Bagian Tujuh - Mimpi Buruk Sialan, Cowok Menyebalkan Sialan (3)

1.3K 182 21
                                    

"Katanya cuma bentar, Sha," protes Aya dalam desisan pada Isha yang ada di sebelahnya, saat acaranya belum juga dimulai meski hari sudah sore.

Isha meringis. "Nggak tau, tuh. MC-nya malah ngadain games nggak jelas gitu."

Aya mendecakkan lidah kesal. "Aku belum pamit sama tanteku kalo pulang telat, nih."

"Ya udah SMS atau telepon dulu atuh," usul Isha.

"Ck, nggak ah. Aku balik duluan aja. Kamu mau ikut balik sekarang, nggak?" tawar Aya.

Isha menggeleng. "Nggak enak sama Pina. Tapi, kamu ntar pulangnya gimana?"

"Nurutin Fina bisa-bisa tengah malem ntar baru pulang," gerutu Aya. "Aku naik angkot aja. Ntar helmnya si Rico aku bawa sekalian biar kamu nggak ribet bawanya."

"Tapi, kamu beneran nggak pa-pa pulang sendiri, Ay?" cemas Isha.

Aya mengangguk. "Aku kan, udah biasa naik angkot. Duluan, ya? Mau pamit dulu ke Fina. Yang penting besok bawa kado aja beres, kan?"

Isha tersenyum geli, mengangguk. "Ati-ati, ya?"

Aya mengangguk. Dia bergegas menghampiri Fina yang berdiri tak jauh dari MC yang sedang memandu games-nya. Aya berpamitan pada Fina, beralasan ada acara di rumah. Fina yang sebenarnya memang juga tidak terlalu suka pada Aya, mengingat gengnya bubar karena Aya juga, hanya menanggapinya dengan cuek.

"Tau gini nggak usah dateng sekalian aja gue tadi. Buang waktu aja," gerutu Aya saat sudah berada di luar rumah Fina.

Setelah mengambil helm Rico dari motor Isha, Aya berjalan ke arah gerbang. Dia melirik jam di layar ponselnya dan mendecak kesal. Sudah hampir jam empat. Benar-benar hanya membuang waktu saja Aya datang ke sini.

Aya berusaha menahan gerutuan kesalnya saat dia masih harus berjalan sekitar lima ratus meter sebelum sampai ke jalan yang dilalui angkot. Tapi di tengah jalan, saat tali sepatunya lepas, tak urung dia mengomel kesal. Aya terpaksa menghentikan langkah untuk mengikat tali sepatunya lebih dulu. Saat itulah, dia dikejutkan dengan bunyi klakson motor tepat di sebelahnya. Aya menoleh dan mendengus kasar melihat siapa pemilik motor itu.

"Mau bareng?" Rico menawari dari atas motornya.

"Nggak," sengit Aya. Tapi, dia lalu mengambil helm di sebelahnya dan menyodorkannya pada Rico. "Nih, helm lo."

Rico mendengus pelan. "Nggak ada makasihnya, nih?"

"Menurut lo?" sengit Aya.

"Ya, harusnya kan, lo bilang makasih. Berkat gue kasih pinjem helm gue, lo bisa pergi ke pestanya tuh topeng monyet dengan aman. Lo bisa seneng-seneng di sana juga," cerocos Rico sok tau.

"Gue keliatan abis seneng-seneng?" sinis Aya seraya berdiri.

Rico meringis. "Naik, deh. Seneng-seneng beneran deh kalo sama gue," ucap cowok itu percaya diri.

Aya mendengus kasar, memutuskan untuk tak menanggapi cowok itu dan melanjutkan langkahnya. Tapi ternyata, Rico tidak lantas menyerah. Dengan motornya, dia masih mengikuti Aya. Aya kesal juga ketika mereka jadi pusat perhatian orang-orang yang berada di luar rumah di sepanjang jalan yang dilewati Aya.

Aya menghentikan langkahnya dan menatap Rico dengan kesal. Dia tak punya pilihan saat cowok itu mengulurkan helm padanya. Menyambar helm itu dengan kasar, Aya dengan sangat terpaksa naik ke atas motor, di belakang cowok itu.

"Dari tadi, kek. Yang malu juga lo sendiri, kan?" Komentar Rico itu membuat Aya mendesis kesal.

***    

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang