah peduli Aya ngapain aja."

"Kak Aya!" tegur tantenya keras.

Aya melengos kasar. "Buat apa sok peduli ke Aya padahal mereka sama sekali nggak peduli Kakak masih hidup atau enggak."

Aya mendengar tantenya menghela napas berat. Dan kata-kata tantenya kemudian mengingatkan Aya bahwa mereka tidak hanya berdua di sini.

"Maaf ya, Rico, kamu harus denger semua ini."

Aya mengerutkan kening, tangannya terkepal kesal. Dan kenapa cowok itu masih di sini? Apa dia tidak sadar jika ...

"Nggak pa-pa kok, Te. Rico udah biasa kok ngeliat Aya ngamuk," Rico berkata.

Aya menoleh dan menatap Rico yang sudah berdiri.

Tante Yani tersenyum meminta maaf pada Rico. "Kamu kalo mau pulang dan siap-siap buat sekolah ..."

"Iya, Te," sahut Rico cepat. "Rico ke sekolah dulu, tapi ntar mungkin juga pulang pagi soalnya nggak ada pelajaran, kan? Ntar Rico langsung ke sini, deh kalo udah pulang. Kasian Alvie sama Vila kalo harus sendirian di rumah."

Tante Yani tersenyum dan mengangguk.

Aya mengerutkan kening ketika Rico menghampirinya. Dia menatap Rico galak ketika cowok itu mengetuk kening Aya dengan jari telunjuknya.

"Jangan bikin tante lo repot selama gue nggak ada," Rico berkata.

Aya belum sempat membalas dengan kata-kata kejam ketika cowok itu sudah berbalik, berpamitan pada Tante Yani dan meninggalkan ruangan itu.

Ish. Kenapa dia harus selalu semenyebalkan ini?

***

Rico berdiri di luar pintu kamar rawat Aya yang sedikit terbuka, dan Rico bisa mendengar suara orang tua Aya.

"Maafin Papa, karena harus nitipin kamu di rumah ommu," Rico mendengar papa cewek itu berkata.

Rico menatap ke dalam lewat kaca kecil di pintu, dan dilihatnya Aya bahkan tak mau menatap kedua orang tuanya.

"Dan maaf, karena Papa nggak pernah sekali pun nengokin kamu sejak kamu pindah ke sini," lanjut papanya.

"Nggak perlu," ketus Aya.

"Aya, kakakmu ..."

"Jangan ngomongin Kakak kalo kalian bahkan nggak berusaha buat nyari dia!" teriak Aya marah, menghentikan kalimat mamanya.

"Kamu juga harus ngelupain kakakmu, Ay," ucap mamanya lagi. Tapi bahkan saat mengatakan itu, wanita itu menunduk, menangis tanpa suara.

Aya akhirnya menatap kedua orang tuanya, tapi hanya untuk berkata, "Bisa tolong Mama sama Papa pergi aja, nggak? Aya pengen istirahat."

Papanya berdehem. "Iya, kamu harus banyak istirahat. Maaf ya, Mama sama Papa udah ganggu waktu istirahat kamu. Nanti kalo kamu udah baikan ..."

"Aya nggak bakal ngulangin ini lagi, tapi ketemu sama Mama-Papa lagi, atau ngomong sama Mama-Papa, Aya sama sekali nggak pengen itu. Jadi, tolong ... pergi aja," usir cewek itu seraya memalingkan wajahnya.

Rico sempat melihat papa Aya meraih bahu mama Aya, memeluk wanita itu, lalu membawanya keluar. Begitu mereka berada di luar ruangan, wanita itu tak lagi berusaha menahan tangisnya.

"Nggak pa-pa. Arian udah bilang ke kita buat nunggu. Ini yang terbaik buat Aya, Ma," papa Aya berbicara.

Tidak ada jawaban, hanya isak tangis. Tapi, kata-kata papa Aya itu mengusik Rico. Kakak Aya ... Arian, apa dia sempat menghubungi orang tuanya? Apa yang sebenarnya terjadi pada Arian? Rico benar-benar harus mencari tahu.

Tekad Rico untuk mencari tahu mengenai kebenaran tentang Arian semakin kuat tatkala dia masuk ke kamar rawat Aya dan mendapati cewek itu meringkuk di atas tempat tidur, menangis tanpa suara. Dan cewek itu terus menangis, sampai dia tertidur.

Dia benar-benar tahu cara paling ampuh untuk menyakiti Rico.

***    

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang