Bagian Dua - Till The End, I'll Go With You (2)

2K 225 25
                                    

Rico sudah sering melihat Aya bolos sekolah. Seperti hari ini. Naik angkot, tapi tidak turun di sekolah. Kadang hingga beberapa kali dia naik angkot, sebelum turun di tempat tujuannya. Bahkan, dia pernah izin pulang karena sakit, tapi Rico menemukannya di mall, di toko buku. Dan di sekolah mereka, seringnya ada kegiatan di hari Minggu, entah itu seminar pelajaran atau kegiatan organisasi wajib. Itu juga, Rico sering melihat cewek itu membolos, atau kabur.

Biasanya, Minggu pagi dia datang diantar om atau tantenya, masuk lewat gerbang depan, dan keluar lewat gerbang belakang. Iya, rekor memang, untuk ukuran seorang murid teladan. Dan Rico tahu jika dia tinggal di kota ini dengan om dan tantenya. Sebagai hukuman untuknya. Ya, hukuman. Atas masalah yang dia timbulkan selama di Jakarta.

"Kiri, Mang!" Rico berseru pada sopir angkotnya saat melihat sebuah taman.

Rico turun dengan tangan menarik Aya, membuat cewek itu protes keras. Tapi tentu saja, Rico lebih kuat. Setelah membayar ongkos angkot untuk mereka, Rico menyeret Aya yang masih berusaha memberontak, ke arah taman.

"Lo nyulik gue? Masih kurang poin lo? Perlu ditambahin catatan kriminal di kantor polisi juga?" ancam cewek itu.

Rico mengabaikannya, lalu menarik Aya duduk di sebuah ayunan. Rico berdiri di depannya.

"Lo ... mau ngapain?"

Rico sempat melihat sedikit sorot panik di mata cewek itu, membuatnya meringis dalam hati.

"Nemenin lo bolos, kan tadi gue udah bilang," santai Rico. "Siapa suruh lo bolos di depan hidung gue."

Kepanikan di mata Aya seketika berganti amarah. Rico terlambat menyadari kaki Aya yang sudah bergerak dan menendang tulang keringnya. Rico mendesis menahan sakit, tapi tidak menyingkir.

"Awas! Gue mau pulang," sengit cewek itu.

Rico ingin tetap di sana, tapi Aya sudah siap menyerangnya lagi, jadi dia terpaksa menepi. Cewek itu berdiri, menatap kesal ke arahnya.

"Lo tuh, nggak usah resek kenapa, sih?" omel cewek itu kesal seraya mendorong Rico menepi. Dia berdiri di tepi jalan dan menghentikan angkot pertama yang lewat. Tak punya pilihan lain, Rico ikut naik ke angkot itu, membuat tatapan tajam Aya kembali terlempar padanya, tapi Rico sempurna mengabaikannya.

Aya menghentikan angkot di jalan Flamboyan dan Rico mengikuti cewek itu juga. Setelah berkali-kali berusaha mengusir Rico sepanjang jalan menuju rumahnya, cewek itu akhirnya menyerah juga. Sepenuhnya mengabaikan Rico, cewek itu tiba di depan sebuah rumah besar berlantai dua, dengan cat putih dan gerbang hitam.

Saat cewek itu masuk, Rico berdiri di depan gerbang rumahnya, memasang ekspresi memelas terbaiknya saat bertanya,

"Gue nggak dikasih masuk, nih? Padahal gue udah jagain dan nganterin lo sampe sini."

Tidak mengejutkan ketika Aya mendengus kasar. Lalu, tanpa mengatakan apa pun, cewek itu berbalik dan meninggalkan Rico di sana. Rico tersenyun geli saat Aya juga membanting pintu depan rumahnya saat masuk ke dalam rumah.

Bukan Rico namanya jika pergi begitu saja. Dengan mudah, dia melompati pagar hitam itu, lalu berjalan ke teras rumah Aya dan duduk di kursi rotan di sana. Toh tadi Aya sendiri yang bilang, dia pulang ke rumahnya setelah om dan tantenya berangkat bekerja. Itu berarti, saat ini tidak ada orang di rumah ini selain Aya. Tidak ada salahnya kan, Rico ikut bolos di sini. Toh dia tidak punya tujuan bolos lain selain mengikuti cewek itu tadi.

***

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang